Risiko Kehilangan PDRB Capai Rp 215,8 Triliun
Jakarta Ganggu Perekonomian
JAKARTA - Polusi udara yang terjadi di Jakarta beberapa pekan terakhir dikhawatirkan mengganggu pertumbuhan ekonomi. Apalagi, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menerapkan kebijakan sistem bekerja dari rumah (Work From Home/WFH) atau melaksanakan hybrid working tanpa perlu datang ke kantor.
Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, kebijakan WFH bagi karyawan Pemda, Kementerian dan Lembaga hingga pegawai swasta, memiliki risiko menurunkan berbagai indikator ekonomi di Jakarta dan sekitarnya.
“Kalau WFH dilakukan oleh ASN (Aparatur Sipil Negara) dan juga pegawai swasta non-esensial, akan berpengaruh terhadap 40 persen pengeluaran rumah tangga di sektor transportasi. Jakarta juga berisiko kehilangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar Rp 215,8 triliun sepanjang 2023,” kata Bhima kepada Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Grup), kemarin.
Menurutnya, jika kebijakan WFH diberlakukan lebih luas lagi, maka pengaruhnya ke perekonomian akan lebih besar lagi. Khususnya dari sektor transportasi dan rekreasi.
Bhima mengatakan, kalau efek WFH sampai membuat 30 persen pendapatan sektor hotel dan restoran di Jakarta dan sekitarnya berkurang, maka ada tambahan kehilangan sebesar Rp 98,9 triliun.
“Ini kita ambil dari asumsi porsi pengeluaran masyarakat Jakarta untuk hotel dan restoran pada 2018-2022 sebesar 15,3 persen,” ujarnya.
Senada, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus memperkirakan dampak polusi itu menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,02 persen.
“Jakarta dan sekitarnya menjadi barometer nasional. Karenanya, ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan jika penurunan konsumsi di Jakarta tinggi,” kata Heri di Jakarta.
Menurutnya, dengan kebijakan WFH, maka setiap ASN diwajibkan bekerja dari rumah. Dengan demikian, mereka tidak akan mengeluarkan biaya seperti transportasi atau makan di luar.
Dengan demikian, konsumsi masyarakat akan menurun, dan pada akhirnya berimbas pada melemahnya pertumbuhan ekonomi.
Kebijakan WFH, kata Heri, hanya bisa dilakukan sebagai solusi sementara upaya mengurangi polusi. Pemerintah harus mencari solusi jangka panjang, yakni mengatasi sumber utama penyebab polusi.
Heri menyarankan, harus ada upaya melakukan program transisi energi menyeluruh, mulai dari pembangkit listrik energi baru terbarukan hingga gedung perkantoran yang ramah lingkungan. Termasuk pengembangan kendaraan listrik di Jabodetabek.
Sekadar info, dalam situs web IQAir, kualitas udara Jakarta pada Jumat (25/8) masih menunjukkan angka 165 atau tidak sehat. Polutan utama PM2.5 di Jakarta nilainya 16.5 kali nilai panduan kualitas udara tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), atau mencapai 82,7 mikrogram per meter kubik.
Akibat kualitas udara di Jakarta yang masuk dalam kategori tidak sehat, Pemprov DKI Jakarta menerapkan kembali sistem bekerja dari rumah.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan juga mengimbau Kementerian/ Lembaga (K/L) hingga perusahaan swasta melaksanakan WFH untuk mengurangi tingkat polusi udara di wilayah Jakarta yang semakin memburuk.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Pemerintah menyiapkan dua skema untuk menurunkan emisi di Tanah Air yang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), yakni pendekatan teknologi dan dipensiunkan.
“PLTU ada rencana kita untuk pertama pendekatan teknologi, lalu phasing down (mengurangi). Phasing down tentu yang sudah tua. Kan ada beda teknologi. Ada yang supercritical, ada yang sudah beroperasi puluhan tahun dan akan ditukar dengan hydropower,” kata Airlangga di Jakarta, Kamis (24/8).
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengatakan, Pemerintah melakukan hujan buatan untuk mengurangi polusi udara di Jakarta.
“Kita lakukan hujan buatan di lokal, sehingga udaranya dibersihkan,” ujar Siti di Jakarta, Senin (21/8).
Menurutnya, bentuk geografis Jakarta memang mempersulit sirkulasi udara. Sebab, Jakarta dikelilingi oleh perbukitan, sehingga udara yang sudah tercemar di Jakarta akan terperangkap.
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Galeri | 2 hari yang lalu
TangselCity | 20 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Ekonomi Bisnis | 2 hari yang lalu