Suksesi Muhammadiyah Tak Serame Suksesi NU
SOLO - Muktamar ke-48 Muhammadiyah yang digelar di Kota Solo, Jawa Tengah sejak Jumat (18/11), berakhir kemarin. Hasilnya, duet Haedar Nashir dan Abdul Mu’ti kembali memimpin Muhammadiyah untuk 5 tahun ke depan.
Bila dibandingkan dengan Muktamar NU beberapa waktu lalu yang memilih Yahya Cholil Staquf sebagai ketumnya, suksesi kepemimpinan yang berlangsung di Muhammadiyah ini, masih kalah sengit.
Meskipun sempat tertunda selama 2 tahun karena pandemi Covid-19, Muktamar ke-48 Muhammadiyah akhirnya berjalan lancar.
Acara yang dibuka langsung oleh Presiden Jokowi, Sabtu (19/11) pagi, di Stadion Manahan Solo, Jateng ini, telah menghasilkan keputusan final soal suksesi di tubuh Muhammadiyah. Sejak pertama digelar hingga ditutup, nyaris tidak ada gontok-gontokkan dalam memperebutkan kursi ketua umum.
Bahkan, Pemilihan (Panlih) Muktamar berhasil menetapkan ketua umum dan sekretaris umum tiga jam lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Efisiensi waktu ini terjadi salah satunya karena proses pemilihan dan penghitungan dilakukan memakai sistem e-voting.
Sesuai jadwal, sedianya penetapan itu semestinya dilaksanakan pukul 15.30 WIB, di Edutorium KH Ahmad Dahlan UMS. Adapun proses pemilihan sendiri telah dilangsungkan, Sabtu (19/11) malam, sejak pukul 19.52 WIB hingga 23.45 WIB. Ada 13 formatur yang dipilih dari total 2.519 suara yang masuk dalam proses pemilihan tersebut.
Hasilnya, incumbent Haedar Nashir meraih suara terbanyak dengan perolehan 2.203 suara, disusul Abdul Mu'ti yang merupakan Sekum Muhammadiyah dengan 2.159 suara. Di peringkat ketiga ditempati Anwar Abbas dengan perolehan 1.820 suara.
Kendati demikian, suara terbanyak dalam 13 tim formatur terpilih ini tidak ujug-ujug langsung menjadi ketua umum. Karena penentuan Ketum dan Sekum harus melewati musyawarah yang diikuti oleh ke-13 nama tersebut.
Menurut cerita salah seorang anggota Tim Formatur, Anwar Abbas, pemilihan Ketum dan Sekum berlangsung sangat cepat. Tak sampai semenit.
"Ditanya siapa yang akan jadi ketua umum? Semua ngomong Pak Haedar, berapa detik itu? Siapa yang pantas jadi sekretaris umum? Pak Mu'ti. Berapa detik, nggak sampai satu menit," kisahnya.
Jawaban kompak dari para anggota tim formatur akhirnya disanggupi oleh Haedar untuk kembali memimpin Muhammadiyah 5 tahun ke depan. Untuk posisi Sekum Muhammadiyah, kembali ditempati Abdul Mu'ti yang menempati peringkat kedua di perolehan suara.
Haedar menegaskan, posisi ke-13 tim formatur adalah setara, kolektif dan kolegial. Karakter kepemimpinan di ormas Islam tertua di Indonesia ini, sebutnya, sudah tersistem dengan baik.
"Saya posisinya hanya sejengkal didepankan, dan se-inchi ditinggikan," kata Haedar, usai terpilih kembali sebagai Ketum PP Muhammadiyah, kemarin.
Sementara Mu'ti mengawali pidato keterpilihannya kembali sebagai Sekum, dengan humor segar. Karena seperti diketahui, Mu'ti sudah menjadi Sekum PP Muhammadiyah bahkan sebelum Haedar menjadi Ketum. Tepatnya sejak periode 2005-2010. Saat itu, ia mendampingi Din Syamsuddin selama dua periode. Total sudah 4 periode Mu'ti dipercaya sebagai Sekum.
Ia merasa, keterpilihannya sebagai orang nomor 2 di PP Muhammadiyah sudah tepat. Alasannya, karena Prof Haedar memang lebih tinggi dari dirinya.
"Tingginya saja tinggian pak Haedar," canda Mu'ti, disambut tawa hadirin. "Ilmunya juga lebih luas pak Haedar," tambahnya.
Sontak saja, Haedar yang mendengar lelucon Mu'ti itu, langsung menimpalinya. "Lincahnya lebih lincah Pak Mu'ti, dan bisa guyon maton sehingga PP cair, santai, tapi juga produktif," ucap Haedar.
Ademnya pemilihan pucuk pimpinan ormas Islam yang sudah berumur 110 tahun ini, berbeda dengan NU. Kontestasi pemilihan ketum di PBNU berlangsung sengit. Pada Muktamar NU ke-34 di Bandar Lampung, Desember akhir tahun lalu, persaingan antara incumbent Kiai Saiq Aqil Siradj dengan Kiai Yahya Staquf untuk memperebutkan kursi ketua umum begitu sengit. Bahkan, ada yang bilang, nyaris rasa Pilpres.
Dimulai dari persoalan maju-mundurnya jadwal Muktamar, perang opini antar kubu kandidat, hingga cekcok dan kericuhan di arena sidang Muktamar.
Tokoh sentral PBNU yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin, tidak menampik jika kontestasi pemilihan pucuk pimpinan di NU berlangsung panas dan sengit.
"NU itu kalau mau muktamar, itu bikin gegeran dulu, ribut, tapi kalau selesai, nanti ger-geran namanya," kata Kiai Ma'ruf, beberapa hari sebelum Muktamar.
Gegeran yang dimaksud adalah keributan. Sementara ger-geran ada canda tawa yang kerap terjadi usai Muktamar kelar. Kondisi semacam itu, menurut Ma'ruf, lumrah terjadi di NU.
Sumber berita rm.id :
https://rm.id/baca-berita/nasional/149564/kembali-dipimpin-duet-haedarmu039ti-suksesi-muhammadiyah-tak-serame-suksesi-nu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pendidikan | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu