Jika Gagal Kendalikan Harga Bapok
Kepala Daerah Kena Setrap
JAKARTA - Pemerintah terus meracik strategi agar harga kebutuhan bahan pokok (bapok) tidak melonjak saat bulan Ramadan dan Lebaran. Salah satunya, memberikan sanksi kepada kepala daerah yang tidak bisa menjaga harga bahan bapok.
Kemarin, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menggelar Rapat Kerja (Raker) 2023 dengan tema Transformasi Perdagangan Mendukung Pembangunan Ekonomi Bernilai Tambah Dan Berkelanjutan di Lampung.
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan, Raker kali ini lebih kompleks. Terutama, dengan mempertimbangkan sejumlah aspek, baik di dalam maupun luar negeri.
Apalagi, prediksi lembaga internasional terhadap pertumbuhan ekonomi bakal lebih berat.
“Ekonomi outlook-nya begitu. Baik IMF, Bank Dunia. Tapi kita optimistis, tahun ini mudah-mudahan perdagangan khususnya ekspor, sekurang-kurangnya kita pertahankan sama (seperti tahun lalu). Syukur-syukur bisa lebih baik,” ujar pria yang akrab disapa Zulhas ini.
Terkait hal itu, Kemendag telah menyiapkan strategi. Pertama, membangun ekosistem yang di dalamnya terdapat Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), ritel modern, perbankan, pembiayaan ekspor dan marketplace.
Kedua, memperluas pasar. Bukan hanya ke pasar tradisional barat, tetapi juga memaksimalkan peluang antar negara ASEAN melalui perjanjian perdagangan internasional.
“Dengan Filipina dan Malaysia, kita naik tajam. Juga dengan Asia Selatan, Bangladesh, Pakistan, India, juga ke Afrika,” beber Zulhas.
Tak ketinggalan, dalam kesempatan ini, Zulhas menyinggung persiapan bulan Ramadan dan Lebaran.
Menurutnya, kerja sama Pemerintah dengan kepala daerah sangat baik. Bahkan, setiap minggu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menggelar rapat terkait inflasi, ketersediaan barang dan harga.
Menariknya, Zulhas membeberkan kepala daerah yang gagal mengendalikan harga di daerahnya akan kena setrap.
“Yang inflasi tinggi, bupati/wali kota tidak boleh keluar negeri, bahkan anggarannya nggak boleh lebih. Ini ketat. Kita dipimpin Menko Perekonomian langsung, juga Mendagri, setiap minggu,” ungkapnya.
Namun, di balik sanksi tersebut, kepala daerah juga diberikan kewenangan lebih. Seperti 2 persen anggaran cadangan daerah untuk rencana tak terduga.
Sehingga, ketika terjadi kenaikan harga bahan pokok lebih dari 5 persen, Pemerintah Daerah boleh mensubsidi biaya transportasinya.
Contohnya, ketika bawang dari Padang dikirim ke Lampung, atau telur dari Jawa dikirim dari Lampung. Biaya transportasinya diganti oleh Pemerintah, sehingga harganya bisa kembali turun.
“Yang paling penting, Lebaran stoknya cukup. Saya lagi gencar untuk daging, gula, bawang putih, minyak goreng, dan terigu, karena nanti orang beli kue,” ucap Ketua Umum PAN itu.
Dari semua komoditas, Zulhas paling mewaspadai kenaikan harga cabe. Pasalnya, komoditas yang satu ini paling rentan ketika datang musim hujan, padahal kebutuhannya besar.
“Kalau yang lain saya kira ketersediaannya, saya jamin,” cetusnya.
Sampai saat ini, komoditas yang harus diadakan melalui impor juga berjalan lancar. Di antaranya kedelai, terigus, bawang putih dan gula.
Soal Minyakita, Zulhas menganggap gejolak yang terjadi belakangan terakhir justru karena keberhasilan Pemerintah.
Saat ini, hampir seluruh masyarakat membeli Minyakita. Padahal, tujuan awal diluncurkannya Minyakita hanya untuk masyarakat kalangan bawah.
Namun, seiring berjalannya waktu, terjadi perpindahan konsumsi. Sebesar 80 persen konsumen minyak goreng kemasan premium, beralih ke Minyakita.
“Ya nggak cukup minyaknya. Kita kembalikan lagi ke pasar tradisional. Yang di marketplace kita take down,” ingat Zulhas.
Sehingga, saat ini kembali ditaruh di pasar tradisional. Bentuknya ada dua. Yakni, Minyakita 30 persen, dan sisanya minyak curah. Dengan begitu, emak-emak yang ingin membeli setengah liter, ada barangnya.
“Karena kalau pakai Minyakita, kalau di ritel modern, akhirnya teman-teman belinya juga Minyakita. Bungkusnya sama, pengemasannya sama, yang satu Rp 14 ribu yang satunya lagu Rp 21 ribu. Ya tentu milih Minyakita,” seloroh Zulhas.
Berdasarkan Harga Eceran Tertinggi (HET), Minyakita tak boleh lebih dari Rp 14 ribu per liter. Karenanya, Kemendag akan terus mengawasi agar harga yang beredar di masyarakat tak lebih dari harga yang telah ditetapkan Pemerintah.
“Kalau harganya lebih, barangnya akan disita. Kalau ada yang jual lebih dari Rp 14 ribu, lapor saja, nanti Satgas ambil. Karena kita sudah tambah. Biasanya sebulan 300 ribu ton, sekarang sudah jadi 450 ribu ton,” tandas Zulhas. rm.id
Nasional | 19 jam yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 19 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Galeri | 1 hari yang lalu
Nasional | 19 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu