TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Harga Rokok Di Indonesia Masih Murah, Saatnya Naikkan Tarif Cukai

Oleh: Farhan
Senin, 23 September 2024 | 08:32 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Harga rokok di Indonesia masih jauh lebih murah dibanding negara-negara lain di dunia.

Saat ini, harga rata-rata rokok sebesar 2,87 dolar Amerika Seri­kat (AS), atau setara Rp 44.485 per bungkus. Angka ini jauh di bawah rata-rata harga rokok dunia yang sudah menembus 5,8 dolar AS atau Rp 89.900 per bungkus.

Murahnya harga rokok juga menjadi salah satu faktor penyebab tingginya angka perokok di Indonesia. Saat ini, sebanyak 37,9 persen dari 270 juta jiwa penduduk Indonesia adalah perokok. Angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara nomor 13 dengan konsumsi rokok terbanyak di dunia.

Direktur Center of Human and Economic Development (CHED) Institut Teknologi dan Bisnis Ah­mad Dahlan Jakarta (ITB-AD), Roosita Meilani Dewi meyakini, kenaikan cukai rokok merupakan salah satu solusi mengurangi konsumsi atau penambahan perokok aktif di Indonesia.

Kenaikan Cukai Hasil Tem­bakau (CHT) yang merata, dapat menghindari down trading serta dampak negatif multiplier effect dan eksternalitas negatif dari konsumsi rokok,” ujar Roosita di Jakarta, Sabtu (21/9/2024).

Karenanya, dia mengusulkan, Pemerintah menaikkan cukai ro­kok minimal 25 persen per tahun, dan kebijakan itu diberlakukan secara sama dan merata untuk semua jenis rokok. “Undang-Un­dang (UU) Cukai menetapkan, rata-rata cukai rokok hingga 57 persen. Namun, itu belum pernah diimplementasikan sepenuh­nya,” imbuhnya.

Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Abdillah Ahsan menambahkan, kondisi daya beli masyarakat yang tidak stabil atau menurun, merupakan waktu yang tepat untuk meningkatkan tarif cukai. Dia yakin, langkah tersebut akan menekan jumlah perokok baru, dan mendorong perokok aktif berhenti merokok.

“Jika harga yang ditingkatkan saat kondisi daya beli menurun, masyarakat akan mengalihkan dana untuk membeli rokok ke hal-hal yang lebih bermanfaat. Dampak positif dari kebijakan ini akan sangat besar bagi ke­hidupan sosial dan kesehatan masyarakat,” jelas dia.

Ahsan menegaskan, kenaikan cukai akan membawa pengaruh besar terhadap konsumsi dan produksi rokok di Indonesia. Kare­nanya, dia meminta, para pengam­bil kebijakan tidak termakan atau terpengaruh oleh ‘manuver’ para pengusaha rokok di Indonesia.

“Idealnya, tarif cukai dan harga naik hingga batas maksi­mal. Kemudian, konsumsi mas­yarakat turun, tapi penerimaan negara naik,” cetusnya.

Sementara Ketua Udayana Central, Putu Ayu Swandewi Astuti menyatakan, pengendalian konsumsi rokok melalui optimalisasi cukai akan mengenda­likan angka perokok pada semua spektrum masyarakat. Baik yang belum merokok atau sudah mero­kok, dewasa maupun anak muda.

Dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan menurunkan beban negara, angka perokok harus secara serius ditekan dari berbagai aspek pengendalian,” katanya.

Sebelumnya, anggota Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Benget Saragih mengatakan, menaikkan harga cukai tembakau merupa­kan upaya positif untuk menyela­matkan kesehatan masyarakat, dari dampak konsumsi rokok yang berlebihan.

“Urgensi menaikkan cukai, untuk mencegah kemudahan masyarakat mendapatkan rokok. Sebab, harga rokok di Indonesia masih terlalu murah,” ucapnya.

Menurut Benget, pihaknya sepakat dengan upaya menaik­kan harga rokok melalui pening­katan tarif cukai, demi menyela­matkan generasi muda Indonesia dalam menyongsong Indonesia Emas pada 2045 nanti. Hal ini sejalan dengan target pemerintah dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Kesehatan.

Salah satu tujuan utama per­aturan itu, lanjut dia, mening­katkan layanan promotif dan preventif untuk mencegah mas­yarakat jatuh sakit. Termasuk, mengurangi jumlah perokok aktif di bawah usia 21 tahun, melalui berbagai kebijakan konkrit baik, dari segi fiskal maupun non fiskal.

Kalau kita membuat target 2025-2029 sesuai dengan PP No­mor 28 tahun 2024, kita akan menurunkan prevalensi merokok usia 21 tahun ke bawah. Upaya tersebut memerlukan kebijakan fiskal dan non fiskal dan fiskal, yang harus berjalan,” tandas Benget.

Di media sosial X, netizen juga banyak yang mendukung kenaikkan tarif cukai rokok. Se­lain membuat harga rokok naik dan meningkatkan pendapatan negara, kebijakan itu juga diharapkan akan menyadarkan mas­yarakat, mengurangi kebiasaan yang merusak kesehatan.

Akun @Macropillaaa mengaku heran dengan orang-orang yang tetap membeli rokok disaat ekonomi keluarganya sedang suram. “Bayangin, rokok harganya Rp 20-30 ribuan per bungkus. Kalau dibeliin telur bisa dapat sekilo, sekeluarga bisa makan telur satu-satu, tapi kepala keluarganya lebih milih beli rokok,” cuitnya.

Akun @smocious juga mengaku bingung dengan semakin banyaknya remaja perempuan yang menjadi perokok. “Harga rokok hampir Rp 40 ribu per bungkus. Itu bisa buat beli 1 produk skin­care dan dipakai selama sebulan. Pembelian barang yang tepat bisa nambah cantik, rokok bisa bikin paru-paru rusak,” tulisnya.

Sementara itu, akun @miyakun_ menfku kaget dengan biaya konsumsi rokok yang ternyata bikin kantong jebol. “Ada tet­angga curhat, kebutuhan rokok suaminya bisa sampai Rp 2 juta per bulan, sehari bisa habiskan 3 bungkus rokok. Iya sih kantongnya mendukung, tapi maaf nih, itu paru-paru atau knalpot, ber­asap terus,” cetusnya.

Akun @serein_blue menceritakan, hasil survei kecil-kecilan yang dilakukannya. Menurut dia, banyak orang memaksakan diri membeli rokok meski duit pas-pasan. “Kaget euy pas ngitung pengeluaran rokok dari orang-orang yang aku tanyain. Rata-rata sehari habis 1 bungkus, harga Rp 25-27 ribu. Jadi, sebulan habis hampir Rp 1 jutaan buat rokok aja. Gaji mereka cuma UMR alias Rp 4 jutaan, berarti seperempat gajinya buat rokok aja,” tuturnya.

Akun @Nearnine101 mene­gaskan, konsumsi yang tidak ber­manfaat seperti merokok harus ditekan semaksimal mungkin, agar masyarakat tidak jatuh ke dalam kemiskinan. “Rokok di Indonesia masih murah, harusnya harga rokok Rp 50 ribu sebung­kus, agar makin susah dijangkau banyak orang,” usulnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo