Diviralkan Terima Amplop Saat Rapat
Anggota DPR: Saya Terima SPPD

JAKARTA - Video singkat Anggota DPR ambil amplop setelah tanda tangan saat rapat bikin heboh dan viral di media sosial. Anggota DPR yang ada di video tersebut memastikan amplop itu berisi uang SPPD alias Surat Perintah Perjalanan Dinas.
Video itu banyak beredar di media sosial X, Instagram, TikTok, hingga Facebook. Video itu diklaim terjadi saat Komisi VI DPR sedang rapat dengan Pertamina pada Selasa, 11 Maret 2025. Video berdurasi 21 detik itu salah satunya dibagikan oleh akun @ZulkifliLubis69.
Dalam video itu terlihat seorang pria berbatik kuning mengambil amplop dari dalam map usai membubuhkan tanda tangan. Dengan cepat, amplop itu langsung dimasukkan ke kolong meja.
Banyak yang bikin narasi menyerang terkait video ini. Salah satunya, Akun @ZulkifliLubis69. “Perhatikan amplop kuning langsung simpan di bawah meja,” tulisnya, dikutip Rabu, (12/3/2025).
Belakangan diketahui, anggota DPR di dalam video itu adalah Herman Khaeron, anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Demokrat. Ia menerima amplop saat anggota Komisi VI dari Fraksi PDIP Darmadi Durianto sedang berbicara.
Herman yang duduk di sampingnya terlihat dihampiri seseorang sambil menyodorkan sebuah dokumen. Ia kemudian membuka dokumennya dan membutuhkan tanda tangan. Setelahnya, Herman mengambil amplop coklat yang terselip di dalamnya dan menyimpannya ke bawah meja.
Mengetahui aksinya terekam video dan diviralkan, Herman langsung memberikan klarifikasi. Herman bilang, dokumen yang ditandatangani itu berisi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD). Ia juga mengatakan ada jatah uang perjalanan dinas di dalamnya, yang semestinya diterima minggu lalu, tapi belum sempat diambil.
Herman menegaskan bahwa penerimaan amplop tersebut merupakan prosedur standar dalam kegiatan kedinasan dan tidak terkait dengan tindakan yang melanggar hukum.
“Saya menandatangani di sini dan saya terima SPPD saya di meja, dengan batik baju kuning,” ungkap Herman dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan PT Perusahaan Gas Negara dan PT Pertamina Hulu Energi di Komisi VI DPR kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/3/2025).
Ia juga menjelaskan saat rapat dengan Pertamina sebelumnya, Komisi VI membahas upaya penyelamatan terhadap badan usaha milik negara tersebut. Dengan munculnya video ini, dia khawatir justru menghancurkan citra perusahaan.
Herman lantas mengultimatum pihak yang menyebarkan video untuk menghapus konten yang dianggap menyesatkan dan berisi fitnah. Ia menekankan bahwa tindakan penyebaran informasi tanpa klarifikasi dapat merugikan reputasi dan menciptakan persepsi negatif di masyarakat.
“Saya siap melawan, karena tidak ada hal-hal yang seperti apa dituduhkan. Itu adalah fitnah. Di bulan puasa ini fitnahnya berkali lipat, maka itu saya mendoakan semoga kembali ke jalan yang benar,” ujarnya.
Wakil Ketua Komisi VI Andre Rosiade ikut membela Herman. Anggota Fraksi Partai Gerindra ini membantah amplop tersebut merupakan jatah lebaran untuk seluruh anggota dewan yang membidangi perusahaan pelat merah. Kata Andre, bungkusan yang diterima koleganya di Komisi VI berisi dokumen SPPD.
Di mana bapak batik baju kuning itu menandatangani SPPD itu soal perjalanan dinasnya,” jelas Andre Rosiade di sela rapat dengan direksi PT Perusahaan Gas Negara dan PT Pertamina Hulu Energi, Rabu (12/3/2025).
Menurutnya, Herman belum sempat mengambil amplop tersebut di Sekretariat Komisi VI. Makanya dari pihak sekretariat langsung menyerahkannya kepada Herman.
“Nah, untuk itu saya berikan kesempatan bapak yang pakai batik warna kuning untuk mengklarifikasi langsung supaya ini clear, jangan ada fitnah ya, opini yang menyesatkan,” tutur Andre.
Andre menuding ada upaya dari pihak tertentu yang ingin menjadikan isu amplop coklat tersebut sebagai berita buruk di Komisi VI DPR. “Saya menegaskan ini supaya perang kita terhadap mafia migas jangan terganggu dengan fight back mafia terhadap kita,” tekan Andre.
Terpisah, Pengamat Keamanan Siber dari Vaksin.com, Alfons Tanujaya menilai pihak yang tertuduh bisa saja melaporkan kasus ini kepada pihak yang berwajib. Sehingga kasusnya bisa masuk delik pidana.
“Kalau memang fitnah ya jelas bisa diadukan. Kalau bukan fitnah dan terbukti menerima suap, ya sebaliknya harus dipertanggungjawabkan oleh penerima suap,” pungkas Alfons kepada Rakyat Merdeka.
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu