Beri Obat & Air Minum, Guru Ngaji Beraksi Gerayangi Murid
CIPUTAT-Sebelum melakukan aksi pelecehan, guru ngaji di Ciputat berinisial M (40) sempat memberikan obat dan air minum kepada korbannya. Dalihnya, agar para korban yang merupakan muridnya itu jadi tambah pintar setelah minum obat.
“Keterangannya dikasih obat terus diminum, setelah itu pingsan. Pada saat korban terbangun sudah tidak menggunakan pakaian,” kata Kepala UPTD PPA Tangsel, Tri Purwanto, Rabu (2/10).
Ketua RW tempat tinggal pelaku, Rahman mengatakan, terungkapnya kasus pelecehan seksual oleh guru ngaji setelah tiga orang korban mulai berani menceritakan kejadian yang dialaminya.
Setelah memperdalam informaso tersebut, ternyata didapati bahwa terdapat delapan anak yang telah menjadi korban aksi bejat guru ngaji selama ini.
“Pertamanya itu ada tiga orang yang lapor ke bu RT, terus bu RT lapor ke saya, nah terus saya kumpulin semua tuh. Pas dikumpulin, mereka ngakulah,” ungkapnya.
Rahman menyebut, aksi persetubuhan dilakukan di dalam rumah kontrakan pelaku ketika keadaan rumah sedang tidak ada siapa-siapa. “Di kontrakan keluarga ustadz, di rumah pelakunya sendiri,” tuturnya.
Warga yang saat itu geram dengan perilaku pelaku hampir tersulut emosi hingga ingin memberikan amukan. Namun akhirnya para warga memutuskan untuk melaporkan kejadian itu ke Polres Tangsel.
“Enggak disangka, namanya juga guru ngaji. Karena banyak orang jadi pada bilang buat bawa aja langsung ke Polres,” pungkasnya.
Pihak kepolisian sendiri telah menetapkan M sebagai tersangka pada Selasa (1/10) dan langsung dilakukan penahanan. M (40) dijerat dengan pasal berlapis dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Akademisi: Tangsel Tak Pantas Sandang Kota Layak Anak
Tindak pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) telah mencapai sekitar 63 kasus. Angka tersebut tercatat dalam laporan yang diterima UPTD PPA terhitung sejak Januari hingga September 2024.
Melihat tingginya angka itu, Dosen Hukum Pidana dan Hukum Perlindungan Perempuan dan Anak Fakultas Hukum Universitas Pamulang (Unpam), Halimah Humayrah Tuanaya menilai Tangsel sudah darurat kekerasan seksual anak."Tidak berlebihan jika Kota Tangsel saat ini darurat kekerasan seksual anak," ujarnya.
Menurutnya, dibutuhkan pendekatan komprehensif dan terkoordinasi menyikapi maraknya kekerasan seksual anak-anak.
Perlu edukasi publik tentang tindak pidana kekerasan seksual secara terus menerus agar publik terus waspada, calon pelaku mengurungkan niatnya melakukan kejahatan, dan orang yang mengalami, melihat, atau mendengar kekerasan seksual berani untuk melaporkan ke aparat penegak hukum.
Halimah menerangkan, secara khusus pemerintah pusat dan daerah perlu segera mengimplementasikan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dengan penguatan lembaga layanan bagi korban. UPTD PPA harus segera melakukan perbaikan dengan membuat layanan sistem satu atap atau (one stop service).
"Jadi jika ada korban mengadu, maka cukup di UPTD PPA saja, petugas kesehatan, psikolog, polisi yang datang dan dengan segera ke UPTD PPA untuk melayani dan memenuhi segala kebutuhan korban," terangnya.
Aparat kepolisian, Halimah menegaskan, juga harus mengacu juga pada UU TPKS dalam melakukan penanganan kekerasan seksual. Polisi wajib berkordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Sehingga korban yang membutuhkan perlindungan bisa dilindungi. LPSK juga akan menghitung besarnya restitusi yang bisa korban mintakan kepada pelaku.
Hak-hak seperti hak pemulihan, restitusi, kompensasi, rehabilitasi, serta hak-hak lainnya harus menjadi fokus dalam penanganan kasus kekerasan seksual. Jadi bukan melakukan penghukuman dengan mengkebiri pelaku. Terlebih masalah hukuman kebiri ini sudah menjadi kontroversi sejak UU Perlindungan Anak memuat hukuman kebiri. "Sehingga penerapannya perlu telaah yang lebih komprehensif," tegas Halimah.
Ia menyebut Kota Tangsel tidak lagi pantas menyandang status sebagai Kota Layak Anak. Justru sebaliknya, menjadi kota yang tidak ramah, bahkan berbahaya bagi anak-anak.
Status berbahaya bagi anak-anak ini, tidak hanya karena kekerasan seksual tentunya. Tetapi juga penculikan yang belakangan dialami sejumlah anak di Kota Tangsel. Predikat Kota Layak Anak tidak lebih sebatas formalitas.
"Seberapa jujur, transparan dalam penilaian Kota Layak Anak ini?. Semestinya kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak melibatkan akademisi, aktivis perlindungan anak setempat dalam melakukan penilaian terhadap suatu daerah untuk menentukan predikatnya sebagai Kota Layak Anak. Jadi, jelas sekali lagi, Predikat Kota Layak Anak tidak lebih sebatas formalitas," pungkasnya.
TangselCity | 8 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Olahraga | 12 jam yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu