Hasto Jalani Sidang Perdana, Peluk Istri Serta Tebar Senyum

JAKARTA - Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto jalani sidang perdana sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Jumat (14/3/2025). Usai sidang, Hasto yang dipeluk istri dan kerabatnya itu meneriakkan kata "merdeka".
Hasto tiba di lokasi sekitar pukul 08.52 WIB, mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK. Saat memasuki ruang sidang Hatta Ali, ia disambut oleh pendukungnya yang memberikan salam dan dukungan.
Sebelum sidang dimulai, Hasto sempat membacakan secarik kertas, menyatakan bahwa kasus yang menjeratnya merupakan bentuk kriminalisasi hukum demi kepentingan kekuasaan.
Politisi asal Yogyakarta ini mengklaim dirinya adalah tahanan politik dan menuding proses hukum terhadapnya penuh manipulasi. Hasto juga menyoroti langkah KPK yang menurutnya terburu-buru dalam pelimpahan berkas.
“Mohon doanya. Saya akan menghadapi semuanya dengan kepala tegak dan mulut tersenyum karena proses ini sangat kental dengan muatan politik,” ujar Hasto.
Tak lama kemudian, Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto memasuki ruangan dan meminta Jaksa Penuntut Umum pada KPK membacakan dakwaannya yang terbagi dalam dua poin utama.
Dalam dakwaan kesatu, Hasto didakwa menghalangi penyidikan kasus suap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan yang melibatkan Harun Masiku. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku untuk merendam ponselnya. Perintah itu disampaikan melalui koleganya, Nur Hasan.
"Tindakan ini diambil dengan tujuan untuk menghilangkan jejak digital Harun agar tidak terlacak oleh KPK,” ujar Jaksa Wawan Yunarwanto.
Selain itu, Hasto juga disebut mengarahkan Harun untuk bersembunyi di Kantor DPP PDIP dan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) agar tidak terdeteksi penyidik KPK.
Tak hanya itu, Hasto juga diduga menyuruh asistennya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebelum diperiksa oleh penyidik pada 10 Juni 2024. Namun, KPK tidak berhasil menemukan ponsel tersebut.
Dalam dakwaan kedua, Hasto diduga bersama koleganya di PDIP yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku, memberikan uang sebesar 57.350 dolar Singapura atau sekitar Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan.
Tujuannya adalah untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW). Padahal, suara terbanyak kedua adalah caleg atas nama Riezky Aprilia. Sesuai aturan, Riezky yang akan menempati kursi DPR milik Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Karena di dapil tersebut, suara Harun berada di posisi ketiga.
Jaksa menyebut Hasto mengarahkan agar Harun didukung menjadi anggota DPR karena merupakan keputusan partai. Ia juga disebut berupaya melobi KPU agar menerima fatwa Mahkamah Agung (MA) yang menguntungkan Harun. Hasto bahkan disebut menerima fatwa MA itu langsung di ruang kerja Ketua MA yang saat itu dijabat Hatta Ali.
Jaksa menguraikan bahwa Hasto menitipkan uang Rp 400 juta kepada staf DPP PDIP, Kusnadi, untuk diserahkan kepada Saeful Bahri dan diberikan kepada Wahyu Setiawan. Uang itu dibungkus dalam amplop cokelat dan dimasukkan dalam tas hitam.
"Dengan mengatakan 'Mas ini ada perintah Pak Sekjen untuk menyerahkan duit operasional Rl 400 juta ke Pak Saeful, yang Rp 600 juta Harun Masiku'," tutur jaksa.
Menanggapi dakwaan tersebut, kuasa hukum Hasto, Febri Diansyah menilai kesimpulan yang diambil penyidik lebih berdasarkan asumsi dan opini, bukan bukti konkret. “Tuduhan ini dibangun dari mencampuradukkan opini, dan itu sangat berbahaya dalam proses penegakan hukum,” ujar Febri.
Mantan Juru Bicara KPK ini juga mengkritisi adanya kesalahan ketik dalam surat dakwaan, di mana KUHAP tertulis sebagai KUHP. Ia menegaskan bahwa meskipun hanya satu huruf, kesalahan tersebut penting karena menyangkut hak asasi manusia (HAM) kliennya.
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu