Judi Online Picu Tindak Pidana Perdagangan Orang
JAKARTA - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat, ada 458 orang yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Indonesia pada 2023.
Menteri PPPA Bintang Puspayoga merinci, sebanyak 252 orang di antara korban TPPO berusia dewasa, sedangkan 206 lainnya anak-anak.
Angka korban TPPO itu berdasarkan data yang terhimpun dalam Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA).
“Saat ini mayoritas kasus TPPO melalui pekerja migran sebagai pekerja rumah tangga melalui pemagangan. Tapi yang baru-baru ini terjadi melalui judi online,” kata Bintang dalam acara Peringatan Hari Dunia Anti Perdagangan Orang 2024, Selasa (30/7/2024).
Menurutnya, berbagai modus operandi TPPO terus berkembang dari waktu ke waktu. Pasalnya, TPPO merupakan kejahatan transnasional yang melibatkan jaringan lintas negara.
“Jadi, kelompok pelaku kejahatannya berasal dari negara yang berbeda-beda,” ucapnya.
Politisi PDI Perjuangan ini menilai, judi online dan online scamming menjadi celah baru dalam praktik TPPO yang harus bisa ditutup dan ditangani untuk menekan bertambahnya korban.
Banyaknya korban yang masih terjerat juga menunjukkan banyaknya celah TPPO di Indonesia.
Untuk itu, kata Bintang, perlu pembenahan, baik dari segi regulasi, kelembagaan, mekanisme kerja, hingga infrastruktur untuk menekan angka penjualan manusia.
Bintang juga meminta adanya kerja sama semua pihak dalam menangani TPPO secara cepat dan terkoordinasi, dari hulu ke hilir.p
Diperlukan juga gerakan masif dari masyarakat akar rumput dan keluarga sebagai lingkup terkecil untuk sosialisasi bahaya TPPO.
Bintang menegaskan, pada dasarnya Indonesia berkomitmen tinggi untuk melindungi seluruh rakyat Indonesia sesuai dengan pembukaan Undang- Undang Dasar 1945.
Dia juga mengungkapkan, Pemerintah sebenarnya telah banyak melahirkan regulasi-regulasi dalam upaya menekan TPPO. Salah satunya, Peraturan Menteri (Permen) PPPA Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Korban TPPO Berbasis Masyarakat.
“Kami mendesimalkan Permen ini sebagai acuan masyarakat, kementerian, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, termasuk Pemerintah Pusat dalam membantu menghilangkan faktor penyebab TPPO sedini mungkin,” katanya.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Woro Sri Hastuti Sulistyaningrum mengungkapkan, terdapat 3.703 korban TPPO yang dipekerjakan sebagai online scamming pada periode 2020 hingga Maret 2024.
Sebagian besar korban terjebak melakukan pekerjaan ilegal tersebut di Kamboja dan Filipina. Jumlahnya tercatat mencapai lebih dari 2.500 orang.
Statistik kasus online scam dari periode 2020 sampai Maret 2024 totalnya 3.703 orang. Paling banyak dari Kamboja sebanyak 1.914 orang. Kemudian Filipina 680, Thailand 360 dan Myanmar 332.
“Itu kalau kita bicara online scam,” ungkap Woro.
Para korban TPPO terkait judi online dan penipuan online, kata Woro, berasal dari kalangan usia produktif, berpendidikan tinggi, serta melek teknologi.
“Korbannya melek teknologi, usia produktif 18-35 tahun dan mereka berpendidikan tinggi, ada yang sudah S2,” jelasnya.
Menurut Woro, temuan ini sejalan dengan peningkatan jumlah kasus dan korban TPPO di Indonesia yang ditangani oleh jajaran Tim Gugus Tugas Pencegahan TPPO.
Jadi, memang dari 2022-2023 sangat signifikan ketika peralihan ketua harian Gugus Tugas Pencegahan TPPO dari Kementerian PPPA ke Kepolisian.
“Walaupun, pada 2024 mulai menurun signifikan. Artinya, kita harus mendorong lagi kerja-kerja penindakan,” tegasnya.
Terpisah, Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan, kondisi butuh kerja di masyarakat dimanfaatkan sindikat TPPO untuk menjerat korban. Apalagi, saat ini marak TPPO melalui judi online.
“Ini fenomena baru pasca pandemi dan korbannya sebagian besar adalah orang-orang perkotaan dan educated seperti itu,” katanya.
Wahyu menilai, ada perluasan korban. Dari yang selama ini biasanya dari pedesaan, perempuan, berpendidikan rendah, atau dari kelompok ekonomi rendah, sekarang sudah menjangkau kaum muda, perkotaan dan educated atau berpendidikan.
“Bahkan, yang ditangani oleh Migrant Care sendiri itu sebagian besar adalah sarjana,” ungkap Wahyu.
Hingga saat ini, kata Wahyu, akumulasi korban yang terjebak dalam skema ini sudah mencapai 3.000 orang.
Koordinator Bantuan Hukum Migrant Care Nur Harsono mengungkapkan modus yang biasanya dilakukan oleh para sindikat TPPO memang lewat pemagangan dan judi online ini.
Saat ini, kata dia, ada ratusan orang warga Indonesia yang masih terjebak TPPO di luar negeri dengan modus tersebut. Mereka biasanya ditawari pekerjaan sebagai operator perusahaan dengan gaji Rp 10-30 juta.
“Scammer dan judol di kawasan Kamboja, Myanmar, Thailand, jumlahnya banyak,” ungkapnya.
Pos Tangerang | 14 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pendidikan | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu