Jalan Anies-AHY Nanjak & Berliku
JAKARTA - Anies Baswedan dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) banyak dijagokan jadi pasangan capres-cawapres di Pilpres 2024. Namun, jalan Anies-AHY bersatu tidak mulus. Jalannya panjang, nanjak dan berliku. Harap sabar ya…
Kenyataan itu diungkapkan Ketua DPP NasDem, Willy Aditya saat menanggapi peluang Anies dan AHY jadi pasangan di pilpres.
Menurut dia, NasDem tidak ingin ada istilah "kawin paksa", khususnya dalam membangun koalisi pilpres pasca ramainya kabar penjajakan NasDem, PKS, dan Demokrat majukan Anies-AHY.
"Pak Surya ingin mengajak ketika duduk itu ketemu PKS, Demokrat. Ya, kita berbicara our problem, problem kita apa sih? Ini bukan masalah kawin-kawinan. Toh sekarang NasDem nggak punya handicap dengan siapapun," beber Willy, di Jakarta, kemarin.
Jika pembahasan masalah sudah disepakati dan ditemukan formulanya, maka penentuan kandidat yang akan diusung di Pilpres akan lebih mudah. Sehingga, nama-nama tokoh yang diusung partai itu, ibarat menyatukan puzzle.
NasDem sendiri berdasarkan hasil rakernas punya tiga nama: Anies, Ganjar Pranowo, dan Andika Perkasa. Ketiganya dianggap memiliki modal yang mumpuni. Namun, bukan hanya nama. Termasuk strategi untuk keluar dari fragmentasi yang ada.
"Jadi it is not only about person. Kami selalu simplify itu pada orang-orang. Itu cara berpikir politik yang Pak Surya lakukan dan ajarkan pada kami," pesan Willy.
Juru bicara PKS, M Kholid memahami sikap NasDem. Dari ketiga partai yang tengah menjajaki untuk berkoalisi, hanya NasDem yang berada di lingkaran Pemerintah. Sementara PKS dan Demokrat merupakan oposisi. Menjadi hal yang wajar ketika NasDem yang saat ini bagian dari koalisi Pemerintah ingin membentuk poros dengan partai yang notabene oposisi. Sehingga, ketiga partai perlu waktu untuk menyamakan pandangan.
Ada step-step untuk mencapai kesepakatan dalam koalisi. Pertama, kata dia, kesamaan di level pimpinan dan perjuangan partai. Kedua, soal pasangan capres-cawapres, masing-masing partai perlu menyampaikan konsep dan aspirasinya.
Tentu, lanjut dia, masing-masing partai memiliki tim untuk saling berkomunikasi agar mendapatkan kesepakatan koalisi. Ada jalan kesepakatan koalisi jika ada keinginan untuk bersama.
"Tim kecil yang ditugaskan melakukan komunikasi akan membangun titik temu yang paling optimal bagi poros perubahan dan capres-cawapres yang akan diusung nanti. Jadi, sabar saja, tidak mudah tapi Insyallah akan terbuka jalan. There is a will there is a way," pesan Kholid.
Sementara, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Demokrat DKI Jakarta, Mujiyono justru menyebut, duet Anies-AHY sudah direstui alam. Tanda-tandanya, kedua tokoh itu sering bersamaan dalam suatu acara.
Sebelumnya, pada acara resepsi pernikahan, AHY dan Anies terlihat akrab. Begitu juga saat acara Formula. Bahkan, Anies juga hadir dalam acara kepengurusan pelantikan DPD Demokrat DKI Jakarta periode 2022-2027 di JIEXpo Kemayoran, Jakarta Pusat dan ulang tahun partai Demokrat ke-21 di kantor DPD Demokrat.
Mujiyono mengakui, kader Demokrat di Ibu Kota menginginkan duet itu terjadi pada Pilpres 2024. Ia menyebut aspirasi datang dari segala lapisan masyarakat di Jakarta.
Meski demikian, Mujiyono mengakui, pembentukan duet Anies-AHY terbilang nanjak dan berliku. Mengingat duet keduanya merupakan wewenang koalisi. Meski belum ada kepastian, Demokrat intens berkomunikasi dengan NasDem dan PKS.
"Sesuai dengan arahan dari Ketum (AHY) bahwa komunikasi terkait dengan koalisi masih dijalankan oleh Partai Demokrat bersama partai lain dan tiga partai yag sering berkomunikasi itu, Demokrat, PKS, NasDem," ucapnya.
Karena itu, Mujiyono mengatakan, akan menunggu lebih dulu pembentukan koalisi, khususnya arahan dari Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono. Nantinya, jika koalisi sudah terbentuk, baru akan terlihat apakah akan mengusung Anies-AHY dalam Pilpres atau tidak.
Pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI, Hendri Satrio menganggap, salah satu kendala terbentuknya koalisi NasDem, PKS, dan Demokrat adalah gaya PKS yang berbeda dengan NasDem dan Demokrat. "PKS sebelum masuk dalam perhelatan Pilpres harus lebih serius memerankan diri sebagai oposisi yang membela rakyat," kata pria yang akrab Hensat.
PKS kerap kebanyakan drama. Contohnya, aksi walkout PKS saat rapat paripurna kenaikan BBM. Sikap seperti itu dianggap Hensat tidak tuntas membela rakyat.
Gaya PKS juga berbeda dengan Demokrat dan NasDem yang mengambil jalur nasionalis, sementara PKS religius. Sehingga, kematangan PKS untuk negeri harus lebih sering dimunculkan di muka rakyat. Tidak melulu drama.
Sebab itu, koalisi PKS dengan NasDem dan Demokrat harus serius jika ingin mengusung pasangan capres dan cawapres pada Pilpres 2024. Hal itu harus ditunjukkan dengan pasang badan untuk rakyat.
"Nah, berkoalisi untuk memenangkan Anies membutuhkan keseriusan, ketulusan untuk bela rakyat. Nggak boleh kebanyakan drama, ngomong oposisi bela rakyat, tapi tidak terlihat pasang badan untuk rakyat," kata dia. (rm.id)
Lifestyle | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu