KPU Happy, MK Pisah Pemilu Nasional Dan Daerah

JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan penyelenggaraan Pemilu nasional dan Pemilu daerah bikin KPU happy. Dengan jeda paling cepat 2 tahun, KPU merasa beban kerjanya bakal berkurang. Lalu bagaimana dengan parpol? Sejauh ini, parpol masih manut saja dengan perubahan tersebut.
Berkaca pada Pemilu 2024, beban kerja KPU memang cukup berat. Dalam satu kali pelaksanaan, KPU harus menggelar Pemilu langsung untuk 5 kotak suara; Pilpres, Pileg DPR, Pileg DPD, Pileg DPRD Provinsi, Pileg DPRD Kabupaten/Kota.
Belum sempat ambil nafas panjang, KPU sudah harus mempersiapkan Pilkada serentak di seluruh provinsi untuk memilih gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, dan walikota-wakil walikota. Bahkan, sampai hari ini, di sejumlah daerah masih digelar Pilkada ulang.
Ketua KPU Mochammad Afifuddin menilai, putusan MK ini akan meringankan beban KPU. Sebab, desain Pemilu yang sebelumnya, bikin jajarannya bekerja ekstra keras.
Dua Pemilu sebelumnya, kata Afifuddin, menyebabkan risiko kelelahan bagi penyelenggara yang bahkan berujung kematian. Khususnya Pemilu 2019 yang menelan banyak korban jiwa.
“Waktu itu pertama kali kami mengimplementasikan Pemilu lima kotak. Jumlah pemilih di TPS juga banyak, sehingga kelelahannya luar biasa, banyak jajaran KPU yang meninggal,” kata Afif dilihat di kanal YouTube Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI), Sabtu (28/6/2025).
Pemilu serentak tetap dihelat lima tahun kemudian, yakni tahun 2024. Pihaknya pun mengevaluasi dan memutuskan membatasi jumlah pemilih dalam satu TPS. Untungnya, korban kelelahan dan korban jiwa pada Pemilu 2024 berkurang drastis.
Dia menilai, Pemisahan Pemilu merupakan langkah mitigasi dan ideal untuk meminimalkan risiko korban jiwa penyelenggara. Menurutnya, desain Pemilu serentak yang lalu, mengharuskan pihaknya berlari sprint.
Misalnya, menjelang Pemilu 2024, pada Januari, KPU sudah harus merumuskan atau melakukan lobi-lobi serta merencanakan anggaran Pilkada. Padahal, Pilkada baru akan dihelat pada November. Di sisi lain, Pilpres yang rencananya digelar Februari 2024 pun belum terlaksana.
Ditambah proses di Mahkamah Konstitusi dan lainnya di saat tahapan Pilkadanya sudah di tengah-tengah. Alhasil, beban yang bisa dibagi dalam waktu yang berbeda itu, dikumpulkan di waktu yang sama. “Kami menghormati dan mengapresiasi. Memang tahapan Pemilu yang beririsan bahkan bersamaan secara teknis, lumayan membuat KPU bekerja ekstra. Kami akan pelajari secara detail putusan MK,” kata Afifuddin.
Komisioner KPU Idham Holik menyebut, imbas putusan ini, ada potensi perpanjangan masa jabatan anggota DPRD. “Karena pemilu lokal baru akan menghasilkan anggota DPRD terpilih pada tahun 2031,” kata Idham.
Dikatakan, perpanjangan jabatan anggota DPRD akan dibahas lebih lanjut oleh para pembuat Undang-Undang. Dia meminta semua pihak menunggu UU Pemilu yang baru. “Saya yakin Pembentuk UU (DPR dan Pemerintah) akan melakukan perubahan UU Pemilu. Kita tunggu,” ujar dia.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengaku, lembaganya akan mengkaji putusan MK terbaru soal penyelenggaraan Pemilu.
Kalau sudah kajiannya komprehensif, ya mungkin semua pertanyaan bisa kita jawab. Ini keputusannya baru kemarin,” kata Dasco.
Bagaimana tanggapan parpol? Politisi PKS Jazuli Juwaini menghormati putusan yang bersifat final dan mengikat ini. “Oleh karenanya, harus dijadikan pedoman oleh para pembuat kebijakan, termasuk DPR,” kata Jazuli dalam keterangannya di Jakarta, kemarin.
Kata dia, DPR akan menindaklanjuti putusan MK dengan merevisi Undang-Undang (UU) Pemilu dan UU Pilkada. Dia mengingatkan, proses revisi harus hati-hati, cermat, dan partisipatif. Sebab, ini menyangkut desain besar demokrasi elektoral, termasuk aspek teknis penyelenggaraan dan pengisian masa jabatan kepala daerah serta anggota DPRD di masa transisi.
Ketua Majelis Pertimbangan Pusat PKS Mulyanto juga manut dan menyambut baik putusan yang dinilainya akan meringankan Parpol. Seperti Pemilu 2024, calon-calonnya dipersiapkan secara sekaligus, baik Capres-Cawapres, Caleg DPR RI, Cagub-Cawagub, Cabup-Cawabup atau Cawali-Cawawali dan Caleg DPRD tingkat Propinsi serta Caleg DPRD tingkat kabupaten/kota.
“Sungguh pekerjaan yang luar biasa besar dan menguras energi partai,” kata Mulyanto dalam keterangannya, kemarin.
Sekjen Partai Golkar Sarmuji ikut manut atas putusan MK ini. “Putusan MK itu final dan mengikat sifatnya, meskipun banyak orang masih bertanya-tanya kenapa MK memutuskan hal seperti itu,” ujar Sarmuji di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Sabtu (28/6/2025).
Ketua Fraksi Golkar DPR ini memastikan, fraksinya siap merevisi UU Pemilu menyesuaikan dengan keputusan MK. “DPR siap untuk membahasnya. Tapi nanti masih kita kaji mendalam, kita sesuaikan dengan keinginan kita untuk melakukan revisi UU,” ujar Sarmuji.
Elite Partai Demokrat, Andi Arief menyambut baik. Lewat cuitan di akun media sosial X pribadinya, dia setuju Pemilu nasional dan lokal digelar di waktu berbeda. Dia berharap, ini menjadi keputusan terbaik dan jadi jawaban kesemrawutan Pemilu di Indonesia.
Mudah-mudahan ini putusan yang baik dan bisa menjawab kesemrawutan Pemilu kita,” tulisnya.
Seperti diketahui, MK telah mengabulkan gugatan terkait Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada digugat ke MK oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Dalam putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, MK memutuskan penyelenggaraan Pemilu nasional dan Pemilu lokal dipisahkan dalam jeda waktu paling singkat 2 tahun dan paling lama 2,5 tahun.
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan, Pemilu nasional yang berdekatan dengan Pemilu daerah menyebabkan minimnya waktu masyarakat menilai kinerja Pemerintahan dalam hasil Pemilu nasional. Masalah pembangunan daerah cenderung tenggelam di tengah isu nasional.
TangselCity | 2 hari yang lalu
Galeri | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Olahraga | 12 jam yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
Olahraga | 11 jam yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu