TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Aksi Pembubaran Diskusi Jangan Sampai Terjadi Lagi

Oleh: Farhan
Selasa, 01 Oktober 2024 | 10:32 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Aksi pembubaran diskusi bertajuk ‘Silaturahmi Kebangsaan Diaspora’ yang dihelat oleh Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Grand Kemang, Jakarta, Sabtu (28/9/2024), jadi perbincangan pegiat dunia maya. Aksi itu diharapkan tidak terulang kembali. Selain melawan hukum, aksi tersebut juga merusak kualitas demokrasi.

Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menyatakan, sebagai negara demokrasi, Indonesia melindungi kebebasan berpendapat, bersuara dan berkumpul. Karenanya, upaya pembungkaman melalui pola-pola premanisme dan penggunaan kekerasan, seperti pembubaran diskusi FTA di Kemang, harus ditindak tegas.

“Aksi-aksi pembubaran dis­kusi seperti itu (di Kemang), merusak demokrasi dan mengangkangi aparat kepolisian selaku penegak hukum. Tidak ada hak dan kewenangan mereka melakukan itu,” tegas Roni-sapaan Ahmad Sahroni, di Jakarta, Senin (30/9/2024).

Politisi Partai NasDem ini juga mengapresiasi kinerja ke­polisian, yang sudah menangkap para pelaku pembubaran diskusi tersebut. Selanjutnya, dia men­dorong aparat penegak hukum mengusut motif para pelaku pembubaran.

“Polisi wajib telusuri motif para pelaku. Apa maksudnya? Kenapa berbuat sejauh itu? Tak menutup kemungkinan ada suatu agenda khusus di baliknya, mereka disuruh atau diprovo­kasi. Jadi, banyak kemungkinan, dan ini harus dibongkar sam­pai clear,” pintanya.

Wakil Ketua Harian Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Mumtaza Rabbany alias Gus Najmi, juga menanggapi kasus pembubaran diskusi yang dihad­iri sejumlah tokoh nasional itu. Pembubaran itu mengganggu Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi.

“Kebebasan berpendapat merupakan hak seluruh warga neg­ara. Sesuai konstitusi, hak terse­but dijamin dalam Pasal 28E dan 28F UUD 1945. Ironisnya, pengunaan hak tersebut masih terancam,” sesal Gus Najmi.

Berdasarkan laporan Freedom House, lanjut dia, kebebasan sipil di Indonesia menunjukkan penurunan signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

Ggus Najmi mengatakan, terjadinya insiden pembubaran diskusi di Kemang, menunjuk­kan hak-hak tersebut masih terancam.

“Kita tidak bisa diam saja saat premanisme mengintimidasi dis­kusi, yang seharusnya menjadi wadah untuk bertukar ide dan gagasan,” tegasnya.

Gus Najmi berharap, kejadian serupa terulang di masa mendatang, sekaligus mendorong generasi muda berani bersuara melawan ketidakadilan. Seluruh elemen masyarakat harus menjaga ruang publik sebagai tempat yang aman untuk berdiskusi dan berpendapat.

Kita harus bersatu melawan intimidasi dan untuk memper­juangkan kebebasan berbicara. Dengan melindungi hak-hak ini, kita sedang memperjuangkan masa depan Indonesia yang lebih baik dan lebih demokratis,” cetusnya.

Terpisah, Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko menyatakan, Polri mengecam aksi pembuba­ran paksa diskusi yang diseleng­garakan FTA di Kemang.

Menurut dia, Polri telah melakukan penyelidikan secara cepat dan sudah menangkap para tersangka pembubaran diskusi tersebut.

“Penangkapan itu tindak lanjut dari instruksi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, untuk menindak tegas premanisme. Kapolri juga telah menginstruk­sikan kepada seluruh jajaran menindak tegas, serta tidak men­tolerir segala bentuk tindakan premanisme dan anarkis yang dilakukan oleh kelompok ma­syarakat mana pun dan dengan alasan apa pun,” tegasnya.

Sementara, Wakapolda Metro Brigjen Pol Djati Wiyoto Abadhy menambahkan, pihaknya telah menetapkan 5 orang tersangka pembubaran diskusi di Kemang.

Di media sosial X, pembuba­ran paksa acara diskusi yang di­helat FTA juga mendapat sorotan netizen. Mereka menyesalkan adanya tindakan premanisme.

“Dikskusi saja tidak boleh. Primitif kali bah. Usut pelaku dan otak pembubarannya,” tulis akun @miftahhulD1.

“Kacau kalau forum tukar pikiran dan tanya jawab saja dibubarkan oleh preman. Seharusnya kepolisian itu bi­sa bantu menjaga keaman­an diskusi,” timpal akun @Rsssudiaaakb4ar.

Akun @hunepp meniliai, fo­rum diskusi baik berizin mau­pun tidak berizin, harusnya mendapat perlakuan yang sama, yakni dilindungi dari segala ancaman. Kecuali rapat untuk makar.

“Tema diskusinya jelas. Tokoh-tokoh yang hadir juga kompeten. Kok bisa-bisanya dibubarin preman. Memangnya mau bahas soal makar?” kat­anya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo