Seskab Teddy Rajin Blusukan, Pengamat Politik: Contoh Nyata Pelayanan Publik
JAKARTA — Pengamat politik Universitas Nasional (Unas), Amsori Baharudin Syah, menilai bahwa gaya kepemimpinan Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya kini melampaui tugas teknokratis yang biasanya melekat pada posisi tersebut. Teddy, menurutnya, memilih terjun langsung ke masyarakat untuk mendengar aspirasi tanpa sekat.
Dalam beberapa kesempatan, Teddy tampak mendatangi komunitas akar rumput, termasuk sekolah rakyat, untuk menyerap keluhan dan kebutuhan warga secara langsung.
“Apa yang dilakukan Teddy Indra Wijaya merupakan bentuk konkret dari pelayanan publik. Ia hadir bukan sebagai pejabat, tetapi sebagai manusia yang mau mendengar,” kata Amsori dalam pernyataannya, Senin (17/11/2025).
Amsori menyebut pendekatan Teddy sebagai model kepemimpinan publik yang jarang ditemukan di level pejabat kabinet. Di banyak birokrasi modern, pejabat sering terkungkung dalam ruang rapat dan dokumen kebijakan. Teddy justru membalik pola itu dengan memindahkan sebagian ruang kerjanya ke tengah masyarakat.
“Bagi saya, Teddy hadir sebagai representasi negara yang mengasuh, bukan sekadar mengatur. Negara tidak cukup hanya membuat aturan—negara perlu hadir dalam rasa, dalam kehidupan warganya,” ujarnya.
Menurut Amsori, kehadiran langsung pejabat tinggi negara memberikan dampak psikologis kuat karena masyarakat merasa dihargai dan diperhatikan. Ketika jarak antara rakyat dan pemerintah sering dianggap lebar, Teddy justru hadir untuk menutup ruang tersebut.
Ia menilai gaya kepemimpinan Teddy sejalan dengan konsep empathetic governance, yakni tata kelola yang menekankan kedekatan emosional, bukan sekadar formalitas struktural. Ia juga menyinggung teori Hannah Arendt tentang “power as acting in concert”, di mana kekuasaan sejati muncul ketika pemimpin berbaur dengan rakyat dan membangun kepercayaan melalui tindakan nyata.
“Teddy tidak sedang mempertontonkan kewenangan administratif, melainkan kekuatan moral. Ia membangun legitimasi dengan mendengarkan, bukan memberi perintah,” jelasnya.
Kunjungan Teddy ke sekolah rakyat, lanjut Amsori, menjadi simbol negara yang hadir untuk merawat dan menguatkan warganya. Gestur sederhana seperti duduk bersama anak-anak, mengobrol santai dengan orang tua, atau mendengar keluhan tanpa formalitas protokoler justru menjadi bentuk pelayanan paling bermakna.
“Banyak pejabat berbicara soal pelayanan publik, tapi sedikit yang benar-benar hadir sebagai manusia. Teddy melakukannya—dan di situlah kekuatan pesan kepemimpinannya,” ungkap Amsori.
Menurutnya, langkah Teddy juga mempertegas bahwa kabinet bukan hanya lembaga pengambil kebijakan di atas kertas, tetapi institusi yang memahami konteks lapangan tempat kebijakan dijalankan.
Di tengah meningkatnya skeptisisme publik terhadap pejabat negara, pendekatan yang empatik dan rendah hati dapat menjadi jembatan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat.
“Teddy menunjukkan bahwa negara yang kuat adalah negara yang mau mendengar,” tutup Amsori.
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu



