TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Jadwal imsak
Dewan Pers

Hasto Jalani Sidang Perdana, Peluk Istri Serta Tebar Senyum

Reporter: Farhan
Editor: AY
Sabtu, 15 Maret 2025 | 09:50 WIB
Hasto Kristiyanto memeluk Istri. Foto : Ist
Hasto Kristiyanto memeluk Istri. Foto : Ist

JAKARTA - Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto jalani sidang perdana sebagai ter­dakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Jumat (14/3/2025). Usai sidang, Hasto yang dipeluk istri dan kerabat­nya itu meneriakkan kata "merdeka".

 

Hasto tiba di lokasi sekitar pukul 08.52 WIB, mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK. Saat memasuki ruang sidang Hatta Ali, ia disambut oleh pendukungnya yang memberikan salam dan dukungan.

 

Sebelum sidang dimulai, Hasto sempat membacakan secarik kertas, menyatakan bahwa kasus yang menjer­atnya merupakan bentuk kriminalisasi hukum demi kepentingan kekuasaan.

 

Politisi asal Yogyakarta ini meng­klaim dirinya adalah tahanan politik dan menuding proses hukum terhadapnya penuh manipulasi. Hasto juga menyo­roti langkah KPK yang menurutnya terburu-buru dalam pelimpahan berkas.

 

“Mohon doanya. Saya akan meng­hadapi semuanya dengan kepala tegak dan mulut tersenyum karena proses ini sangat kental dengan mua­tan politik,” ujar Hasto.

 

Tak lama kemudian, Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto memasuki ruangan dan meminta Jaksa Penuntut Umum pada KPK membacakan dakwaannya yang terbagi dalam dua poin utama.

 

Dalam dakwaan kesatu, Hasto didak­wa menghalangi penyidikan kasus suap mantan Komisioner KPU Wahyu Se­tiawan yang melibatkan Harun Masiku. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku untuk merendam ponsel­nya. Perintah itu disampaikan melalui koleganya, Nur Hasan.

 

"Tindakan ini diambil dengan tujuan untuk menghilangkan jejak digital Harun agar tidak terlacak oleh KPK,” ujar Jaksa Wawan Yunarwanto.

 

Selain itu, Hasto juga disebut mengarahkan Harun untuk bersembunyi di Kantor DPP PDIP dan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) agar tidak terdeteksi penyidik KPK.

 

Tak hanya itu, Hasto juga diduga menyuruh asistennya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam­nya sebelum diperiksa oleh penyidik pada 10 Juni 2024. Namun, KPK tidak berhasil menemukan ponsel tersebut.

 

Dalam dakwaan kedua, Hasto di­duga bersama koleganya di PDIP yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku, memberikan uang sebe­sar 57.350 dolar Singapura atau sekitar Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan.

 

Tujuannya adalah untuk melolos­kan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW). Padahal, suara ter­banyak kedua adalah caleg atas nama Riezky Aprilia. Sesuai aturan, Riezky yang akan menempati kursi DPR milik Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Karena di dapil tersebut, suara Harun berada di posisi ketiga.

 

Jaksa menyebut Hasto mengarahkan agar Harun didukung menjadi anggota DPR karena merupakan keputusan partai. Ia juga disebut berupaya melobi KPU agar menerima fatwa Mahkamah Agung (MA) yang menguntung­kan Harun. Hasto bahkan disebut menerima fatwa MA itu langsung di ruang kerja Ketua MA yang saat itu dijabat Hatta Ali.

 

Jaksa menguraikan bahwa Hasto me­nitipkan uang Rp 400 juta kepada staf DPP PDIP, Kusnadi, untuk diserahkan kepada Saeful Bahri dan diberikan kepada Wahyu Setiawan. Uang itu dibungkus dalam amplop cokelat dan dimasukkan dalam tas hitam.

 

"Dengan mengatakan 'Mas ini ada perintah Pak Sekjen untuk menyerah­kan duit operasional Rl 400 juta ke Pak Saeful, yang Rp 600 juta Harun Masiku'," tutur jaksa.

 

Menanggapi dakwaan tersebut, kuasa hukum Hasto, Febri Diansyah menilai kesimpulan yang diambil pe­nyidik lebih berdasarkan asumsi dan opini, bukan bukti konkret. “Tuduhan ini dibangun dari mencampuradukkan opini, dan itu sangat berbahaya dalam proses penegakan hukum,” ujar Febri.

 

Mantan Juru Bicara KPK ini juga mengkritisi adanya kesalahan ke­tik dalam surat dakwaan, di mana KUHAP tertulis sebagai KUHP. Ia menegaskan bahwa meskipun hanya satu huruf, kesalahan tersebut penting karena menyangkut hak asasi manusia (HAM) kliennya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit