TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo
Tantangan Global Umat Masa Depan (9)

Millenial: ``Agama Sahabat Tetapi Merepotkan``

Oleh: Prof DR KH Nasaruddin Umar
Minggu, 05 Juni 2022 | 10:43 WIB
Prof DR KH Nasaruddin Umar
Prof DR KH Nasaruddin Umar

JAKARTA - Kalangan millenial masih banyak merasakan agama sebagai sahabat tetapi merepotkan. Sahabat karena setiap ma­nusia mempunyai kodrat dan naluri untuk beragama. Paling merepotkan karena sepanjang waktu, kapan pun dan di mana pun, agama haru selalu hadir di dalam jiwa dan raga manu­sia.

Agama juga selalu menuntut loyalitas manusia. Bahkan masih ada di antara mereka mempertanyakan, mengapa yang enak-enak diharamkan dan susah-susah diwajibkan?

Kalangan millenial umumnya masih awam, belum sampai pada maqam pencarian keagamaan lebih tinggi. Mereka pada umumnya sudah bersahabat dengan agama pada satu sisi, tetapi pada sisi lain masih merasa terbebani oleh agama itu.

Mereka sepertinya tidak bisa hidup tanpa agama tetapi mereka juga merasakan agama sebagai beban, setidaknya sering terlintas pertanyaan di dalam diri mereka, mengapa agama begitu banyak memasang daerah terlarang di sekitar diri mereka?

Kehadiran agama justru untuk memanusiakan manusia. Manusia akan kehilangan martabat dan jati diri tanpa agama. Akan tetapi konsekwensi bagi anak manusia yang berpegang teguh kepada ajaran agamanya, mereka harus berada dalam suasana tergenggam oleh agama. Terkadang genggamannya dirasakan sangat kuat, bagaikan sebuah cekikan. Namun tidak jarang terjadi genggamannya dirasakan sangat lembut, bagaikan lembutnya belaian seorang ibu terhadap bayinya.

Benci tetapi rindu, membebani tetapi dicintai, berjarak tetapi dekat, menyulitkan tetapi dibutuhkan, merepotkan tetapi menyelamatkan, menyiksa tetapi dinikmati, rumit tetapi dibela, berat tetapi dipertahankan. Itulah agama bagi orang awam.

Tentu kita semua berharap untuk menemukan agama di dalam diri kita tanpa sekat “tetapi”, sehingga yang terwujud adalah kristalisasi diri dan agama tanpa sekat. Agama bagi kita sudah menjadi sesuatu yang dirindukan, dicintai, dekat, dibutuhkan, dinikmati, dibela, dan dipertah­ankan.

Pada akhirnya kita mendambakan agama bisa mem­berikan ketenangan jiwa, kelurusan jalan pikiran, kesucian batin, kedamaian abadi, dan pada akhirnya mengantarkan kita untuk mencapai puncak dari segala puncak kenikmatan: Berjumpa dan menyatu dengan Tuhan.

Agama di level awal isinya benturan, di level menengah isinya pengertian mendalam, di level atas isinya cinta, dan dilevel puncak isinya kepasrahan dan tawakkal. Mari kita mendaki agama kita sehingga mencapai puncak kepasrahan (islam). Selama kita bertahan di level bawah selama itu pula kita hidup di level memberatkan atau diberatkan.

Jika hidup dan beragama di level atas maka kita akan hidup di level meringankan atau diringankan. Jangan pernah berhenti mencari sebelum menemukan, karena di atas langit masih banyak langit. Akan tetapi jangan menghabiskan waktunya sepanjang masa hanya untuk mencari dan terus mencari.

Selama kita masih mencari selama itu pula energy kita tersedot. Jika pada saatnya sudah sampai dan menemukan yang dicari (makna hidup), maka di situ akan surplus energy. Karena itu, mencari akan melelahkan dan menemukan akan melegakan.

Dunia tanpa agama melelahkan dan agama tanpa dunia menyulitkan, dan sinergi antara keduanya melegakan.

Tantangan kita sebagai umat beragama, bagaimana mera­sakan agama sudah bukan lagi terasa membebani tetapi membebaskan, ajarannya tidak lagi terasa wajib tetapi dinikmati, tidak lagi kita rasakan sesuatu yang “we have to...”, tetapi sudah menjadi “I like to ...”.

Agama tidak lagi menjadi bagian dari problem, tetapi benar-benar menjadi solusi permanen terhadap seluruh problem kehidupan kita. Agama sudah mampu mengubah penderitaan menjadi ken­ikmatan, mengubah kekecewaan menjadi sesuatu yang indah, rasa sakit pada penyakit semakin berkurang, pengabdian kepada Tuhan dan kepada keluarga dan masyarakat lebih tulus, dan energi agama sudah menembus lorong-lorong buntu dalam kehidupan.

Bahkan mati pun tidak lagi mena­kutkan, ancaman neraka pun tidak lagi mengerikan, karena sudah terjadi kesadaran puncak bahwa kita adalah bagian dari diri-Nya. (rm.id)

TAG:
Agama
Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo