Agar Suasana Politik Cair
Mega Saatnya Pakai Ilmu Padi
JAKARTA - Sebagai partai yang berkuasa selama 10 tahun, PDI Perjuangan (PDIP) dianggap kurang beruntung dalam mencari mitra koalisi untuk Pilpres 2024. Dari 7 parpol koalisi pendukung pemerintah saat ini, hanya PPP yang berhasil diajak PDIP untuk berkoalisi mendukung Ganjar Pranowo. Apa yang salah dengan PDIP hingga gagal menarik Golkar dan PAN untuk berkoalisi? Agar suasana politik cair, Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri disarankan pakai ilmu padi, makin tua makin merunduk dan berisi.
Setelah Golkar dan PAN memutuskan bergabung dengan Gerindra dan PKB, koalisi pendukung Prabowo Subianto jadi yang terkuat. Menteri Pertahanan itu, sudah mengantongi 46 persen dari gabungan kursi DPR milik Gerindra-PKB-Golkar-PAN. Sementara PDIP yang berkoalisi dengan PPP cuma mengantongi dukungan politik sebesar 25,56 persen. Angka ini masih kalah besar dari poros Koalisi Perubahan yang terdiri dari NasDem-Demokrat-PKS yang mengantongi dukungan sebesar 28,34 persen.
Apa tanggapan PDIP setelah kekuatan politiknya jadi yang terkecil? Politisi senior PDIP, Andreas Hugo Pareira mengaku tidak gentar dengan koalisi besar yang akan dihadapinya di Pilpres 2024. Kata dia, PDIP bersama PPP ditambah Hanura dan Perindo, akan tetap fokus memenangkan Ganjar sebagai Presiden ke-8 menggantikan Jokowi.
"Kami fokus kerja lapangan untuk mengawal dan masif memperkenalkan Ganjar di masyarakat akar rumput," kata Andreas, saat dihubungi Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Grup), kemarin.
Anggota Komisi X DPR ini mengaku tidak kaget dengan sikap politik yang ditunjukkan Golkar maupun PAN yang akhirnya memilih bergabung dalam poros pendukung Prabowo. Meskipun sebelumnya, kata dia, Golkar dan PAN sudah menjalin komunikasi politik yang intens dengan PDIP.
"Kami menghormati keputusan Golkar dan PAN serta partai lain dalam menentukan sikap politiknya. Kami biasa saja memandangnya. Tiap parpol tentu mempunyai hitungan masing-masing,” tegasnya.
Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Ade Armando ikut mengomentari nasib PDIP yang kini ditinggal parpol pendukung pemerintah. Lewat akun Twitter miliknya, Ade menilai, bergabungnya Golkar dan PAN ke koalisi Prabowo membuat peta politik berubah.
Dia memprediksi, Pilpres 2024 akan mempertemukan 2 Capres terkuat, yakni Prabowo dan Ganjar. Sebab, poros pendukung Anies, kata dia, kemungkinan akan tergoda dan memilih gabung dalam poros Prabowo. Sedangkan PDIP, tetap akan sulit mencari mitra koalisi.
“Koalisi Perubahan nggak jelas nasibnya. Sangat mungkin Demokrat atau NasDem ikut gabung. Ini mungkin karma buat kesombongan PDIP,” kata Ade, dikutip dari cuitannya, di akun Twitternya, kemarin.
Benarkah PDIP nantinya akan sulit mencari mitra kalisi? Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis (TPS) Agung Baskoro menjelaskan, bergabungnya Golkar dan PAN ke dalam KIR sebenarnya tidak mengagetkan. Karena Golkar dan PAN juga pernah masuk dalam koalisi pendukung Prabowo pada Pilpres sebelumnya. Ditambah lagi, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan berstatus sama dengan Prabowo, yakni menteri di Kabinet Indonesia Maju.
"Sehingga, cerita Golkar dan PAN hadir di KIR menjadi kelanjutan kisah kasih politik yang tertunda," ulasnya, semalam.
Namun, terlepas sejarah politik antara Prabowo dengan Golkar dan PAN, Agung menduga masih ada faktor lainnya. Menurutnya, tidak gabungnya Golkar dan PAN dalam poros PDIP, kemungkinan karena adanya saluran komunikasi yang mampet.
Kata dia, mungkin saja Golkar dan PAN agak canggung dalam menjalin hubungan dengan Mega. Ditambah lagi dengan nasib yang dialami PSI yang sejak awal sudah mendukung Ganjar. Namun, hingga kini, PDIP tidak menganggap PSI sebagai bagian dari mitra koalisi.
"PSI dianggap membajak Ganjar saat kemarin mereka mendeklarasikan dukungan hasil rembug rakyat," ujar Agung.
Kendati demikian, Agung menilai, situasi politik masih cair. Peta koalisi masih bisa berubah sebelum masa pendaftaran Capres-Cawapres resmi dibuka KPU, pertengahan Oktober nanti. Menurutnya, bila Mega mengubah gaya komunikasi dan lebih rendah hati, ada peluang PDIP menarik kembali dukungan parpol untuk mengusung Ganjar.
"Problem institusional di PDIP (sekarang) soal fleksibilitas dalam berkomunikasi. Kalau saja Bu Mega menerapkan ilmu padi, mungkin lobi-lobi politik bisa lebih cair dan membawa berkah bagi Ganjar,”ujarnya.
Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) Profesor Henri Subiakto menilai, PDIP sebagai parpol terbesar terlalu kaku dalam menjalin komunikasi. Sikap yang terkesan sombong, bisa dilihat ketika PDIP mengabaikan begitu saja dukungan PSI yang sudah jauh-jauh hari menyatakan dukungannya kepada Ganjar.
"Kesan sombong, kaku, merasa paling solid, merasa paling berhak, hingga tidak butuh partai kecil, dan kesombongan lain, hanya akan merugikan Ganjar dan PDIP sendiri," warning Henri.
Henri yakin, PDIP berhasil menjadi partai pemenang dalam dua Pemilu berturut-turut bukan semata-mata karena kinerja partai yang sangat baik, tetapi karena kehadiran Jokowi. Tanpa kehadiran Jokowi sebagai capres, PDIP belum tentu menjadi partai penguasa selama dua periode terakhir.
"Jokowi memiliki keterikatan yang kuat dengan rakyat, yang secara signifikan berpengaruh pada suara PDIP. Terlebih sekarang, kepuasan terhadap kinerja Pemerintah Jokowi mencapai lebih dari 80 persen," lanjutnya.
Herni lanjut menuturkan, tidak semua penentu harus dari seorang Mega. “Ini terkait cara komunikasi, faktor histori, kebijakan dan faktor sosial politik," pungkasnya.
Lifestyle | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu