Maruarar: Kalau MK Hilang Kepercayaan, Masyarakat Bisa Anarkis
JAKARTA, Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Maruarar Siahaan mengatakan, saat ini kondisi MK sedang sakit. Kepercayaan publik menyusut, setelah lembaga yang memiliki kewenangan memutus pada tingkat pertama dan terakhir itu menerbitkan putusan yang mengizinkan seseorang mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden, meski belum berusia 40 tahun. Asalkan, memiliki pengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi atau kabupaten/kota.
Berbekal putusan ini, putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka yang baru berusia 36 tahun pun maju pilpres. Mendampingi Prabowo Subianto.
"Kacau, kalau MK kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Ini bisa menciptakan kondisi anarkis, karena masyarakat sudah tidak percaya lagi terhadap hukum," kata Maruarar di Kantor Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Menteng, Jakarta, Selasa (31/10/2023).
Buntut terbitnya putusan tersebut, sembilan hakim konstitusi, termasuk Ketua MK Anwar Usman dilaporkan ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) oleh 15 guru besar dari berbagai universitas yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS), karena dianggap telah melakukan pelamggaran etik.
"Melihat ada tidaknya pelanggaran etik itu sangat gampang. Dari sudut putusan MK saja, dengan mudah bisa kita temukan, bahwa putusan itu (putusan yang mengubah syarat maju pilpres, Red) tidak beres," ujar Maruarar.
Apalagi, lanjutnya, Ketua MK Anwar Usman merupakan paman Gibran. Sekadar catatan, Anwar resmi menjadi paman Gibran, setelah menikahi adik kandung Jokowi yang bernama Idayati pada Kamis, 26 Mei 2022.
"Hakim Konstitusi itu harus menjunjung tinggi independensi, imparsial. Itu harus dihayati betul. Karena itu akar kepercayaan masyarakat terhadap seorang hakim. Kalau itu dilanggar, sudah pasti terjadi pelanggaran kode etik hakim," tegas Maruarar.
Maruarar kembali menekankan potensi ancaman yang mungkin terjadi, jika publik tak lagi percaya MK. "Bayangkan, bagaimana bisa menyerahkan sengketa pemilu kepada MK yang tidak dipercaya masyarakat," tandasnya.
Saat ini, pertaruhan kepercayaan publik terhadap MK, ada di tangan Hakim Sidang Etik MKMK Jimly Asshiddiqie.
Jimly dikenal sebagai sosok yang menciptakan kode etik, yang harus ditaati pejabat Indonesia. Apakah hal itu juga akan dia terapkan dalam keputusan MKMK," pungkas Maruarar.
TangselCity | 21 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 17 jam yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 14 jam yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu