Cerita Keresahan Warga Setu-Muncul di Balik Polemik Rencana Penutupan Jalan Serpong–Parung
SETU – Keresahan nampaknya masih menggentayangi perasaan seluruh warga Kelurahan Setu-Muncul, meski pagar yang terpasang di Jalan Serpong-Parung telah dibongkar petugas.
Diketahui sejak pagar itu dipasang, gelombang protes terus berdatangan dari paguyuban warga Kelurahan Setu-Muncul. Pasalnya pagar tersebut dipasang oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang disusul oleh adanya pengumuman rencana penutupan akses jalan.
Saat dijumpai di kediamannya, Ketua RT 11 RW 03 Kelurahan Setu, Alex Aziz mengisahkan, pagar tersebut pertama dipasang sekitar awal 2024 silam. Sejak itu juga warga merasa resah dan gerakan protes warga pun terus dilakukan.
“Waktu dipasang sih saya udah lupa persisnya, tapi sudah lama. Itu yang memicu aksi pertama warga.” kata Alex di kediamannya yang tak jauh dari lokasi pagar itu dipasang, Selasa (2/12).
Saat itu, masyarakat menilai langkah BRIN memasang pagar dan mengeluarkan pengumuman penutupan secara sepihak sebagai bentuk intimidasi.
“Pengumumannya sepihak. Tidak ada pemberitahuan atau sosialisasi. Makanya masyarakat bergerak lagi," kata Alex.
Meski pagar tersebut belum pernah ditutup, namun keresahan warga terus menghantui. Warga menilai keberadaannya sebagai tanda ancaman bahwa akses jalan bisa dieksekusi kapan saja.
Setelah aksi 2024 silam, warga sempat tenang hampir setahun. Saat itu pengelola kawasan memberi jaminan bahwa penutupan tidak akan dilakukan tanpa keputusan pemerintah.
Namun kekhawatiran kembali memuncak ketika warga melihat pengumuman BRIN yang menyebut rencana penutupan permanen akan dilakukan pada Januari 2026 mendatang.
“Wacana penutupan muncul lagi, sekitar September 2025 ini” ujarnya.
Atas gejolak itu, warga kembali menunjukkan upayanya kembali. Sederet gelombang protes dilakukan. Selain aksi di ruas jalan tersebut, warga juga sempat menggeruduk kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), hingga Pusat Pemerintahan Kota Tangsel.
"Masyarakat terakhir ke Wali Kota kemarin itu karena menagih janji dari Wali Kota. Ya, intinya kan mau membalikan fungsi dalam provinsi ini. Sama dengan DPRD. Ya itu cuman nggak ada. Bahkan terakhir statement dari Pak Gubernur kan yang mau mempertemukan kita dengan masyarakat, dengan BRIN, dengan pemerintahan itu tidak terrealisasi juga. Jadi masyarakat bertanya-tanya, sampai kapan ini gitu kan," ungkapnya.
Dalam aksi terakhirnya, warga mengultimatum pemerintah daerah untuk segera memulihkan kembali kondisi jalan.
"Artefak Tangsel dan Provinsi, seperti ucapan 'Selamat Datang di Tangsel' itu harus kembali dipasang," ucap Alex.
Ia menyatakan, komitmen pemerintah saat ini sangat diperlukan. Sebab meski pagar itu sudah dibongkar, warga masih was-was.
Penutupan jalan ini, dinilai akan mematikan aktivitas ekonomi dan sosial di sekitar lokasi. Sebab, sedikitnya 350 pelaku UMKM dari Kelurahan Setu dan Muncul menggantungkan pendapatan pada lalu-lintas yang melintasi jalur tersebut.
“Kalau ditutup, daerah ini mati. Banyak pedagang kecil di sepanjang jalan. Anak sekolah juga banyak lewat sini," tegasnya.
Warga menegaskan bahwa jalur tersebut sudah ada sebelum kawasan riset berdiri. Alex bahkan menyebut adanya peta tahun 1938 yang menunjukkan statusnya sebagai jalur provinsi sekaligus jalur evakuasi.
Ia melanjutkan, masyarakat menegaskan bahwa penutupan jalan merupakan “harga mati” untuk ditolak. Jalur ini bukan hanya akses, tapi denyut ekonomi yang sudah ada jauh sebelum kawasan riset berdiri. Mereka berjanji akan terus mengawal persoalan ini hingga ada keputusan final yang jelas dan adil bagi masyarakat.
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Galeri | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu


