TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Sistem Zonasi PPDB Carut Marut

Senayan Colek Menteri Nadiem

Laporan: AY
Kamis, 13 Juli 2023 | 09:00 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) melalui sistem zonasi di berbagai daerah carut marut. Berbagai masalah mencuat selama proses PPDB dilakukan. Mendengar kisruh ini, wakil rakyat di Senayan langsung mencolek Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim.

Sejak diterapkan tahun 2017, sistem PPDB ini kerap bermasalah. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mencatat, ada 4 persoalan yang kerap terjadi di lapangan. Pertama, migrasi atau perubahan Kartu Keluarga (KK) calon siswa agar bisa masuk sekolah yang dituju. Kedua, daya tampung sekolah yang tak sebanding dengan jumlah pendaftar.

Ketiga, ada banyak sekolah yang malah kekurangan siswa. Terakhir, jual beli kursi. Baik melalui pungli maupun titipan dari pejabat atau tokoh di wilayah setempat.

Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mendesak Nadiem untuk memberikan penjelasan terkait domisili dalam sistem zonasi PPDB. Menurutnya, pendiri GoJek itu juga harus mengoordinasikan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan kinerja Satgas PPDB.

Sebab, kata Huda, penipuan PPDB dengan berbagai modus akan terus terulang setiap akan memasuki tahun ajaran baru. Tidak meratanya kualitas layanan pendidikan dan pembatasan kuota peserta didik baru menjadi biang kerok terjadinya modus tersebut.

“Banyak juga wali murid yang ingin mendapatkan slot untuk dapat belajar di sekolah negeri karena ada pembatasan biaya,” ungkap Huda di Jalarta, kemarin.

Kondisi tersebut seharusnya menjadi teguran bagi Nadiem untuk mengaktifkan Satgas PPDB di level daerah. Caranya, dengan meminta kepala daerah untuk memimpin langsung Satgas PPDB.

Menurut Huda, saat Mendikbud dijabat Muhadjir Effendy bersama Kemendagri menginisiasi pembentukan Satgas PPDB. “Harusnya Satgas PPDB inilah yang harus dimintakan secara dini mengantisipasi berbagai modus kecurangan dalam PPDB, karena hampir bisa dipastikan akan selalu terjadi,” ujarnya.

Huda menilai, sistem zonasi pada dasarnya digunakan sebagai upaya pemerataan kualitas pendidikan bagi peserta didik. Namun, pelaksanaannya harus sesuai dengan kondisi daerah. Ia pun usul ada revisi sistem PPDB ini agar disesuaikan dengan kondisi daerah.

Misalnya di Jakarta, tidak mengendap sistem zonasi karena membludaknya pendaftar di sekolah negeri. Akhirnya dikedepankan seleksi dengan menunda pekerjaan. Untuk yang tidak tertampung di sekolah negeri, Pemprov DKI Jakarta mengandeng sekolah swasta untuk menggelar PPDB bersama,” tutur Huda.

Ketua DPP PSI, Furqan AMC juga meminta sistem zonasi PPDB dievaluasi total karena dianggap rawan pemalsuan dokumen. Carut marutnya sistem zonasi justru mendiskriminasikan calon siswa yang seharusnya dijamin hak pendidikannya oleh konstitusi.

Furqan menduga, sistem PPDB akan menyulitkan anak-anak desa atau pinggiran kota mengakses sekolah negeri yang lebih bermutu di tengah kota. Selain itu, sistem PPDB ini membuat praktik pemalsuan dokumen, pungli, dan percaloan semakin marak.

Ia mencontohkan temuan kasus 31 KK palsu calon siswa baru di SMA Negeri 8 Pekanbaru, Riau, beberapa hari lalu. “Itu hanyalah puncak gunung es yang terungkap. Besar dugaannya praktik pemalsuan KK tersebut terjadi jamak di semua kota dan kabupaten di seluruh Indonesia,” tuding Furqan.

Apa tanggapan Kemendikbudristek? Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Dikdasmen Iwan Syahril mengatakan, pihaknya telah melibatkan inspektorat di daerah untuk menindak pelanggaran terkait KK. Kata dia, dalam menetapkan zonasi, Pemerintah Daerah memperhitungkan sebaran sekolah, sebaran domisili calon peserta didik, dan daya tampung yang tersedia. Iwan mencontohkan penerapan yang baik di Kabupaten Donggala, Pasuruan, Provinsi Riau, hingga Tangerang.

“Selanjutnya ini ada permasalahan yang terkait jalur afirmasi ini yang sering kita dengar adalah pemalsuan surat keterangan tidak mampu. Misalnya di Bekasi ada orang kaya daftarkan anak dengan jalur afirmasi gitu ya, karena dia mengaku tidak mampu,” ungkap Iwan.

Ia menyarankan adanya validasi dan verifikasi dokumen yang melibatkan Dinas Sosial. Pihaknya ingin adanya sosialisasi kepada orang tua, panitia PPDB, dan masyarakat atas sanksi hukum yang bisa didapat lantaran pemalsuan.

Iwan juga menyampaikan permasalahan PPDB di jalur prestasi. Menurutnya, ada peserta didik yang tak lolos padahal sudah mengharumkan nama kotanya. Misalnya Kota Tangerang, ada atlet karate dapat juara dua, tapi tidak lolos jalur prestasi di Banten.

“Solusi yang bisa kita rekomendasikan adalah Pemda dapat memberikan indikator dan formula jalur prestasi termasuk bukan hanya nilai rapor, termasuk akademik dan non-akademik. Panitia PPDB dapat menggunakan sistem informasi manajemen talenta dari Kemendikbud Ristek,” usulnya.

Di dunia maya, berbagai keluhan disampaikan warganet terkait carut marut sistem PPDB. “Gue nggak ngerti kenapa sampai ada sistem zonasi buat sekolah? Sama ratakan dulu seluruh sekolah, pendidik, baru dah bisa pakai sistem zonasi. Sekolah di kampung sama di kota ya jelas beda. Mau mencerdaskan saja harus dibatasi. Aneh,” sesal @itdatsht.

“Ruwet. Yang rumahnya pada jauh ke sekolah negeri akhirnya pada milih swasta,” aku @withfadhilan. “Emang tujuannya zonasi kan buat ‘bagi kue’ ke swasta,” sahut @metalomania. “Dihapuskan saja sistem zonasi ini. Lebih baik kembali ke sistem lama, pakai NEM (Nilai Ebtanas Murni),” usul @MohaAbant. “Bukan Indonesia kalo gak ada kata curang dan melakukan segala cara sekalipun gak benar...,” ledek @dududsyalala.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo