TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Perilaku Masyarakat Di Pilkada 2024

Antusiasme Sangat Tinggi, Aktivisme Justru Rendah

Oleh: Farhan
Minggu, 08 September 2024 | 11:27 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kawula17 menyatakan, antusiasme masyarakat terhadap gelaran Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) 2024 sangat tinggi. Namun, mereka tetap berposisi sebagai penonton pasif terhadap visi dan misi pasangan calon. Aktivisme masih sangat rendah.

Peneliti Kawula17, Oktavia Kusuma mengatakan, tingginya antusiasme masyarakat terhadap Pilkada 2024, terlihat jelas dari hasil survei nasional Kawula17 periode 12-21 Juli 2024. Menurut dia, sebanyak 90 persen masyarakat sangat sadar dan antusias, mengetahui kapan Pilkada digelar, bahkan telah menentukan tokoh yang akan dipilih.

Namun, sambung dia, aktivisme masyarakat di Pilkada 2024, masih sangat rendah. Oktavia menjelaskan, aktivisme adalah tindakan atau upaya untuk ikut menyuarakan atau mendorong adanya perubahan, baik dibidang politik, ekonomi atau sosial.

“Berdasarkan hasil survei Kawula17, sebanyak 62 persen masyarakat beraktivisme rendah. Mayoritas masyarakat memilih berposisi sebagai ‘spec­tator’ atau penonton. Mereka mengikuti perkembangan politik secara pasif dengan menonton berita atau membaca artikel tanpa terlibat langsung,” ujar Oktavia melalui keterangan ter­tulinya, Sabtu (7/9/2024).

Lebih lanjut, dia menjelaskan, rendahnya aktivisme masyara­kat di Pilkada 2024, tak hanya ditemukan di area pedesaan. Menurut dia, jumlah masyarakat di perkotaan yang berada dalam kelompok aktivis, aktif dalam partai atau organisasi politik juga masih sangat sedikit.

Selain itu, lanjut Oktavia, survei yang dilakukan lembaganya juga menemukan data dan informasi, mayoritas masyarakat tidak pernah atau jarang mengikuti acara-acara pertemuan yang membahas isu kedaerahan. Hanya 16 persen masyarakat yang sering menghadiri pertemuan, sementara 55 persen tidak per­nah atau jarang mengikuti.

“Artinya, banyak orang di sekeliling kita yang tidak peduli atau hanya menjadi penonton dalam proses politik. Padahal, jika kita refleksikan dengan seksama, setiap sendi kehidupan kita merupakan buah dari proses politik,” imbuhnya.

Sebab itu, Oktavia berharap, Pemerintah, penyelenggara Pemilu, dan seluruh pemangku kepentingan, berperan aktif untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam proses poli­tik. “Aktivisme masyarakat di Pilkada bisa didorong dengan sejumlah cara, seperti memper­mudah aksesibilitas terhadap informasi dan melakukan pendi­dikan politik,” tandasnya.

Terpisah, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat, Betty Epsilon Idroos menyatakan, pihaknya terus melakukan pendidikan politik kepada ma­syarakat, agar mereka menjadi pemilih yang aktif dan cerdas di Pilkada nanti. Salah satu upaya yang dilakukan pihaknya, ung­kap dia, memberikan pendidikan melalui film “Kejarlah Janji”.

Mantan Ketua KPU DKI ini berharap, film sebagai media edukasi, bisa lebih mudah dicer­na masyarakat. “Sebagai salah satu media komunikadi, film (Kejarlah Janji) akan memberi edukasi dan pendidikan politik kepada masyarakat,” ujarnya.

Selain melalui film, sambung Betty, pihaknya juga terus melakukan berbagai edukasi politik kepada para pemilih pemula. Di antaranya, KPU melakukan edukasi politik dan kepemiluan ke sekolah-sekolah, agar para pemilih pemula memiliki tambahan pengetahuan.

Kami tak sekadar menargetkan para pemilih pemula mendatangi Tempat Pemungutan Suara (TPS). Kami berharap, mereka memahami mekanisme politik dan menjadi pemilih cerdas,” cetusnya.

Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Pusat, Lolly Suhenty menambahkan, pihaknya juga terus mendorong masyarakat agar terlibar aktif dalam Pilkada. Salah satu upaya yang telah dijalankan, Bawaslu beker­ja sama dengan kampus-kampus, untuk mengedukasi seluruh lapisan masyarakat.

“Selain berperan aktif dalam mengawasi seluruh tahapan Pilkada, para mahasiswa juga memiliki kapasitas untuk meningkatkan pengetahuan dan pema­haman masyarakat, minimal di lingkungan keluarga,” ucapnya.

Lolly menegaskan, gelaran Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan milik semua rakyat, baik yang peduli atau tidak terhadap proses demokrasi. “Kalau peduli, kita akan menjadi aktor yang mendorong lahirnya pemimpin terbaik bagi seluruh rakyat,” tandasnya.

Perbincangan tentang banyaknya masyarakat yang hanya menjadi penonton di Pilkada, juga ramai diperbincangkan netizen di media sosial X. Akun @masturohhh menilai, masyarakat bukannya tidak mau berbuat lebih banyak dalam menyambut pilkada. Tapi, mereka disibukan dengan urusan ekonomi.

“Hidup kami sudah pusing. Baru gajian, harus bayar listrik, bulanan untuk istri, dan tabungan pendidikan anak. Jadi, masyarakat nggak punya waktu untuk urus sepak terjang figur atau calonan kepala daerah,” cuitnya.

Akun @GayengLidaa44 menyatakan, keengganan rakyat mendorong perubahan terhadap para pasangan calon (paslon) merupakan dampak dari sistem atau mekanisme politik yang ada dan berlaku. Pasalnya, keputusan politik soal pencalonan di Pemilu, merupakan ranah partai politik.

“Percuma kita dorong ini itu, atau desak ini dan itu kepada paslon di Pilkada. Sebab, yang memutuskan adalah musyawarah koalisi atau ketum partai. Rakyat hanya menjadi komo­ditas dalam setiap gelaran pesta dekokrasi,” cetusnya.

“Suhu politik di +62 naik tu­runnya secepat kilat. Makanya jadi penonton lebih seru! Ada isu kedaruratan politik, dinasti politik, kemajuan daerah, tapi ujungnya cuma rebutan kekua­saan. Harusnya, tokoh-tokoh yang mau maju Pilkada tahu diri, berhenti rebutan kekuasaan atas nama rakyat,” timpal akun @NKA_10.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo