TangselCity

Ibadah Haji 2024

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Kisah Inspiratif Kakek Nasrun

Alhamdulillah, Setelah Menabung 25 Tahun Akhirnya Bisa Naik Haji

Oleh: Ujang Sunda
Minggu, 26 Mei 2024 | 10:25 WIB
Foto : Ujang Sunda/Tangsel Pos
Foto : Ujang Sunda/Tangsel Pos

MADINAH - Dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun ini, banyak kisah inspiratif jemaah dari kalangan masyarakat kecil untuk berangkat ke Tanah Suci. Mereka menabung sampai puluhan tahun dari jerih payah sendiri demi bisa mengunjungi Baitullah.

Seperti Kakek Nasrun (90 Tahun), jemaah asal Palembang, yang harus menabung sampai 25 tahun untuk mendaftar haji. Kakek Nasrun mendaftar haji pada 2018 dan tahun ini bisa berangkat ke Tanah Suci.

"Daftar haji dari uang nabung sekitat 25 tahun, alhamdulilah 2018 bisa daftar," ceritanya, sambil tersenyum, kepada tim Media Center Haji (MCH).

Sebagai petani kopi, tidak banyak uang yang bisa dikumpulkannya untuk menabung. Rata-rata, dia hanya bisa menabung Rp 1 juta per tahun. Paling banyak ia menabung Rp 5 juta dalam setahun. "Kadang nggak sama sekali ngumpulin," imbuhnya.

Kakek Nasrun berharap, ibadah haji tahun ini berjalan lancar. "Semoga seluruh jemaah serta petugas diberikan kesehatan," ucapnya.

Kisah inspiratif lainnya datang dari pasangan suami-istri asal Madiun, Djarnu (84 tahun) dan Siti Komariah (62 tahun). Keluarga petani ini menambung 12 tahun untuk bisa mendaftar haji. Mereka menyisihkan penghasilan yang terbatas, kadang hanya Rp 100 ribu atau Rp 200 ribu per bulan, demi mencapai tujuan mulia ini.

"Pernah terpikir untuk menyerah, tapi kami selalu saling menguatkan dan yakin bahwa Allah akan membantu," kata Siti Komariah.

Setelah melalui tahun-tahun penuh perjuangan, Djarnu dan Siti Komariah akhirnya menginjakkan kaki di Tanah Suci. Air mata kebahagiaan mereka mengalir saat pertama kali melihat Ka'bah.

"Doa kami terkabulkan. Ini adalah momen yang sangat membahagiakan bagi kami berdua," ujar Djarnu.

Mohammad Shohib, nelayan asal Lamongan, juga berjuang keras untuk bisa naik haji. Shohib mengaku sudah memimpikan bisa berangkat haji sejak 1998, saat masih bujang. Namun, dirinya baru bisa mendaftar pada 2011, hasil dari menabung bertahun-tahun.

"Saya dari bujang, kira-kira tahun 1998, saya sudah ada niat naik haji, kepingin, setelah lihat om saya" ucapnya.

Sebagai nelayan kecil, penghasilan Shohib tidak menentu. Namun, dia terus berusaha menyisihkan uang demi mewujudkan cita-cita mulia. "Kadang-kadang Rp 1 juta, kadang-kadang Rp 500 ribu. Yang penting ada lah ditabung sedikit-dikit," imbuhnya.

Bapak dua anak ini sangat bahagia bisa bertamu ke Baitullah. "Alhamdulillah saya senang banget, sujud syukur begitu sampai ke sini. Nggak nyangka orang kampung dan miskin seperti saya bisa naik haji," katanya, dengan mata berkaca-kaca.

Shohib berharap, ibadahnya bisa berjalan lancar dan dimudahkan mengingat dirinya juga berangkat dalam kondisi yang kurang fit. "Sebelum berangkat sempat ditangani dokter, dipasangi oksigen, tensi saya juga tinggi," ucapnya.

Kakek Ahmad Saifudin Rois (72 tahun), pedagang slondok (kripik) asal Kulonprogo, juga memiliki cerita inspiratif tentang perjalanannya sebagai jemaah haji tahun ini. Ia mendaftar haji pada 2011 berkat dorongan dari pelanggannya.

Awalnya, dia hanya memiliki tabungan Rp 10 juta. Lalu, ada pelanggan yang melihat kesungguhan Ahmad Rois, bersedia meminjamkan Rp 15 juta untuk melengkapi biaya pendaftaran haji. Pinjaman itu ia lunasi dari hasil penjualan slondok.

Perjalanan hidup Ahmad Rois tak selalu mulus. Pada 2012, ia mengalami kecelakaan lalu lintas yang parah. Mobil menabraknya dari belakang, mengakibatkan tangannya patah dan wajahnya cacat. Ahmad Rois harus menjalani operasi untuk memulihkan kondisi fisiknya. Meski demikian, semangatnya tak surut. Ia tetap berjualan slondok untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sisanya ia tabung untuk berangkat haji.

Dengan tangan yang pernah patah dan wajah yang telah dioperasi, Ahmad Rois tetap memproduksi slondok dengan kapasitas 1 kwintal per hari. Slondoknya ia jual dengan harga Rp 24.000 per kilogram dan dijual ke warung-warung dan pasar.

Ahmad Rois adalah muazin di desanya. Tak heran, menjelang keberangkatannya ke Tanah Suci, para tetangga dan kerabatnya mengadakan silaturahmi untuk memberikan dukungan. Dari pertemuan itu, terkumpul uang saku sebesar Rp 6 juta sebagai bekal Ahmad Rois selama menjalankan ibadah haji.

Ahmad Rois mengungkapkan rasa syukur dan terima kasihnya kepada semua pihak yang telah membantunya. "Ini adalah anugerah dan keberkahan dari Allah SWT. Saya sangat berterima kasih kepada pelanggan yang telah membantu saya mendaftar haji dan kepada tetangga yang memberikan dukungan moral dan finansial," ujarnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo