Anies Dan Trump Kalah Di Survei Tapi Menang Saat Pencoblosan
Adi Prayitno: Pilpres AS Berbeda Dengan Pilpres 2024
JAKARTA - Wakil Presiden ke-10 dan 12 Jusuf Kalla (JK), selama ini dianggap sebagai salah satu pendukung Anies Baswedan.
Lantas, bagaimana pandangan JK mengenai posisi jagoannya itu, yang selalu berada di urutan ketiga, di bawah Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto, dalam berbagai survei Calon Presiden (Capres)?
Mengenai hal itu, JK tampak kalem-kalem saja. Dia berkeyakinan, Anies masih punya peluang memenangi Pilpres 2024.
Untuk memperkuat keyakinannya itu, JK mengingat kemenangan Donald Trump pada Pilpres Amerika Serikat (AS) tahun 2016, dan kemenangan Anies dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017.
Hal itu disampaikan JK kepada wartawan, seusai menjadi pembicara dalam acara bertajuk Seminar Anak Muda untuk Politik, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (31/7).
JK menganalogikan posisi Anies saat ini seperti Trump pada Pilpres AS tahun 2016. Saat itu, elektabilitas Trump selalu di bawah saingannya, Hillary Clinton. “Menurut peneliti, Trump rendah sekali elektabilitasnya, tapi terpilih,” tandas JK
JK Juga menyinggung kemenangan Anies dalam Pilkada DKI 2017. Saat itu, pasangan Anies-Sandiaga Uno tidak dijagokan. Karena elektabilitasnya sangat rendah dibandingkan rivalnya, yaitu Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)-Sylviana Murni.
“Waktu di DKI, Anies terendah dalam berbagai survei, posisi ketiga. Tapi kemudian, dia yang terpilih (menang saat pencoblosan)," ingat mantan Ketua Umum Partai Golkar ini.
Lantas, bagaimana hasil survei bisa berbeda dengan hasil Pemilu? Yang diprediksi kalah, malah jadi pemenang. Seperti, pada Pilkada DKI itu.
Berikut wawancara dengan Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI) yang juga dosen Prodi Politik Universitas Islam Negeri (UIN), Adi Prayitno mengenai topik ini.
Menurut JK, yang kalah dalam survei, masih punya peluang memenangi Pilpres. Contohnya, Donald Trump di Pilpres AS. Pandangan Anda?
Donald Trump saat itu dinilai menggunakan sentimen populisme yang berbasiskan politik identitas dan berhasil menang. Itu kalau kita ingin menggunakan variabel Donald Trump.
Selain itu, apa lagi yang menyebabkan Trump menang?
Itu adalah kemenangan underdog, kira-kira begitu. Dalam survei-survei di Amerika Serikat, Trump sulit memenangi pemilihan karena sering menggunakan isu berbasiskan identitas, yang membuat suasana politik begitu panas.
Anies juga dinilai memanfaatkan politik identitas saat itu. Anies pun awalnya underdog, tidak terlampau dihitung akan memenangi Pilkada DKI, untuk melawan Ahok yang digdaya saat itu. Efek underdog itu yang antara lain memenangkannya. Anies melawan orang yang dipersepsikan kuat dan menang.
Apakah politik identitas bisa diterapkan untuk memenangi Pilpres 2024?
Untuk Pilpres 2024, pertarungan politiknya berbeda. Tidak ada calon yang berlatar non-Muslim, tidak seperti Pilkada DKI saat itu. Apalagi, saat itu Ahok dianggap menista agama.
Prediksi Anda, Pilpres 2024 seperti apa?
Pilpres 2024, saya kira berbeda dengan Pilkada DKI saat itu. Karena, bisa diprediksi, pada Pilpres 2024, semua calon Muslim dan memiliki akar hubungan yang cukup kuat dengan kelompok-kelompok masyarakat Islam.
Pilpres AS tidak bisa dibandingkan dengan Pilpres Indonesia 2024 ya?
Membandingkan Pilpres AS dan Pilkada DKI saat itu dengan Pilpres Indonesia 2024, tidak apple to apple.
Apakah isu politik identitas tidak akan muncul pada Pilpres 2024?
Kalau pun ada, sentimen populisme dan politik identitas, agak sulit dipakaiuntuk memenangi pertarungan.Karena, sentimen politik identitas sudah tidak laku.
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 18 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 20 jam yang lalu