Ke RSCM, Ngobrol Dengan Ortu Pasien Gagal Ginjal Akut
Setiap Hari Nangis, Angkat Telpon Takut
JAKARTA - Suasana haru menyelimuti orang tua yang anaknya didiagnosa menderita penyakit gagal ginjal akut. Para orang tua hanya bisa menangis sepanjang hari, takut dan pasrah atas penyakit yang diderita anaknya. Saking takutnya, sampai banyak orang tua yang takut bila tiba-tiba ada telepon masuk.
Begitulah gambaran kondisi orang tua yang sedang menunggu perawatan anaknya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Saat ini, RSCM menjadi pusat layanan yang khusus menangani penyakit gagal ginjal akut untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya. Di RSCM, angka kematian bagi pasien penderita penyakit tersebut mencapai 65 persen.
Kemarin, Rakyat Merdeka mengunjungi RSCM untuk melihat langsung perjuangan orang tua yang sedang menunggu pengobatan anaknya yang alami gagal ginjal akut ini. Pasien yang didiagnosa mengalami gagal ginjal akut berada di RSCM Kiara (Pusat Kesehatan Ibu dan Anak).
Tepatnya, di ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU) yang berada di lantai 4. Ini merupakan ruang steril yang tidak memperbolehkan siapa pun masuk. Hanya dokter dan perawat yang bisa keluar-masuk di ruangan ini.
Saat Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Group) menginjakkan kaki ke tempat ini, suasana yang ada di RSCM Kiara tidak berbeda dengan biasanya. Di lantai 1 dan 2, banyak orang tua yang sedang mengobati penyakitnya, ada yang duduk di kursi untuk menunggu antrean. Ada juga yang sibuk bermain dengan anak-anaknya.
Suasana di lantai 2 persis dengan lantai 1. Mayoritas yang datang adalah anak-anak dan orang tua. Tidak terkesan mengerikan. Sekalipun lebih banyak yang lalu lalang menggunakan kursi roda. Justru, di lantai ini, atmosfer anak-anaknya lebih terasa. Karena terdapat beberapa mini taman yang dimanfaatkan orang tua untuk menunggu anaknya yang sedang dirawat.
Adapun tempat bagi pasien anak dengan penyakit gagal ginjal akut berada di lantai 4. Pasien yang dirawat dimasukkan ke dalam ruangan PICU. Ini merupakan ruang perawatan intensif untuk bayi (sampai usia 28 hari) dan anak-anak yang memerlukan pengobatan dan perawatan khusus, guna mencegah dan mengobati terjadinya kegagalan organ-organ vital.
Untuk ke ruangan PICU ini bisa menggunakan lift yang memang disediakan pihak rumah sakit untuk lalu-lalang keluar pasien dan tenaga kesehatan. Meja petugas langsung menyambut begitu pintu lift terbuka.
Setelah itu, jalannya bercabang, ke kiri atau ke kanan. Di sebelah kiri, lift merupakan ruangan PICU. Sedangkan di sebelah kanan merupakan ruangan Unit Luka Bakar.
Dari luar saja, bisa disimpulkan bahwa ruangan PICU memang sangat steril. Baik di luar maupun di dalam ruangan. Dari kejauhan, dalaman ruang PICU dilapisi kaca.
Namun, tidak terlihat jelas yang mana pasien gagal ginjal akut, karena ruangannya masih dilapisi tembok dan pintu yang tertutup rapat. Hanya terdengar suara beberapa orang yang diduga suster maupun dokter yang terlihat sedang bekerja di ruangan itu.
Lantas, di mana orang tua dari pasien? Berdasarkan informasi yang ada, ternyata para orang tua pasien disiapkan tempat khusus. Letaknya ada di lantai B1. Ruangan itu bertuliskan Area Tunggu Keluarga Pasien Picu Non Covid.
Di lantai B1 ini, ada dua ruangan yang bisa dipakai keluarga pasien. Ruang tunggu dan ruang untuk salat. Siang itu, ada sekitar delapan orang yang ada di lantai B1. Di pojok-pojok ruangan banyak terdapat tas buntelan berisi baju-baju ganti.
Ekspresi para orang tua ini macam-macam. Ada yang asyik bermain HP, tidur-tiduran dan ada juga yang duduk menyender ke tembok dengan raut wajah sedih.
Menurut informasi, biasanya ruangan ini selalu rame dengan suara tangis dari para orang tua pasien. Apalagi, bila ada kabar dari dokter bahwa anak yang dirawat meninggal dunia. Suasana yang sepi mendadak langsung penuh isak tangis.
Salah satunya, seorang ibu-ibu berkerudung coklat yang enggan disebut namanya itu. Saat itu, ibu itu sedang kebingungan, cemas dan panik. Maklum, ibu tersebut mengaku sudah lama menunggu anaknya yang sakit di rawat di ruangan PICU.
"Orang yang nggak tahu berpikir, ya ginjal aja. Ternyata yang diserang itu seluruh organ penting," kata dia, membuka obrolan.
Sejak anaknya didiagnosa menderita penyakit gagal ginjal akut, ibu tersebut mengaku langsung lemas. Apalagi, setiap hari anaknya diharuskan cuci darah.
"Setiap hari nangis. Telpon bunyi kita takut. Ya Allah. Sekarang lagi ramai. Nanti kalau udah berhenti, sepi, nangis lagi. Aduh luar biasa pokoknya," tambahnya.
Ditanya sudah berapa hari anaknya didiagnosa bergejala gagal ginjal, jawabannya bikin sedih.
"Anak saya udah 41 hari di sini. Dalam keadaan koma 30 hari," aku dia.
Nedi-salah satu orang tua pasien juga menuturkan kondisi yang sama. Nedi, menjelaskan awal mula anaknya diduga mengidap penyakit gagal ginjal akut.
"Anak saya itu batuk pilek demam. Demamnya naik turun. Sempat di hari ketiga tinggi bangat, terus hasil cek lab aman. Nggak ada kendala," tutur Nedi.
Nah, di hari keempat, ciri-ciri anak yang mengidap gagal ginjal akut terasa pada anak Nedi. Yaitu, terdapat penurunan fungsi pembuangan. Entah itu buang air kecil (BAK) maupun buang air besar (BAB).
"BAK dan BAB yang biasanya sehari bisa ganti pampers delapan sampai 10 kali, tapi di hari kelima itu cuma dua kali dalam satu hari. Di hari selanjutnya terjadi penurunan. Terus pengurangan nafsu makan, minum, minum susu, itu tidak mau," ujarnya.
Karena itu, dia memeriksakan kondisi anaknya di salah satu klinik kesehatan dekat rumahnya. Setelah diperiksa, anak Nedi diberi obat penurun panas dengan kandungan paracetamol.
"Digunakanlah (paracetamol) karena panasnya naik turun. Berlanjut di hari kelima dan keenam, singkatnya di Jumat (14/10) lalu anak saya kelemesan. Sehingga saya bawa ke RS A (sebelum RSCM) untuk cek. Hasil cek lab diagnosanya penyakit campak atau DBD," lanjut dia.
Namun, sayangnya tidak ada perubahan setelah Nedi bawa anaknya berobat di RS A. BAK dan BAB-nya tetap sulit.
"Akhirnya anak saya dirujuk ke RS yang ada penanganan cuci darah untuk anak-anak. Ketemulah RS sekarang ini, RSCM yang memang penanganan anaknya sudah kelas nasional," sebut dia.
Dia menambahkan, orang tua pasien gagal ginjal akut tidak diperkenankan menemani anaknya selama 24 jam. Namun, diminta untuk tetap berjaga karena sewaktu-waktu harus siap jika dibutuhkan.
"Kami hanya bisa berpasarah karena kami tidak bisa pantau 24 jam. Hanya bisa menyerahkan ke tim medis," sebut dia.
Kendati demikian, dia yakin tim medis mampu memberikan pelayanan yang terbaik untuk anaknya. Hal itu dibuktikan dari informasi yang disampaikan tim medis, bahwa kondisi kesehatan anaknya baik-baik saja.
"Penanganan sangat responsif, komunikatif, dan edukatif. Tidak pernah diabaikan, selalu diprioritaskan," tutur Nedi.
Sumber berita rm.id :
https://rm.id/baca-berita/nasional/145049/ke-rscm-ngobrol-dengan-ortu-pasien-gagal-ginjal-akut-setiap-hari-nangis-angkat-telpon-takut
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
Ekonomi Bisnis | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu