TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers
Urus Ancaman Krisis Pangan

Jokowi, Sedia Payung Sebelum Hujan

Oleh: AN/AY
Editor: admin
Selasa, 19 Juli 2022 | 13:33 WIB
Presiden Joko Widodo memimpin rapat di Istana Negara. (Ist)
Presiden Joko Widodo memimpin rapat di Istana Negara. (Ist)

JAKARTA - Ancaman krisis pangan yang kini menghantui dunia, harus segera diantisipasi. Presiden Jokowi yang sudah berkali-kali mengingatkan masalah ini, memilih untuk sedia payung sebelum hujan. Kepada para pembantunya di kabinet, Jokowi ingin ancaman krisis pangan bisa diubah jadi peluang bagi Indonesia.

Kemarin, Presiden menggelar rapat kabinet khusus untuk membahas terkait ancaman krisis pangan. Sejumlah menteri yang berkaitan dengan pangan, hadir dalam rapat terbatas yang digelas di Istana Negara, Jakarta.

Apa hasilnya? Usai rapat, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) menjelaskan poin-poin yang disampaikan Jokowi terkait kesiapan pemerintah dalam menghadapi krisis pangan. Kata Zul, Jokowi menginginkan agar para menteri benar-benar sigap dalam mengatasi dinamika global yang sedang terjadi, khususnya di bidang pangan dan energi.

"Melihat situasi dunia, memang dua bidang ini harus sungguh-sungguh kita antisipasi," kata Zulhas.

Ketum PAN itu menambahkan bahwa semua menteri diingatkan bahwa saat ini dunia masih dalam suasana krisis pangan dan energi. Jokowi juga meminta semua jajaran kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) terkait harus memperhatikan dengan saksama.

Bahwa tak cuma sebagai tantangan, krisis pangan ini juga harus dilihat sebagai peluang bagi Indonesi untuk menggenjot ekspor.

"Antisipasi ini bisa menjadi peluang bagi kita untuk meningkatkan produksi bahkan ekspor," yakinnya.

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM), Teten Masduki juga diberi pekerjaan rumah (PR) dalam ratas tersebut. Yakni mengembangkan produk turunan kelapa sawit berupa minyak makan merah yang berbasis koperasi.

Menurut Teten, minyak makan merah menjadi solusi alternatif dari minyak goreng biasa. Dengan minyak makan merah, katanya, harga menjadi lebih murah namun kandungan protein dan vitamin A lebih tinggi.

"Pak Presiden tadi sudah menyetujui untuk pembangunan (pabrik) minyak makan merah berbasis koperasi ini saya kira akan menjadi solusi," kata Teten usai rapat terbatas di Istana Negara, Jakarta, kemarin.

Ia memastikan bahwa minyak makan merah ini sehat dan punya kandungan protein dan vitamin A yang tinggi. Malaysia sebutnya bahkan sudah memproduksi minyak makan merah tidak hanya untuk kebutuhan domestik. Melainkan juga diekspor ke China untuk mengatasi kekurangan Vitamin A di negara tersebut.Teten bilang, industri migor merah ini sebenarnya sudah ada di Indonesi. Tapi pasarnya belum terbentuk. Karena itu, industri ini perlu di-piloting terlebih dahulu.

"Ya karena Pak Presiden ingin ada piloting dulu karena market minyak makan merah ini kan masih belum terbentuk karena udah terlanjur minyak goreng yang bening ya," terangnya.

Ia meyakini, jika industri minyak makan merah ini jalan, maka bisa jadi solusi bagi petani yang selama ini sangat tergantung pada penjualan tandan buah segar (TBS). Dimana belakangan ini harganya anjlok.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga menyampaikan bahwa dalam ratas kemarin, Presiden memberikan arahan untuk mempersiapkan strategi khusus di 2023 menghadapi krisis pangan dan energi ini.

Sejauh ini, menurutnya fundamental ekonomi Indonesia masih relatif kuat. Inflasi 4,2 persen, lalu pertumbuhan ekonomi di angka 5 persen.

"Negara lain, Eropa rata-rata (inflasi) delapan persen, Amerika Serikat 9,2 persen, kemudian tentu kita lihat dana pihak ketiga di atas 10 persen, pertumbuhan kredit di atas sembilan persen jadi relatif ekonomi Indonesia bergerak," sambungnya.

Sebelumnya, soal krisis pangan dan energi jadi isu sentral di pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ketiga (3rd FMCBG) G20 di Bali akhir pekan lalu. Menkeu Sri Mulyani mewanti-wanti negara G20 dan lembaga internasional melakukan aksi konkret, agar jumlah orang kelaparan dunia tidak semakin membengkak. Saat ini ada 276 juta orang mengalami kerawanan pangan, sebagaimana laporan Program Pangan Dunia (the World Food Program-WFP).

Ekonom Piter Abdullah menilai pemerintah sudah berhitung dengan cermat dalam menghadapi ancaman krisis pangan dan energi ini. Ia meyakini Indonesia tidak akan terdampak.

"Kita relatif agak cukup, tapi enggak ada jaminan kontinyu," kata Piter tadi malam.

Ia juga mengapresiasi langkah cantik Jokowi yang melakukan diplomasi pangan dengan dua negara yang tengah berperang, yakni Rusia dan Ukraina. Di satu sisi, Indonesia tergantung pasokan gandum dari Ukraina. Di sisi lain, Rusia juga punya peran penting dalam penyediaan bahan baku pupuk Indonesia.

Ia berharap upaya tersebut tak berhenti di Rusia dan Ukraina, tapi juga negara pemasok pangan lain seperti Brasil, India hingga Amerika. Sebab pangan Indonesia seperti daging, kedelai, bawang putih dan lainnya masih tergantung dari negara lain.

"Tapi kalau ekspor itu terlalu berlebihan, karena kita termasuk dari sisi ketahanan pangan tidak kuat," pungkasnya.

Untuk diketahui, perang Rusia-Ukraina yang tak kunjung selesai, menimbulkan kekhawatiran bagi dunia. Krisis pangan dan energi jadi ancaman serius yang akan melanda dunia. Dampaknya sangat mengerikan. Ratusan juta orang di dunia terancam kelaparan. Banyak negara juga terancam bangkrut akibat krisis ini. (rm id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit