Rapat KPU Dengan Komisi II DPR Berlangsung Panas
Heboh Soal Sewa Private Jet, Dugem, Dan Ada Wanitanya..
JAKARTA - Rapat Komisi II DPR dengan KPU yang berlangsung sampai malam pada Rabu (15/5/2024) berlangsung panas. Anggota DPR mengkritik gaya hidup KPU. Mulai dari sewa private jet, dugem sampai bicara soal "ada wanitanya."
Rapat Komisi II DPR dan KPU itu, membahas evaluasi Pemilu 2024. Rapat dimulai dari pukul 10.42 WIB sampai 21.30 WIB.
Rapat yang dipimpin Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia itu, dihadiri Ketua KPU Hasyim Asy'ari, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito, dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.
Dalam pembukaannya, Doli menyebut, sistem pemilu saat ini menimbulkan beragam permasalahan, dan harus dievaluasi demi membuat sistem pemilu pada masa depan yang lebih baik.
Doli juga mendengar adanya indikasi hal-hal yang tidak wajar tentang penyelenggara pemilu hingga tingkat bawah. Menurutnya, pemilihan penyelenggara pemilu di tingkat bawah itu bersifat transaksional.
Politisi Golkar itu juga menerima informasi tentang penggunaan jet pribadi oleh penyelenggara pemilu. Hal itu kurang pantas karena para atasan penyelenggara pemilu justru hidup dengan kemewahan.
"Saya dengar tuh informasi pakai private jet, kalau itu benar, mungkin pelanggaran hukum tidak terjadi, tetapi ini soal kepantasan," sesal Doli.
Anggota Komisi II DPR, Riswan Tony ikut menyoroti gaya hidup anggota KPU yang gemar berfoya-foya. Karena itu, Riswan usul agar anggaran untuk tahapan Pemilu 2025 dikecilkan.
Menurutnya, anggaran yang terlalu besar membuat gaya hidup anggota KPU menjadi hedon. Bahkan Riswan mencontohkan gaya hidup anggota KPU seperti tokoh fiksi Don Juan.
"Ini akhirnya bukan apa-apa, kaget ini. Punya uang Rp 56 triliun itu kaget, akibatnya udah ada yang kayak Don Juan. Nyewa private jet, belum lagi dugemnya, bukan kita nggak dengar itu, pasti DKPP tahu, nggak mungkin nggak tahu. Belum lagi wanitanya," beber Riswan.
"Jadi minta khusus Pak Ketua DKPP, kita minta buka-bukaaan, kalau nggak mau terbuka kita minta tertutup," pinta kader beringin ini.
Menanggapi tudingan itu, Ketua KPU Hasyim Asy'ari tak menyangkal adanya penyewaan private jet. Namun, kata dia, penggunaannya itu untuk keperluan penyelenggaraan pemilu.
"Kalau pesawat kan, pesawat sewaan untuk monitoring logistik. Pengadaan logistik kita cuma 75 hari loh dan yang bertanggung jawab KPU. Kalau logistik gagal, 14 Februari gagal, siapa yang dimintai tanggung jawab?" tukas Hasyim.
Ia mengklaim, penggunaan private jet untuk keperluan KPU dalam melaksanakan tugasnya. "Memang untuk memastikan surat suara terutama surat suara formulir terkirim tepat waktu,” tuturnya.
Hasyim menuturkan, sewa jet khusus bukan untuk pengadaan, melainkan untuk kelancaran pemilu. Namun, Hasyim tak bisa membeberkan berapa jumlah jet yang disewa KPU.
“Detailnya, saya nggak tahu ya. Itu kan untuk ke mana-mana seluruh Indonesia,” ungkap Hasyim.
Hasyim hanya memberikan klarifikasi soal penyewaan jet pribadi. Soal tudingan gaya hidup KPU yang lain, dia tak meresponsnya.
Pengamat ikut menyoroti gaya hidup KPU. Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Suminta meminta Komisi II DPR mendalami penggunaan private jet oleh KPU. Apakah untuk keperluan pribadi, atau sebagai penyelenggara pemilu.
Menurut Kaka, tidak ada salahnya menggunakan privata jet, selagi bisa dipertanggungjawabkan. Tentu dengan syarat dan ketentuan berlaku.
Namun, jika benar seperti yang dikatakan sejumlah Komisi II, tentu sangat disayangkan. "Karena kita harus jujur, kinerja KPU dalam kondisi yang menurun," ucap Kaka, saat dihubungi, Kamis (16/5/2024) malam.
Ia mendukung jika hal tersebut ditindaklanjuti aparat penegak hukum, jika ada dugaan penyalahgunaan anggaran. Sebab, anggaran Pemilu 2024 naik dua kali lipat, sehingga perlu dilakukan audit.
"Termasuk menelusuri soal penggunaan dana pra tahapan dan tahapan. Termasuk yang disinggung DPR," tutur Kaka.
Hal itu perlu dilakukan. Mengingat, salah satu prinsip penyelenggaran pemilu adalah efisiensi dan efektifitas. Secara teknis, BPK dan Kementerian Keuangan juga bisa melakukan tindak lanjut.
Agar kejadian serupa tidak terulang, Kaka minta pemangku kebijakan lebih berhati-hati. "Pemerintah dan DPR harus lebih ketat melakukan seleksi. Misalnya, meninjau track record calon-calon anggota KPU," pungkasnya.
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pendidikan | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu