TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

RS Swasta Hadirkan Alat Kesehatan Mutakhir, Pasien Tak Perlu Lagi Berobat Ke Singapura

Laporan: AY
Sabtu, 23 November 2024 | 10:29 WIB
Peresmian Rumah Sakit Panglima Besar Soedirman. Foto : Ist
Peresmian Rumah Sakit Panglima Besar Soedirman. Foto : Ist

JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menilai, Rumah Sakit (RS) swasta memiliki potensi mengurangi kecenderungan orang Indonesia berobat ke luar negeri. Sebab, mereka bisa menghadirkan berbagai teknologi kesehatan paling mutakhir dalam mendeteksi sejumlah penyakit, seperti kanker, melalui dukungan finansial yang mereka miliki.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyatakan, alat-alat kesehatan berteknologi tinggi dan mutakhir, seperti Cyclotron dan Digital PET/CT Scan, belum banyak dimiliki oleh rumah sakit. Padahal, kedua alat tersebut merupakan teknologi mutakhir yang dirancang untuk meningkatkan deteksi dini penyebaran kanker.

Di RS Mandaya Royal Puri, sebut Budi, alat seperti Cyclotron dan Digital PET/CT Scan sudah tersedia. Dia meyakini, jika RS swasta lain bisa mengadakan alat-alat kesehatan paling mutakhir, bisa menekan kebisaan orang Indonesia berobat ke luar negeri.

“Alat (Cyclotron dan Digital PET/CT Scan) ini mahal, belum banyak rumah sakit yang memilikinya. Tapi, manfaatnya sangat besar,” ujar Budi dalam keterangan resminya, dikutip Jumat (22/11/2024).

Menurutnya, dengan Cyclotron dan digital PET/CT scan, kita bisa mendeteksi penyebaran sel tumor lebih akurat. Ini memungkinkan pasien tetap dirawat di dalam negeri, tidak perlu ke Singapura.

“Bayangkan, ada potensi devisa ratusan triliun rupiah yang bisa kita hemat,” imbuhnya.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, kanker merupakam salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia, termasuk di Indonesia.

Berdasarkan data World Health Organization (WHO), melalui The International Agency for Research on Cancer (IARC), estimasi kasus kanker baru di Indonesia pada 2022 mencapai 408.661 kasus, dengan angka kematian 242.988.

Budi menegaskan, jumlah tersebut diperkirakan akan terus bertambah jika tidak ada upaya penanggulangan signifikan. Sebab itu, dia mendorong ada kerja sama dari pihak swasta menghadirkan pengobatan berkualitas, karena tingkat kematian akibat kanker dapat dicegah melalui skrining rutin dan diagnosis dini.

“Kemenkes terus berupaya meningkatkan jejaring layanan penyakit kanker, salah satunya dengan mendukung pengembangan terapi kanker berbasis teknologi seperti radioterapi. Pemerintah juga sedang mempercepat pembangunan jejaring PET-CT dan siklotron (Cyclotron),” tuturnya.

Hingga Agustus 2024, lanjut Budi, sudah ada tiga fasilitas siklotron yang beroperasi di Jakarta, yaitu di RSK Dharmais, RS MRCCC Siloam dan RS Gading Pluit. Pihaknya menargetkan memasang enam PET Scan di tahun 2024, sembilan tahun 2025 dan satu lagi pada 2027.

“Dengan begitu, semua pulau di Indonesia akan memiliki akses ke PET Scan. Untuk mendukung itu, kita membutuhkan jaringan Cyclotron yang dapat mendistribusikan radiofarmaka ke seluruh Indonesia,” katanya.

Namun begitu, Budi menegaskan, rumah sakit Pemerintah tidak cukup bila melayani seluruh pasien di Indonesia. Utamanya kelas menengah atas yang membutuhkan opsi layanan kesehatan premium. Sebab itu, dia mendorong rumah sakit swasta mempercepat peningkatan kualitas layanan, baik dari segi teknologi, fasilitas maupun tenaga medis.

Terpisah, Presiden Direktur Mandaya Hospital Group Ben Widaya menjelaskan, Cyclotron dan Digital PET/CT Scan merupakan teknologi mutakhir untuk mendeteksi penyebaran kanker.

Menurut dia, fasilitas itu memungkinkan pemindaian kanker dengan resolusi lebih tajam, waktu pemeriksaan lebih cepat dan diagnosis lebih akurat.

Cyclotron ibarat tinta untuk printer PET Scan, menghasilkan zat pelacak radioaktif yang memungkinkan dokter mendeteksi kanker dengan lebih baik. Kehadiran teknologi kesehatan termutakhir akan sangat membantu dan menolong banyak orang,” ujarnya.

Lebih lanjut, Ben menguraikan tentang perbedaan PET Scan dengan alat pendeteksi konvensional. Perbedaan kedua alat tersebut sama seperti kamera foto analog dan digital yang saat ini lajim digunakan masyarakat.

“Kalau dibandingkan dengan PET Scan yang konvensional, alat yang lama seperti kamera analog yang masih menggunakan roll film. Kalah dengan kamera digital jaman sekarang. Hasilnya pasti beda,” cetusnya.

Sementara itu, anggota Komisi IX DPR, Irma Suryani Chaniago berpendapat, selain soal teknologi kesehatan, faktor lain yang harus ditingkatkan untuk menekan kecenderungan orang Indonesia berobat ke luar negeri, yakni pelayanan tenaga kesehatan.

Sekarang, sebanyak 80 persen RS di Penang (Malaysia), isinya orang Indonesia.

“Kemarin, saya ke sana. Meski saya senang saat berobat di sana dilayani dengan baik, ramah, kemudian teratur dan murah, tapi saya sedih. Kok bisa 80 persen orang Indonesia ada di sana,” ungkapnya.

Irma percaya, kualitas dokter yang ada di Indonesia tidak kalah saing dengan dokter yang ada di luar negeri. Karenanya, dia mengingatkan kepada para dokter di Indonesia memberikan pelayanan kesehatan yang pintar dan ramah kepada pasien.

“Pintar dalam arti, tepat memberikan resep obat untuk pasien. Kalau melayani pasien jangan judes-judes, jangan acuh tak acuh, merasa bosen, merasa dokter, senyum aja pelit, itu bikin pasien sakit,” tegas politisi Partai NasDem itu.

Di media sosial X, kecenderungan orang Indonesia berobat ke luar negeri ramai diperbincangkan netizen.

“Orang-orang yang berobat ke luar itu karena mereka nggak percaya dengan pelayanan kita. Padahal, kandungan infus hingga obatnya kan sama saja,” cuit akun @drAgonLaMPPS.

Akun @2528909 berpendapat, banyaknya orang Indonesia berobat ke luar negeri lantaran tidak adanya kepercayaan atas kualitas obat-obatan dan teknologi kesehatan di dalam negeri.

“Mungkin, obat-obatan terbaru dan belum masuk ke Indonesia, juga perlu mendapat kemudahan. Jadi, orang-orang nggak perlu ke Singapura atau Malaysia, hanya untuk mendapat obat kesehatan tertentu,” tulisnya.

Akun @MMhtmmji mendorong Pemerintah meningkatkan layanan kesehatan di bidang estetika alias kecantikan.

“Di Korea, banyak orang Indonesia operasi hidung. Sebab, ada branding Korea adalah surganya operasi plastik berkualitas dan murah. Di Indonesia mungkin perlu ada konsep yang sama,” katanya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo