Kemenkes Ungkap Fenomena ”Mager” Di Kalangan Remaja
JAKARTA - Kementerian Kesehatan mengingatkan bahaya meningkatnya generasi “mager” atau malas gerak.
Data pemeriksaan kesehatan yang diperoleh dari Cek Kesehatan Gratis (CKG) menunjukkan sebagian besar remaja belum aktif secara fisik. Kemenkes menilai kondisi ini sudah mengarah pada krisis kebugaran di usia muda.
Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Kesehatan Primer dan Komunitas Kemenkes Maria Endang Sumiwi yang mewakili Menkes Budi Gunadi Sadikin dalam Indonesia Sports Summit 2025 di GBK Arena, Jakarta, Minggu (7/12/2025).
Indonesia Sports Summit 2025 berlangsung meriah dan penuh energi anak muda. Pantauan Rakyat Merdeka di lokasi, sejak pagi ribuan pengunjung memadati area. Tak hanya anak muda, para lansia ikut menikmati rangkaian kegiatan.
Dekorasi warna-warni menghiasi kawasan acara dengan musik mengalun. Para peserta datang berkelompok sambil membawa perlengkapan olahraga. Suasananya makin ramai karena area dipenuhi Gen Z yang mengikuti berbagai kegiatan olahraga kekinian, diskusi publik, pertunjukan musik, hingga bazar. Sejumlah influencer media sosial dan selebritas juga terlihat memeriahkan acara.
Selain dari Kemenkes, forum ini menghadirkan Menpora Erick Thohir, Wakil Menpora Taufik Hidayat, Menpar Widiyanti Putri Wardhana, serta COO Danantara Donny Oskaria, bersama sejumlah pembicara lain.
Dalam sesi konferensi pers, Maria menyebut remaja menjadi kelompok paling rentan mengalami krisis kebugaran. Dia membeberkan hasil pemeriksaan CKG secara nasional yang memperlihatkan kondisi masyarakat berada pada situasi yang memprihatinkan. “Masalah utamanya kurang aktivitas fisik. Kurangnya aktivitas fisik menjadi masalah utama masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Survei Kesehatan Indonesia mencatat 58 persen remaja berusia 10 sampai 14 tahun malas bergerak atau mager. Lansia di atas 65 tahun mencatat 52,8 persen kurang aktivitas fisik, dan remaja 15 sampai 19 tahun mencapai 50 persen. Kondisi itu memperlihatkan krisis gerak meluas di berbagai kelompok usia.
“Pemeriksaan pada 62 juta warga menemukan persoalan kebugaran yang mengkhawatirkan. Yang tidak bugar di usia remaja lebih dari 60 persen,” bebernya.
Catatan Elektronik Unit Kesehatan Sekolah (EUKS) menunjukkan mayoritas siswa dan remaja berada pada kategori kebugaran kurang. Hasil ini memicu kekhawatiran terhadap daya saing generasi muda di masa depan. Menurut Maria, tren olahraga yang ramai di kota-kota besar belum cukup mewakili kondisi nasional.
Maria mengatakan, masyarakat urban mulai mengikuti tren seperti klub lari dan gym, tetapi kesadaran berolahraga secara umum masih rendah. “Artinya meskipun ini sudah jadi tren tapi belum seluruh masyarakat itu mengikutinya,” ujarnya.
Maria mengungkapkan, 95 persen kelompok dewasa belum berolahraga teratur sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Standar itu mensyaratkan minimal 150 menit aktivitas fisik per minggu, atau 30 menit per hari selama 5 hari.
Menurutnya, perlu memperbanyak kompetisi olahraga agar remaja memiliki ruang meningkatkan aktivitas fisik. “Kalau ada kompetisi olahraga, pasti tumbuh klub olahraga,” ujarnya.
Maria menilai, kompetisi akan mendorong munculnya lebih banyak pelatih, fasilitas latihan, dan tenaga kesehatan olahraga. Kondisi itu juga berpotensi membuka lapangan kerja di ekosistem olahraga. Ia menegaskan, sport medicine adalah bidang penting yang masih kekurangan tenaga terampil.
“Peningkatan sport medicine akan mendukung pembinaan prestasi nasional. Ruang untuk tumbuh juga masih sangat besar,” katanya.
Kebiasaan mager harus dihilangkan. Menukil pernyataan World Health Organization (WHO), aktivitas fisik yang rendah meningkatkan risiko berbagai penyakit kronis seperti obesitas, diabetes, hipertensi, hingga gangguan jantung.
Kemenkes menyebutkan, kondisi itu juga berdampak pada penurunan daya tahan tubuh dan kesehatan mental, termasuk stres serta depresi yang semakin banyak dialami anak muda. Minimnya aktivitas fisik membuat tubuh kehilangan kemampuan adaptasi terhadap beban fisik harian, sehingga mudah lelah dan rentan sakit.
Di forum yang sama, Wamenpora Taufik Hidayat mengajak generasi muda untuk mulai beraktivitas fisik. Taufik menambahkan persoalan serius lainnya. Menurutnya Indonesia juga masih sangat kekurangan dokter spesialis olahraga yang menjadi penopang layanan kesehatan atlet.
Kebutuhan dokter olahraga jauh dari angka ideal. Kita sangat kekurangan dokter spesialis olahraga, baru 122,” ungkapnya.
Kekurangan itu berdampak pada pembinaan atlet muda di daerah. Banyak atlet berasal dari daerah, tetapi pemulihan cedera masih bergantung pada fasilitas di kota besar. Dia mendorong Kemenkes mempercepat regenerasi dokter olahraga agar cedera tidak menjadi faktor penghambat prestasi.
“Kolaborasi lintas kementerian menjadi kebutuhan mendesak untuk pengembangan sport science nasional. Kami masih perlu berkolaborasi sampai daerah,” ujarnya.
Taufik menegaskan, Pemerintah bersiap memperkuat fasilitas latihan dan laboratorium sport science sesuai arahan Presiden. Ia menginginkan sistem kesehatan olahraga terintegrasi yang mengedepankan pencegahan cedera.
Dia menegaskan, pencegahan lebih penting daripada penanganan. “Kami juga ingin menjaga sebelum cedera terjadi,” tegas mantan atlet badminton ini.
Olahraga | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 19 jam yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 18 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu


