Utang RI Terkendali, Ekonomi-Politik Stabil
JAKARTA - Utang Indonesia sebesar Rp 800 triliun akan jatuh tempo pada tahun depan. Meski begitu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, utang Indonesia masih terkendali karena kondisi ekonomi dan politik yang stabil.
Soal utang jatuh tempo ini disampaikan Sri Mul-sapaan Sri Mulyani- dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR, Kamis (6/6/2024).
"Kalau negara ini tetap kredibel, APBN-nya baik, kondisi ekonominya baik, kondisi politiknya stabil, maka revolving itu sudah hampir dipastikan risikonya sangat kecil. Karena market beranggapan negara ini akan tetap sama," ujarnya.
Lagipula, kata dia, pemegang surat utang Indonesia yang jatuh tempo belum tentu langsung mengambilnya. Alasannya beragam, salah satunya karena dianggap tetap butuh investasi.
Beda halnya jika kondisi stabilitas ekonomi dan politik terganggu. Pemegang surat utang Indonesia bisa saja melepasnya, dan kabur dari Indonesia. "Makanya stabilitas, kredibilitas dan sustainabilitas itu menjadi penting," pesan mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.
Sri Mul lantas menjelaskan ihwal utang jatuh tempo yang tinggi itu. Kata dia, penyebabnya karena pandemi Covid-19. Saat itu, Indonesia butuh dana segar hampir Rp 1.000 triliun. Dana segar itu dibutuhkan untuk tambahan belanja. Mengingat, saat pandemi melanda, aktivitas ekonomi mandek, sehingga berdampak pada turunnya penerimaan negara hingga 19 persen.
"Jadi kalau tahun 2020, maksimal jatuh tempo semuanya di 7 tahun dan sekarang konsentrasi di 3 tahun terakhir 2025, 2026 dan 2027, sebagian di 2028 tahun. Nah ini lah yang kemudian menimbulkan persepsi kok banyak sekali utang numpuk," tuturnya.
Jika utang jatuh temponya saja Rp 800 triliun, berapa jumlah utang pemerintah? Sri Mul menyebut totalnya mencapai Rp 8.338,43 triliun. Kata dia, jumlah tersebut masih aman dan terkelola dengan baik.
Mayoritas utang itu berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) berdenominasi rupiah dan memiliki jatuh tempo yang cukup lama. SBN totalnya 87,9 persen dari total utang pemerintah dibandingkan pinjaman yang hanya 12,1 persen.
“Makanya kalau kita menggunakan SBN, dia tidak salah-salah amat," ungkapnya.
Sementara untuk denominasinya utang, Sri Mul membeberkan 70,7 persen rupiah dan 17,2 persen valas.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno buka suara. Hendrawan meminta, agar pengelolaan utang dilakukan lebih hati-hati. "Jangan sampai karena ruang fiskal defisit, kita mudah ambil utang,” ujarnya.
Menurut dia, yang harus diperhatikan pemerintah adalah bagaimana cara membayarnya. Utang sebesar Rp 8.338,43 triliun bukan yang sedikit.
Sementara, Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah mengatakan, utang tidak diukur dengan nominalnya. Analoginya, utang Rp 1 miliar bagi si miskin tentu terasa berat, tapi tidak dengan si kaya.
"Demikian juga utang pemerintah. Dalam ukuran kita sangat besar, tapi dibandingkan negara lain sebenarnya tidak terlalu besar," terang Piter, Sabtu (8/6/2024).
Ia mengatakan, undang-undang telah mengatur batasan utang pemerintah tidak lebih dari 60 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Selama tidak melewati batas tersebut, tentu masih baik-baik saja.
Menurut Piter, Menkeu dan jajarannya sudah bekerja dengan baik menjaga fiskal. "Saran saya untuk masyarakat. Nggak perlu khawatir tentang utang. Sudah ada batasan dalam undang-undang. Kita berpegang saja dengan undang-undang," pungkasnya.
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 6 jam yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Olahraga | 10 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu