TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Bisnis Publikasi di Kalangan Akademisi

Oleh: Muhammad Iqbal, M.Pd
Sabtu, 16 September 2023 | 07:14 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi

PUBLIKASI merupakan bentuk legacy terbaik seorang akademisi. Lewat publikasi, seorang akademisi mampu menyampaikan keilmuan yang dimilikinya menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi pembaca. Selain itu, dikutip dari akun Instagram milik @Ditjen.Dikti ada beberapa manfaat dari publikasi, diantaranya, yaitu sebagai rekam jejak sebagai akademisi, meningkatkan reputasi dan eksistensi penelitian, berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan, dan pembuktian dan portofolio. Pelbagai manfaat tersebut, menunjukkan betapa pentingnya publikasi bagi akademisi. Oleh karena itu wajar saja jika hari ini beberapa perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta. Begitu bersemangat meminta seluruh dosen, mahasiswa, dan penelitinya, untuk menghasilkan pelbagai publikasi, terutama publikasi internasional. Sebab hal tersebut tidak hanya berpengaruh pada  citra seorang akademisi saja, tetapi juga terhadap akreditasi perguruan tinggi.

Pada umumnya, dalam membuat sebuah artikel yang dapat dipublikasi, dapat dikatakan susah-susah gampang, tergantung kualitas atau rangking publishernya. Semakin bagus kualitasnya, maka tingkat kesulitannya juga semakin tinggi. Biasanya, proses review artikel yang dilakukan sangat detail dan membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu, Hanya sebagian akademisi yang mempublikasikan artikelnya di publisher tersebut. Sebagian lain memilih mempublikasikannya di publisher biasa yang relatif lebih mudah. Tetapi, parahnya lagi, ada juga sebagian akademisi yang tidak memiliki kemampuan dalam menulis artikel ilmiah. Padahal, kemampuan tersebut sangat dibutuhkan, tidak hanya sebagai legacy, tetapi juga berguna dalam peningkatan jenjang karir. Oleh karena itu, publikasi menjadi peluang bisnis yang paling diminati saat ini.

Buktinya, begitu banyak iklan yang menawarkan jasa publikasi artikel ilmiah  bertebaran di pelbagai media sosial. Tak tanggung-tanggung, iklan tersebut menawarkan publikasi pelbagai ranking, mulai skala nasional hingga internasional, mereka bisa memilih sesuai dengan budget yang dimiliki. Sekali bayar, dengan mudah artikel bisa publish Tanpa harus menunggu lama dan tanpa revisi yang kadangkala membuat akademisi pusing tak menentu. Sungguh cara yang tidak tepat, artikel ilmiah yang harusnya memberi segudang manfaat, seolah hanya sekedar tulisan pelengkap syarat tanpa manfaat. Sungguh, sangat mengecewakan. Di saat yang lain berjuang, bersungguh-sungguh melakukan penelitian, mencari pelbagai referensi, menulis dengan memperhatikan pedoman ilmiah yang ditentukan, hingga berhasil mempublikasikan artikelnya di publisher internasional. Tetapi, mereka memilih cara instan, hanya untuk naik jabatan. Oleh karena itu, bisnis yang merawat sikap pragmatis para akademisi tersebut, harus segera dihentikan.

Diantara pelbagai upaya yang dapat dilakukan, yaitu, pertama, proses penilaian publikasi yang menjadi persyaratan akreditasi atau kenaikan jenjang, harus detail dan tidak sekedar formalitas. Sehingga, dalam menyiapkan artikelnya, para akademisi benar-benar memperhatikan kualitas publishernya, tidak hanya sekedar terbit, seperti yang telah dibahas di depan. Mereka yang tidak memenuhi persyaratan, hendaknya diberikan pembekalan intensif agar bisa mempublikasikan artikelnya di publisher sesuai persyaratan. Dengan demikian, para pebisnis publisher “abal-abal” tersebut perlahan kehilangan pelanggan, bisnis yang awalnya sangat menjanjikan, terpaksa harus dihentikan.

Kedua, perguruan tinggi hendaknya rutin melaksanakan pelatihan atau diskusi terkait pembuatan artikel yang siap tembus pada publikasi internasional. Perguruan tinggi harusnya tidak sekedar meminta para mahasiswa, dosen, dan penelitinya untuk menghasilkan artikel terpublikasi, tetapi hendaknya perguruan tinggi juga harus rutin melaksanakan pelatihan dan diskusi sebagai suplemen atau peningkatan kapasitas mahasiswa, dosen, dan penelitinya dalam mencapai target tersebut. Meskipun pada umumnya para akademisi tersebut, telah memiliki kemampuan yang mumpuni di bidang tersebut, tetapi tetap saja dibutuhkan pelatihan dan diskusi untuk stimulus bagi mereka dalam menghasilkan pelbagai publikasi yang bermanfaat bagi pembaca.

Ketiga, menjaga integritas pelbagai jasa publisher. Kata integritas yang dimaksud dalam hal ini adalah memiliki karakter jujur dan tidak mudah menerima suap, meski tawaran yang ditawarkan begitu mengiurkan, tetapi tak membuatnya goyah mempertahankan idealisme, sesuai visinya. Seperti pengalaman salah seorang pengelola publisher yang dituliskannya dalam sebuah tulisan di media, ia mengungkapkan begitu banyak akademisi yang menawarkannya tawaran agar mereka bisa menerbitkan artikel di lembaganya, tetapi ia menolaknya. Sebab, menurutnya, apa yang dilakukan oleh para akademisi tersebut, merupakan perbuatan yang menyalahi perannya sebagai seorang akademisi.

Langkah terakhir dan merupakan upaya terpenting dari pelbagai upaya yang telah diuraikan sebelumnya adalah menghadirkan kesadaran diri sebagai seorang akademisi. Sebab bagaimana bagaimana pun jugax, menjadi seorang akademisi tidak hanya dituntut sekadar memiliki artikel terpublikasi yang banyak, namun juga hendaknya dapat dijadikan pembaca atau masyarakat sebagai solusi dari segala permasalahan yang ada, atau berarti nilai kebermanfaatannya sangat tinggi, Selain itu, jika sikap pragmatis tersebut terus dipertahankan, maka juga akan berdampak kurang baik bagi citra perguruan tinggi. Oleh karena itu, para akademisi yang sering berlangganan untuk menjadikan Publikasi, sebagai ajang bisinis, harus segera dihentikan.

Semoga pelbagai upaya yang dijelaskan pada tulisan ini menjadi salah satu perhatian pemerintah atau perguruan tinggi dalam menyikapi bisnis Publikasi yang semakin tidak terkendali. Yang jika terus dipertahankan, takutnya akan menjadi budaya kurang baik bagi citra seluruh akademisi yang ada di Indonesia. Selanjutnya, kepada para pengelola atau pimpinan lembaga publisher yang telah menjadikan publikasi menjadi ladang bisnisnya. Lewat tulisan ini, hendaknya harus juga sadar, bahwa apa yang dilakukannya itu merupakan tindakan curang, yang menimbulkan pelbagai kemungkinan buruk bagi profesionalitas dari  seorang akademisi di masa depan.(*)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo