TangselCity

Ibadah Haji 2024

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Koalisi Infonesia Maju Buyar Di Pilkada

Laporan: AY
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:01 WIB
Ilustrasi. Foto : Ist
Ilustrasi. Foto : Ist

JAKARTA - Koalisi partai politik yang dibangun di Pilpres 2024 tak serta merta bisa diterapkan di semua daerah yang akan menggelar Pilkada serentak, November ini. Karena beda jagoan, koalisi Pilpres pun buyar.

Buyarnya koalisi Pilpres di Pilkada bisa dilihat di Jakarta. Koalisi Indonesia Maju (KIM) pendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang terdiri dari Partai Gerindra, Partai Golkar, PAN, Partai Demokrat, dan PSI, belum kompak mengusung Ridwan Kamil sebagai cagub. Golkar lebih tertarik mendorong kadernya itu maju kembali di Pilkada Jawa Barat. Sementara anggota koalisi lain berharap Ridwan Kamil maju di Jakarta.

Begitu juga dengan Koalisi Perubahan pendukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar di Pilpres yang terdiri PKS, Partai NasDem dan PKB. Meskipun semuanya sudah satu suara mendukung Anies maju lagi di Jakarta, tapi mereka masih terpecah soal calon wakilnya. Masing-masing partai berusaha mengusung kadernya menjadi pendamping Anies.

Bahkan, PKB yang dikomandoi Muhaimin Iskandar, mulai didekati PDIP. PDIP yang di Pilpres mendukung Ganjar Pranowo-Mahfud MD bersama PPP, Partai Perindo dan Partai Hanura, mulai mewacanakan mengusung pasangan lain di Jakarta. Meski begitu, Imin sapaan akrabnya, mengaku akan tetap mendukung Anies. Dia menawarkan, duet Anies dengan Andika Perkasa yang sekarang sudah jadi kader PDIP.

Di Banten, kondisinya juga sama. KIM dan Koalisi Perubahan kembali tidak kompak. Gerindra bersama NasDem, PAN, PKS, dan PSI memantapkan dukungannya kepada Andra Soni-Dimyati Natakusumah. Koalisi ini akan bertambah dengan kehadiran PKB, PPP, dan Demokrat.

Sementara Golkar, mantap dengan Airin Rachmi Diany. Namun, dengan siapa Beringin akan berkoalisi, masih tanda tanya, karena menunggu siapa sosok yang tepat dipasangkan dengan Airin.

Di Pilkada Jawa Timur (Jatim) juga demikian. Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elestianto Dardak telah didukung enam partai. Lima dari KIM, satu lagi Partai Perindo yang notabene pendukung Ganjar-Mahfud.

Sebagai petahana, Khofifah-Emil begitu digdaya sampai diprediksi melawan kotak kosong. Guna mencegah kejadian itu, PKB melakukan penjajakan dengan PDIP mencari lawan Khofifah-Emil. Padahal, kedua partai ini juga saling bertarung di Pilpres.

Lalu, apa kata parpol soal buyarnya koalisi Pilpres di Pilkada? Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani memastikan, KIM tetap solid. Proses ikhtiar yang dibangun saat ini justru agar tetap linear antara koalisi di Pilpres dengan pilkada.

“Namun, kondisi politik di pusat dengan di daerah berbeda,” ujar Kamhar, saat dihubungi Redaksi, Selasa (2/7/2024) malam.

Ia mengakui, banyak daerah yang masih dinamis. Namun, dalam proses politik, kondisi seperti itu sangat wajar. Bahkan tak jarang, keputusan final mengenai suatu pertarungan baru diambil di menit-menit akhir.

Semuanya menyadari, ini adalah dua hal yang berbeda meskipun memiliki kaitan erat,” urainya.

Ketua DPP Golkar, Dave Laksono juga menganggap, perbedaan pilihan dalam Pilkada suatu hal yang biasa. Lagipula, partai yang identik berwarna kuning ini, memiliki aturan main sendiri.

Menurut Dave, dalam penentuan calon kepala daerah di seluruh Indonesia, Golkar mengedepankan dua instrumen. Pertama, Prestasi, Dedikasi, Loyalitas, dan Tidak Tercela (PDLT). Kedua, hasil survei.

Artinya, koalisi yang terbangun dalam Pilpres tidak semata-mata menghilangkan instrumen yang digunakan Golkar selama ini. “Bukan berdasarkan kepentingan dan emosional sesaat, tetapi menggunakan metode scientific yang jelas dan terukur,” tutur Dave.

Apa kata pengamat soal fenomena ini? Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah mengatakan, tidak ada jaminan koalisi Pilpres bertahan hingga ke Pilkada. Dedi menyebut sejumlah faktor yang menjadi pertimbangan partai-partai politik.

“Pertama, kondisi partai di daerah sehingga perubahan sangat mungkin terjadi di daerah,” ujar Dedi.

Kedua, sambung Dedi, tidak ada sistem politik Indonesia yang mengharuskan kesamaan koalisi nasional dengan daerah. Bahkan, koalisi hanya sebagai syarat pengusungan, bukan syarat mengikuti kontestasi.

Terakhir, kata dia, parpol nantinya akan melihat ketokohan calon yang akan diusung dalam Pilkada. Sosok atau ketokohan, dianggap salah satu faktor yang menjadi pertimbangan parpol ketika memberikan dukungan.

Senada, dikatakan Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro. Menurut dia, koalisi di kancah daerah akan lebih cair tergantung dengan kepentingan masing-masing kandidat. Ia menilai, koalisi paslon di setiap Pilkada akan sangat ditentukan beberapa faktor. Di antaranya, seberapa kuat petahana kepala daerah akan ikut kompetisi pilkada.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo