Tentuin Saja Pemenangnya…"

SERPONG - Alur politik semakin tak terduga. Komposisinya bercampur. Elite politik bermanuver, rakyat bertanya-tanya. Bisakah polarisasi mencair? Atau justru sebaliknya?
Pasangan Anies-Muhaimin misalnya adalah percampuran “perubahan” dan “keberlanjutan”. SBY dan Demokrat kalau bergabung dengan koalisinya Prabowo, juga sama: blending antara keberlanjutan dan perubahan.
Kalau Demokrat bisa menyatu dengan koalisinya Ganjar atau PDI-P, juga sama: keberlanjutan dan perubahan.
Percampuran ini ada positifnya. Bisa mencairkan dan membongkar polarisasi yang selama ini ada. Dengan catatan, masing-masing pendukung (juga elitenya) bisa menerima dan menyatu.
Sebaliknya, fenomena ini justru bisa mengentalkan polarisas kalau tidak ada titik temu. Sekarang misalnya, sudah muncul istilah-istilah seperti “new cebong” atau “new kampret”. Istilah-istilah ini adalah reaksi atas fenomena politik terbaru.
Artinya, polarisasi itu tak bisa hilang sama sekali. Bahkan, bisa mengeras, sampai ke persoalan yang kian personal.
Untuk urusan pacaran atau pernikahan misalnya, saat penjajakan pertanyaannya bukan lagi sekadar “kerja dimana”, tapi “dukung siapa?” atau, “pilih partai mana”.
Bahwa polarisasi politik menjadi keniscayaan, iya. Di negara demokrasi seperti Indonesia, tak bisa semua orang disatukan dalam pilihan tunggal. Ini bukan negara otoriter.
Masalahnya, kalau polarisasi tersebut kian merusak, melebar dan mengeras, mulai dari ruang keluarga sampai ruang publik. Bisa memanjang sampai beberapa tahun ke depan.
Kalau sekarang terjadi polarisasi jilid II, itu artinya darah politik rakyat kian mengental. Rakyat sudah sampai pada tahap menikmati “kerasukan” politik.
Dampaknya, perhatian terhadap sisi-sisi ekonomi, lingkungan, kesehatan, pendidikan, pemberantasan korupsi, dan sebagainya, terabaikan.
Di sinilah muncul pihak yang bermain di air keruh. Para pemain di air keruh ini justru menikmati budaya rakyat dan elite yang terlalu fokus terhadap politik.
Suasana panas dan tak menentu ini, setidaknya akan berlangsung sampai penutupan pendaftaran capres-cawapres, November 2023 mendatang. Masih cukup lama.
Pengapnya atmosfer politik ini bisa memperparah polusi udara di Indonesia. Tak heran kalau ada yang berharap ini bisa cepat selesai. Tak perlu berlama-lama. Supaya rakyat tak terlampau jauh terbawa arus. Para investor juga bisa segera mendapat kepastian.
Bahkan, saking semangatnya, ada yang secara ekstrem berkata, “udah… tentuin saja pemenangnya”. Tentu saja, ini hanya gurauan.
Olahraga | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu