TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Terima Ratusan Laporan, Kemenkes Bakal Usut Tuntas Kasus Bullying

Oleh: Farhan
Kamis, 05 September 2024 | 11:10 WIB
Siti Nadia Tarmizi Plt Kepala Biro Komunikasi Kemenkes. Foto : Ist
Siti Nadia Tarmizi Plt Kepala Biro Komunikasi Kemenkes. Foto : Ist

JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menerima 540 laporan tentang bullying atau perundungan terhadap dokter di lingkungan rumah sakit (RS). Semua laporan tersebut akan ditindaklanjuti.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyampai­kan, dari ratusan laporan yang masuk terkait perundungan, 221 kasus di antaranya terjadi di RS vertikal Kemenkes. Sisanya, tersebar ke sejumlah RS swasta dan daerah.

Dia memastikan semua lapo­ran perundungan yang masuk ke Kemenkes akan ditindaklanjuti hingga tuntas. Bahkan, khusus laporan yang terjadi di RS ver­tikal Kemenkes, pihaknya akan menurunkan tim investigasi langsung.

“Rumah sakit vertikal Kemenkes sebagian besar menjadi tempat pendidikan untuk Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS),” ujar Siti, Selasa (3/9/2024).

Dia mengatakan, sesuai Surat Instruksi Menkes telah diatur soal upaya pencegahan terjadinya perundungan di instansi Kemenkes, termasuk sanksi-sanksinya.

Bahkan pemberian sanksi tidak hanya dilakukan terhadap pelaku bullying. Sanksi juga bisa diberikan kepada manajemen rumah sakit apabila tidak menciptakan lingkungan kondusif dan tidak membuat aturan untuk pencegahan.

“Jadi (sanksi juga bisa diberi­kan ke) tenaga pengajar atau (dokter) senior yang membuat suasana perundungan itu tetap bisa terjadi atau tidak melapor­kan,” ujar Siti.

Terhadap peserta PPDS yang melakukan bullying, kata Siti, instansinya akan memberikan sanksi dengan memulangkan pelaku ke kampusnya untuk dibina.

Selain itu, peserta PPDS yang merundung peserta lain juga akan diberikan sanksi larangan melakukan praktik pendidikan di rumah sakit vertikal Kemenkes.

Sementara terhadap dokter yang melakukan bullying di lingkungan rumah sakit, sanksi yang dikenakan berupa teguran, penurunan pangkat, penundaan kenaikan pangkat, pemutusan kontrak hingga dikeluarkan.

“Kalau sanksi di luar rumah sakit vertikal Kemenkes, kami akan membuat surat meneruskan kembali adanya laporan (bully­ing),” ujarnya.

Terpisah, Rektor Universitas Diponogoro (Undip) Suharnomo memastikan pihaknya tidak akan menutup-nutupi dugaan kasus perundungan yang menipa dr. ARL di RS Karidi Semarang.

Diketahui, ARL ditemukan meninggal bunuh diri di ka­mar kontrakannya pada akhir Agustus lalu. ARL merupakan siswa PPDS Undip di RS Kariadi Semarang.

Dari hasil investigasi Kemenkes, ditemukan ada dugaan indikasi pemalakan kepada almarhumah sebesar Rp 40 juta per bulan yang dilakukan sejumlah dokter senior. Permintaan ini berlangsung sejak almarhumah masih di semester 1 pendidikan atau sekitar Juli hingga November 2022. Faktor itulah yang diduga menjadi pemicu awal almarhumah mengalami tekanan dalam pembelajaran.

Melanjutkan keterangan­nya, Suharnomo menyampaikan bahwa kasus dugaan perundun­gan yang menimpa ARL akan menjadi bahan evaluasi bersama. Menurutnya, sekarang bukan saat yang tepat untuk saling menyalahkan.

“Kami berharap peristiwa ini menjadi momentum evaluasi bersama. Tidak bijaksana kalau peristiwa ini menjadi wacana dan polemik serta perdebatan semata. Jangan pula menjadi bahan untuk menyalahkan satu dan lainnya,” ujarnya.

Dia juga mengajak semua pi­hak berkolaborasi demi mencari solusi atas masalah yang ada. Pihaknya terbuka dan kooperatif terhadap hal tersebut.

Di media sosial X, kasus pe­rundungan di lingkungan RS juga mendapat perhatian dari netizen.

“(Selain di Semarang), di Jakarta juga banyak yang be­gini (perundungan dokter). Tapi siapa yang mau mengusut? Sedangkan ini seperti sudah menjadi kebiasaan bagi calon dokter spesialis ataupun dokter magang di RSUD dan parahnya meninggalnya almarhum pun tetap jadi ejekan begini: ‘Dokter sekarang lemah, ga kayak dok­ter-dokter dulu’,” ujar akun @PakarINTELek.

“Dahulu kita tahu STPDN yang sekarang berubah jadi IPDN ada kasus perundungan. Tapi, saat itu setelah ada praja yang meninggal karena perundungan pas ospek, kini sudah nggak kedengeran lagi ada kasus perundungan di IPDN. Mungkin memang sudah harus di hentikan ‘politik’ senioritas yang meresahkan ini. Nggak nambah ilmu malah nambah dendam! Semua kasus perundungan wajib diusut tuntas,” timpal akun @aasamidri.

Sementara, akun @Sujiant26802647 meminta Kemenkes menjatuhkan sanksi keras kepada semua dokter yang terlibat perundungan kepada juniornya.

“Saya sangat mendukung sanksi berat. Sangat-sangat men­dukung. Biar ada efek jera in­clude proses pidananya. Seperti pencabutan Surat Izin Praktik (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR),” cuitnya.

Akun @imanchakra menye­but, budaya senioritas saat ini sudah salah kaprah. Dahulu senioritas diartikan untuk mem­bimbing, melindungi dan men­gayomi junior. Tapi, saat ini senioritas justru diartikan untuk memeras, melecehkan hingga menjegal junior.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo