TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Disebut Ciut Nyali Lawan Koruptor, Pimpinan KPK Meradang

Oleh: Farhan
Minggu, 15 Desember 2024 | 11:03 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Pimpinan KPK meradang disebut ciut nyali lawan koruptor. Mereka beralasan, perang melawan koruptor bukan soal perkara nyali, tapi mencari bukti-bukti dalam peristiwa hukumnya. 

Kekecewaan ini diungkapkan Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak saat diminta tanggapan soal kritikan dari Dewas KPK. Dalam kritiknya, Dewas menilai pimpinan KPK telah ciut nyali untuk melawan para perampok duit negara.

Tanak menganggap, pernyataan Dewas KPK itu, seperti komentator dalam pertandingan sepak bola. Menurutnya, komentator selalu merasa lebih hebat dari para pemain sepak bola. 

"Memberi komentar kepada pemain sepak bola. Seakan-akan pemain sepak bola yang sedang bermain sepak bola itu tidak pandai bermain," kata Tanak, kepada wartawan di Jakarta.

Padahal, kata Tanak, komentator tidak bermain langsung dalam pertandingan sepak bola. Namun, merasa paling jago dan paling mengerti soal sepak bola. "Padahal mereka sendiri tidak bisa bermain sepak bola," kata Tanak, menyindir balik.

Tanak yang terpilih kembali menjadi pimpinan KPK ini, menuturkan soal proses penanganan korupsi. Kata dia, memberantas korupsi tidak hanya soal nyali yang besar untuk melakukan penindakan, melainkan bagaimana peristiwa hukumnya.

"Penanganan suatu perkara pidana, bukan didasari pada nyali seperti yang dikatakan oleh Syamsuddin Haris, anggota Dewas KPK," kata Tanak.

Menurutnya, perkara pidana diproses atau tidak, hal tersebut tergantung pada peristiwa hukum itu sendiri. "Karena belum tentu suatu perbuatan hukum dapat dikualifikasi sebagai suatu peristiwa pidana," tegas Tanak.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata juga merespons pernyataan Dewas KPK. Alex meminta Dewas menunjuk langsung, siapa pimpinan KPK yang disebut ciut nyali. "Pimpinan yang mana? Pimpinan kan ada lima," cetusnya.

Menurut Alex, seharusnya Dewas tak hanya komentar kecilnya nyali pimpinan lembaga antirasuah. Kata dia, Dewas juga harus memotret persoalan penanganan korupsi di KPK secara utuh. 

"Apa benar pimpinan tidak punya nyali atau atau ada hal lain yang menghambat penanganan korupsi di KPK," beber Alex.

Alex menegaskan, selama ini pimpinan KPK tak pernah menolak setiap ada sprindik yang diajukan. Semua akan diproses berdasarkan proses hukum yang berjalan. "Rasanya pimpinan tidak pernah menolak setiap sprindik yang diajukan penyidik," ungkap Alex.

Diketahui, Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris menyampaikan kritik saat konferensi pers terkait laporan kinerja periode 2019-2024 di Gedung ACLC, Jakarta Selatan, Kamis (12/12/2024).

Mulanya, Syamsuddin menyinggung riwayat kasus etik yang menyeret sejumlah nama pimpinan KPK periode 2019-2024. "Bahwa dalam penilaian Dewas, pimpinan KPK belum dapat memberikan teladan, khususnya mengenai integritas. Ini terbukti dari tiga Pimpinan KPK yang kena etik dan anda semua sudah tahu siapa saja,” ungkap Syamsuddin.

Tak hanya integritas, Syamsuddin menyebutkan pimpinan KPK juga belum menunjukan konsistensi dari sisi sinergitas. “Hal ini bisa kita lihat, misalnya muncul secara publik misalnya statemen pimpinan A kok bisa berbeda dengan Pimpinan B tentang kasus yang sama. Kami di Dewas sangat menyesalinya,” ujarnya.

Syamsuddin menambahkan, pimpinan KPK saat ini tidak memiliki nyali dalam pemberantasan korupsi. Ke depan, dia berharap pimpinan berikutnya mempunyai nyali besar dalam pemberantasan korupsi.

“Apakah pimpinan itu ada atau memiliki nyali, mungkin ada, tapi masih kecil. Ke depan dibutuhkan pimpinan yang memiliki nyali besar dalam pemberantasan korupsi," sindirnya.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mengamini, pernyataan Dewas KPK yang meragukan nyali komisionernya dalam memerangi korupsi. Boyamin mencontohkan kasus korupsi yang melibatkan mantan Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor (Paman Birin).

Paman Birin diketahui sempat ditetapkan tersangka oleh KPK dalam kasus suap proyek di Kalsel. Namun, status itu gugur setelah Paman Birin menang praperadilan. Paman Birin juga tercatat telah dua kali mangkir dari agenda pemeriksaan KPK. Keberadaannya kini masih tidak diketahui penyidik KPK.

"Kalau istilah saya itu KPK nyalinya super kecil, bukan hanya kecil aja," sindirnya. 

Selain itu, Boyamin juga menyindir pimpinan KPK yang kurang berani mengusut kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR di Senayan. "Apa karena DPR-nya sudah bersih? Nggak juga, masih banyak oknumnya tapi mereka nampak seperti dulu mereka tidak akan memproses DPR kalau mereka terpilih, akhirnya tampak kayak tidak punya nyali," kritik Boyamin.

Belum lagi soal Harun Masiku. Seharusnya, kata Boyamin, Harun Masiku telah tertangkap tangan pada Januari 2020 atas kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR.

"Terus juga ada perkara-perkara lain mereka malah bentrok sendiri. Di antara pimpinan punya agenda sendiri-sendiri, tidak kompak. Itu yang menjadikan mereka tidak bernyali," jelasnya. 

Hal senada disampaikan Koordinator Divisi Pengelolaan Pengetahuan Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah. Dia mengaku setuju dengan Dewas soal nyali kecil pimpinan KPK. "Hal ini bisa dilihat dari 2 dimensi, kuantitas dan kualitas. Dari segi kualitas, terdapat perbedaan yang cukup menonjol saat KPK era Agus Rahardjo Cs dibanding pimpinan sekarang," sebut Wana saat dihubungi. 

Wana bilang, pada kepemimpinan Agus, KPK berhasil melakukan operasi tangkap tangan (OTT) sebanyak 87 kasus. Sedangkan di era Firly Bahuri yang kemudian digantikan Nawawi Pamolango hanya 31 kasus. Menurutnya, KPK hari ini memasuki masa paceklik penindakan. Sehingga korupsi kian subur dan keadilan bagi korban rasuah nihil.

Kenapa OTT bisa jadi ukuran? Kata Wana, Karena dengan OTT, KPK sebelumnya bisa menangkap menteri, anggota DPR, serta penjahat kakap lainnya. "Sedangkan pada pimpinan era saat ini, OTT yang menyasar pimpinan institusi tinggi seperti menteri, anggota DPR, cenderung rendah," sebut Wana.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo