TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Pengawas Pemutakhiran Pemilih Diusir

Bawaslu Ultimatum KPU

Laporan: AY
Selasa, 13 Juni 2023 | 11:17 WIB
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja. Foto : Ist
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja. Foto : Ist

JAKARTA - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengungkap adanya insiden pengusiran terhadap pengawas oleh petugas Komisi Pemilihan Umum (KPU). Bawaslu pun mengultimatum KPU.

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja men­gungkapkan, insiden pengusiran terhadap pengawas oleh petugas KPU terjadi di dua kabupaten dalam 1 provinsi yang sama. Peristiwa tersebut terjadi pada saat rekapitulasi Daftar Pemilih Sementara (DPS) beberapa waktu lalu.

“Kami protes, (dalam pengawasan) DPS, ada (pengawas) yang disuruh keluar. Apa-apaan!” tegas Bagja, ke­marin.

Bagja mengultimatum KPU bahwa insiden semacam itu tak boleh lagi terulang. Jika terjadi lagi, dia tidak akan segan mempidanakan KPU dengan ketentuan Pasal 512 Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017.

“Bahwa setiap anggota KPU di segala jenjang, termasuk badan ad hoc di bawah KPU, dapat diancam pidana maksimum 3 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 36 juta,” kata Bagja.

Hal ini, lanjut Bagja, berlaku jika mere­ka tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu dalam setiap tahapan pemutakhiran data serta penyusunan dan pengumuman daftar pemilih. Karena, pada akhirnya akan merugikan WNI yang memiliki hak pilih.

“KPU itu bagian dari kami, penyelenggara pemilu, penyelenggara utama. Jika kami diusir, berarti kami bukan penye­lenggara sepertinya,” kata Bagja.

Sebagai informasi, sejak 21 Mei 2023, tahapan pemutakhiran daftar pemilih mulai memasuki fase penyusunan Daftar Pemilih Tetap (DPT). KPU akan menetapkan DPT pada akhir Juni ini.

Peristiwa pengusiran ini menambah panjang rentetan ketegangan antara KPU dan Bawaslu.

Sebelumnya, antara dua lembaga pe­nyelenggara pemilu itu berpolemik soal akses terhadap Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) ketika tahap pendaftaran partai politik peserta Pemilu 2024.

Setelah itu, muncul ketegangan lagi karena KPU enggan memberikan data pemilih kepada Bawaslu ketika tahapan pencocokan dan penelitian (coklit) dalam penyusunan DPS.

Teranyar, KPU tak memberikan akses memadai untuk menyelidiki keabsahan dokumen para bakal calon anggota leg­islatif (caleg).

Atas semua perkara itu, KPU selalu berdalih bahwa akses atau data tak bisa diberikan karena ada ketentuan keraha­siaan data pribadi.

Dosen Ilmu Politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin men­gatakan, seharusnya KPU dan Bawaslu akur menjalankan tahapan Pemilu Serentak 2024. Bukan justru saling ribut atau menghalangi satu sama lain.

“Mestinya, sesama penyelenggara sal­ing bekerja sama, bersinergi untuk melak­sanakan pemilu yang baik, berintegritas, jurdil (jujur dan adil), langsung, umum, bebas dan rahasia (luber),” kata Ujang.

Direktur Indonesia Political Review (IPR) ini mengatakan, komunikasi yang baik antara Bawaslu dan KPU harus terus terjalin.

Kata dia, untuk menjaga integritas pemilu, melaporkan pelanggaran atas proses penyelenggaraan pemilu menjadi hal penting untuk dilakukan.

“Tidak boleh ada ego sektoral di tubuh Bawaslu dan KPU. Sesama penyeleng­gara pemilu harus terbuka satu sama lain. Harus transparan, baik dari KPU maupun Bawaslu untuk membangun pemilu berkualitas,” katanya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo