Survei BPS, Masyarakat Kita Cuek Sama Korupsi
JAKARTA - Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) tentang perilaku anti korupsi sangat ironis. Pasalnya, masyarakat kini sudah cuek dengan korupsi.
Hal tersebut disampaikan Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti saat memaparkan survei BPS tentang hasil Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) 2024, secara hybrid, di Jakarta, Senin (15/7/2024).
Dalam paparanya, Amalia mengatakan, IPAK dalam tren penurunan selama 2 tahun terakhir. Tahun ini, IPAK berada di level 3,85, turun 0,07 poin dibandingkan 2203 yang mencapai 3,92.
“Penurunan IPAK merupakan indikasi bahwa masyarakat lebih permisif terhadap perilaku korupsi,” kata Amalia.
Berdasarkan data BPS, IPAK sebenarnya sempat cenderung meningkat pada 2020-2022. Tercatat IPAK pada 2020 berada di level 3,91 dan pada 2022 mencapai 3,99. Namun, sejak 2022 hingga 2024, IPAK terus turun.
Penurunan IPAK, kata dia, selaras dengan menyusutnya dua komponen pembentuknya: indeks persepsi dan indeks pengalaman. Tercatat indeks persepsi turun menjadi 3,76 dan indeks pengalaman menjadi 3,89.
“Hal ini menunjukkan bahwa semakin sedikit masyarakat yang menganggap kebiasaan perilaku korupsi sesuatu yang tidak wajar,” kata Amalia.
Adapun indeks persepsi dalam IPAK disusun berdasarkan pendapat responden terhadap kebiasaan atau perilaku koruptif di lingkup keluarga, komunitas, dan publik. Ketiganya menurun menjadi 3,96, 4,02, serta 3,50.
Sementara indeks pengalaman dalam IPAK mencakup pengalaman masyarakat ketika berurusan dengan layanan publik dan pengalaman lainnya. Sama seperti indeks persepsi, seluruh komponen indeks pengalaman juga turun, yakni indeks pengalaman publik turun jadi 4,14 dan indeks pengalaman lainnya jadi 3,12.
Sebagai catatan, IPAK merupakan ukuran yang mencerminkan perilaku antikorupsi di masyarakat yang diukur dalam skala 0-5. Semakin tinggi nilai IPAK, maka semakin tinggi budaya anti korupsi di masyarakat dan sebaliknya.
Kata Amalia, data-data tersebut menceminkan bahwa masyarakat mengalami banyak pengalaman korupsi skala kecil (petty corruption). Sehingga, sudah menjadi kewajiban semua untuk memperbaiki fenomena ini. Misalnya, edukasi dan mensosialisasikan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk membangun persepsi anti korupsi yang lebih baik ke depan.
Lalu, apa respon KPK soal hasil survei BPS tersebut? Juru bicara KPK, Tessa Mahardika mengatakan, skor tersebut menunjukkan, upaya pemberantasan korupsi di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah alias PR bersama. Salah satunya dengan menguatkan kembali komitmen dan perbaikan melalui langkah-langkah nyata.
Terlebih IPAK diukur tidak hanya dari persepsi, tetapi juga pengalaman dari para responden,” ujarnya, di Jakarta, Senin (15/7/2024).
Sebagai upaya menurunkan tingkat korupsi, kata dia, KPK tidak hanya melakukan penindakan, tetapi juga gencar melakukan upaya pencegahan dan pendidikan dengan berkolaborasi bersama para pemangku kepentingan. Upaya pencegahan yang dilakukan KPK di antaranya melakukan kajian dan pengukuran potensi risiko korupsi pada Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah (KLPD) melalui Survei Penilaian Integritas (SPI).
Kata dia, KPK juga memberikan rekomendasi perbaikan secara spesifik sesuai temuan survei kepada masing-masing institusi yang diukur. Kemudian mendorong kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) bagi para penyelenggara negara maupun wajib lapor lainnya, serta pelaporan gratifikasi pada pelayanan publik.
“Kemudian melakukan koordinasi dan supervisi baik dengan pemerintah pusat maupun daerah, dalam upaya perbaikkan pelayanan public, salah satunya melalui instrument Monitoring Centre for Prevention (MCP),” ujar Tessa, kemarin.
Melalui upaya pendidikan, KPK melakukan berbagai program sosialisasi dan kampanye kepada masyarakat. Kemudian bekerja sama dengan para pemangku kepentingan di dunia pendidikan, sekolah, kampus, diknas, maupun pemda, untuk melakukan insersi pendidikan antikorupsibpada setiap jenjang Pendidikan.
Sementara, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mengamini, saat ini masyarakat semakin cuek terhadap korupsi. Penyebabnya, pencegahan dan pemberantasan korupsi makin melemah. Apalagi, banyak pejabat negara yang tertangkap korupsi.
“Yang harus dilakukan pemerintah sederhana kok, pemberantasan korupsi dibuat bagus itu dimulai dari tata kelola. Jangan sampai duit yang masuk melalui pajak, tambang dan segala macam itu sudah di kongkalingkong,” tutur Boyamin.
Selain itu, kata dia, Pemerintah dan KPK harus membuat tata kelola yang baik. Dimulai dari pencegahan. Sehingga seluruh rupiah rakyat yang digunakan Pemerintah bisa dipertanggungjawabkan.
Anggota Komisi III DPR, Achmad Baidowi mengatakan, Pemerintah dan seluruh pemangku kebijakan lainnya harus memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa. Para pejabat juga harus memberikan contoh yang baik tidak melakukan korupsi.
“Kalau rakyat kan nggak akan korupsi, yang sekarang banyak ditangkap korupsi itu kan pejabat,” pungkasnya.
TangselCity | 11 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 15 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu