TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Judi Online Picu Tindak Pidana Perdagangan Orang

Oleh: Farhan
Rabu, 31 Juli 2024 | 09:05 WIB
Menteri TPPO Bintang Puspayoga. Foto : Ist
Menteri TPPO Bintang Puspayoga. Foto : Ist

JAKARTA - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat, ada 458 orang yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Indonesia pada 2023.

Menteri PPPA Bintang Pus­payoga merinci, sebanyak 252 orang di antara korban TPPO berusia dewasa, sedangkan 206 lainnya anak-anak.

Angka korban TPPO itu ber­dasarkan data yang terhimpun dalam Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA).

“Saat ini mayoritas kasus TPPO melalui pekerja migran sebagai pekerja rumah tangga melalui pemagangan. Tapi yang baru-baru ini terjadi melalui judi online,” kata Bintang dalam acara Peringatan Hari Dunia Anti Perdagangan Orang 2024, Selasa (30/7/2024).

Menurutnya, berbagai modus operandi TPPO terus berkem­bang dari waktu ke waktu. Pasal­nya, TPPO merupakan kejahatan transnasional yang melibatkan jaringan lintas negara.

“Jadi, kelompok pelaku ke­jahatannya berasal dari negara yang berbeda-beda,” ucapnya.

Politisi PDI Perjuangan ini menilai, judi online dan online scamming menjadi celah baru dalam praktik TPPO yang harus bisa ditutup dan ditangani untuk menekan bertambahnya korban.

Banyaknya korban yang ma­sih terjerat juga menunjukkan banyaknya celah TPPO di Indonesia.

Untuk itu, kata Bintang, perlu pembenahan, baik dari segi regu­lasi, kelembagaan, mekanisme kerja, hingga infrastruktur untuk menekan angka penjualan ma­nusia.

Bintang juga meminta adanya kerja sama semua pihak dalam menangani TPPO secara cepat dan terkoordinasi, dari hulu ke hilir.p

Diperlukan juga gerakan masif dari masyarakat akar rumput dan keluarga sebagai lingkup terkecil untuk sosialisasi bahaya TPPO.

Bintang menegaskan, pada dasarnya Indonesia berkomit­men tinggi untuk melindungi seluruh rakyat Indonesia sesuai dengan pembukaan Undang- Undang Dasar 1945.

Dia juga mengungkapkan, Pemerintah sebenarnya telah banyak melahirkan regulasi-regulasi dalam upaya menekan TPPO. Salah satunya, Peraturan Menteri (Permen) PPPA Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pence­gahan dan Penanganan Korban TPPO Berbasis Masyarakat.

“Kami mendesimalkan Per­men ini sebagai acuan masyara­kat, kementerian, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, termasuk Pemerintah Pusat dalam membantu menghilangkan faktor penyebab TPPO sedini mungkin,” katanya.

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda Ke­menterian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Woro Sri Hastuti Sulistyanin­grum mengungkapkan, terdapat 3.703 korban TPPO yang dipe­kerjakan sebagai online scam­ming pada periode 2020 hingga Maret 2024.

Sebagian besar korban ter­jebak melakukan pekerjaan ilegal tersebut di Kamboja dan Filipina. Jumlahnya tercatat mencapai lebih dari 2.500 orang.

Statistik kasus online scam dari periode 2020 sampai Ma­ret 2024 totalnya 3.703 orang. Paling banyak dari Kamboja se­banyak 1.914 orang. Kemudian Filipina 680, Thailand 360 dan Myanmar 332.

“Itu kalau kita bicara online scam,” ungkap Woro.

Para korban TPPO terkait judi online dan penipuan online, kata Woro, berasal dari kalangan usia produktif, berpendidikan tinggi, serta melek teknologi.

“Korbannya melek teknologi, usia produktif 18-35 tahun dan mereka berpendidikan tinggi, ada yang sudah S2,” jelasnya.

Menurut Woro, temuan ini sejalan dengan peningkatan jumlah kasus dan korban TPPO di Indonesia yang ditangani oleh jajaran Tim Gugus Tugas Pencegahan TPPO.

Jadi, memang dari 2022-2023 sangat signifikan ketika perali­han ketua harian Gugus Tugas Pencegahan TPPO dari Kemen­terian PPPA ke Kepolisian.

“Walaupun, pada 2024 mulai menurun signifikan. Artinya, kita harus mendorong lagi kerja-kerja penindakan,” tegasnya.

Terpisah, Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan, kondisi butuh kerja di masyarakat dimanfaatkan sindikat TPPO untuk menjerat korban. Apalagi, saat ini marak TPPO melalui judi online.

“Ini fenomena baru pasca pandemi dan korbannya seba­gian besar adalah orang-orang perkotaan dan educated seperti itu,” katanya.

Wahyu menilai, ada perluasan korban. Dari yang selama ini biasanya dari pedesaan, perem­puan, berpendidikan rendah, atau dari kelompok ekonomi ren­dah, sekarang sudah menjangkau kaum muda, perkotaan dan edu­cated atau berpendidikan.

“Bahkan, yang ditangani oleh Migrant Care sendiri itu se­bagian besar adalah sarjana,” ungkap Wahyu.

Hingga saat ini, kata Wahyu, akumulasi korban yang terjebak dalam skema ini sudah mencapai 3.000 orang.

Koordinator Bantuan Hukum Migrant Care Nur Harsono mengungkapkan modus yang biasanya dilakukan oleh para sindikat TPPO memang lewat pemagangan dan judi online ini.

Saat ini, kata dia, ada ratusan orang warga Indonesia yang masih terjebak TPPO di luar negeri dengan modus tersebut. Mereka biasanya ditawari peker­jaan sebagai operator perusahaan dengan gaji Rp 10-30 juta.

“Scammer dan judol di ka­wasan Kamboja, Myanmar, Thailand, jumlahnya banyak,” ungkapnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo