TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo
Duit 191,5 Triliun Parkir Di BanK

Kemendagri Ancam Stop Dana Transfer Untuk Daerah

Oleh: AFF/AY
Senin, 27 Juni 2022 | 14:24 WIB
Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Agus Fatoni. (Ist)
Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Agus Fatoni. (Ist)

JAKARTA - Dana belanja daerah yang semestinya dibelanjakan, malah diparkir di bank daerah. Pantas saja, pembangunan dan peningkatan ekonomi di daerah melambat. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pun mengancam menghentikan dana transfer daerah, bila dana itu tidak segera digunakan.

Kepada Rakyat Merdeka, Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri Agus Fatoni mengatakan, dana simpanan Pemerintah Daerah (Pemda) di bank daerah sebesar Rp 191,58 triliun.

Pemda juga masih dianggap lambat bekerja. Terlihat realisasi belanja daerah hingga 31 Mei 2022 baru mencapai Rp 253,3 triliun (21,43 persen). Padahal, dana itu mestinya dibelanjakan untuk pemulihan ekonomi nasional (PEN) ditengah pandemi Covid-19, hal itu sesuai dengan program Pemerintah Pusat.

Karena itu, Agus menegaskan, akan menindak tegas Pemda yang tidak mau bergerak cepat membelanjakan dana tersebut untuk kesejahteraan masyarakat.

“Sebagai punishment-nya, dana transfer daerah bisa kami potong, dihentikan atau ditunda. Kalau dananya masih ada di bank daerah, buat apa dikasih lagi,” tegas Agus,

Ia menjelaskan, kebanyakan simpanan Pemda untuk provinsi dan kabupaten kota dalam bentuk giro sebesar Rp 136,81 triliun, kemudian deposito Rp 49,75 triliun dan tabungan Rp 5,02 triliun. “Besaran dana tersimpan di bank, ditentukan oleh APBD tetapi juga ditentukan oleh besarnya pendapatan yang sudah masuk,” ujarnya.

Secara rinci, berdasarkan klasifikasi per provinsi, maupun kabupaten dan kota. Provinsi DKI Jakarta menempati urutan pertama dengan dana tersimpan di perbankan mencapai Rp 7,85 triliun.

Kemudian diikuti Provinsi Aceh senilai Rp 6,53 triliun, Provinsi Jawa Barat sebesar Rp 6,50 triliun, Provinsi Jawa Timur sebesar Rp 5,96 triliun dan Provinsi Papua sebesar Rp 4,68 triliun. Sementara provinsi dengan dana mengendap di bank terendah berada di Provinsi Kepulauan Riau yang hanya Rp 351,36 miliar.

Kemudian berdasarkan kabupaten, dana yang mengendap terbesar yaitu Kabupaten Bojonegoro Rp 3,03 triliun, Kabupaten Bengkalis Rp 1,19 triliun, Kabupaten Kutai Timur Rp 1,128 triliun, Kabupaten Mimika Rp 1,12 triliun, dan Kabupaten Bekasi Rp 1,02 triliun.

Anak buah Mendagri Muhammad Tito Karnavian ini mengungkapkan, Pemda menghadapi berbagai kendala dalam merealisasikan belanjanya. Kemendagri mencatat, setidaknya ada 10 alasan mengapa belanja daerah seringkali terhambat.

Pertama, keraguan aparat dalam memulai kegiatan akibat perencanaan tidak matang. “Ada keragu-raguan, mau diteruskan atau dilakukan perubahan. Itu yang menyebabkan rendahnya realisasi belanja,” terang pria kelahiran Lampung ini.

Kedua, kurangnya pemahaman aparat dalam penerapan regulasi di bidang pelaksanaan, penatausahaan, akuntansi, dan pelaporan pertanggungjawaban keuangan daerah. Kemudian ketiga, keterlambatan pelaksanaan lelang, padahal ada aturan lelang/kontrak pengadaan dini sehingga penyerapan anggaran rendah.

Alasan keempat yang membuat belanja daerah rendah serapannya yakni, penjadwalan kegiatan atau sub kegiatan pada satuan kerja perangkat daerah (SKPD) kurang tepat, sehingga perlu mengubah anggaran kas pemda dan surat penyediaan dana (SPD).

Berikutnya kelima, kegiatan fisik menunggu selesainya kegiatan perencanaan atau detail engineering design (DED), mengakibatkan beberapa kegiatan kontraktual belum dapat dilaksanakan termasuk kegiatan yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK).

Peraih gelar doktor Universitas Padjajaran ini melanjutkan, kendala keenam yang dihadapi pemda dalam membelanjakan kas daerah yakni pengajuan tagihan akhir tahun, setelah penyelesaian fisik 100 persen. Pengadaan barang/jasa belum mengajukan permohonan pembayaran atas penyelesaian fisik sesuai dengan termin yang diatur dalam perjanjian kontrak dengan pihak ketiga.

Ketujuh, sisa dana penghematan atau pelaksanaan program kegiatan, termasuk sida dana transfer seperti dana bagi hasil (DBH) dana reboisasi dan DBH Cukai Tembakau yang belum digunakan.

Kemudian kedelapan, realisasi belanja khususnya pengadaan konstruksi cenderung lambat dan beberapa jenis belanja belum tercatat pada jurnal belanja.

Lal kesembilan, karena ada indikasi uang kas yang tersimpan di perbankan diorientasikan sebagai tambahan pendapatan asli daerah (PAD), atau dalam hal ini adalah bunga perbankan.

Terakhir, kesepuluh, belum disalurkannya bagi hasil pajak kepada kabupaten/kota termasuk kelebihan target pajak daerah tahun sebelumnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani kesal lantaran Pemda tidak maksimal menggunakan dana belanja daerah. Duit Rp 191,5 triliun yang semestinya digunakan untuk membangun daerah malah sengaja disimpan di bank daerah. (rm.id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo