Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Haji Lambat
Pembahasan Haji Tertunda

JAKARTA - Senayan menyindir Kementerian Agama (Kemenag) yang sangat lambat memberikan Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Pelaksanaan Haji 2023 ke Komisi VIII DPR. Walhasil, agenda pembahasan pelaksanaan haji 2024 ikut tertunda.
Anggota Komisi VIII DPR John Kenedy Azis telah dua periode ini duduk di Komisi VIII dan bermitra dengan Kemenag. Selama periode itu, dia sudah merasakan tiga Menteri yang berbeda, yakni Lukman Hakim Syaifuddin, Fachrul Razi dan Yaqut Cholil Qoumas.
Kendati demikian, dia sangat merasakan perbedaan tajam antara dua menteri sebelumnya, dengan menteri sekarang, terutama terkait pelaporan keuangan haji. Dari 3 menteri itu, laporan keuangan haji diselesaikan tidak lebih dari 2,5 bulan.
“Tapi hari ini, di zamannya Pak Menteri (Yaqut Cholil Qoumas), boleh dikatakan 5 bulan tapi masih kita otak-atik,” sindir John Kenedy Azis dalam rapat kerja Komisi VIII DPR bersama Menteri Yaqut di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (6/11/2023).
John bilang, keterlambatan pembahasan laporan keuangan haji ini berimbas kepada agenda atau pembicaraan persoalan haji selanjutnya. Dan lebih parahnya, mau tidak mau, suka tidak suka, Komisi VIII sepertinya dipaksa untuk menyetujui laporan keuangan haji tersebut.
“Kita tidak diberi kesempatan poin per poin tentang laporan keuangan haji itu. Sebab, kalau kita tanya lagi, ini akan menjadi tertunda lagi. Akan menjadi lama lagi,” ujar anggota Fraksi Golkar ini.
Dampak dari keterlambatan pembahasan haji tahun 2024 ini, lanjutnya, DPR harus menjadi sasaran kemarahan masyarakat akibat pembahasan haji yang tidak sesuai waktu yang diharapkan.
“Oleh karena itu, saya John Kenedy Azis dari Fraksi Golkar, sangat menyayangkan, sampai hari ini kita masih membahas mengenai laporan (keuangan haji ini (tahun 2023),” sesalnya.
John juga menyentil Sistem Informasi Komputerisasi Haji Terpadu atau Siskohat yang merupakan sistem aplikasi untuk mengolah seluruh data perhajian.
Dalam pelaksanaan sistem ini, ada oknum-oknum yang justru menentukan pemberangkatan haji tidak mengacu kepada Siskohat.
“Ini bisa kita buktikan, berpuluh-puluh, mungkin beratus-ratus (jemaah haji) yang pemberangkatan haji itu tidak berdasar Siskohat,” bilangnya.
Dia mempertanyakan, apakah Kemenag masih menganggap Siskohat ini layak untuk dipertahankan untuk menjadi acuan pemberangkatan haji atau tidak.
Kalau seumpamanya tidak layak, disepakati saja antara Kemenag dan DPR terkait metode dalam penentuan pemberangkatan jemaah haji ini. “Pemberangkatan jemaah haji itu berkeadilan,” tegasnya.
Anggota Komisi VIII DPR Husni justru menyoroti ongkos biaya penerbangan pemberangkatan jemaah haji pada dua maskapai sebesar Rp 927 miliar, yakni Garuda Indonesia dan Saudi Airline.
Untuk haji 2023, Saudi Airline malah menggunakan pesawat Lion Air. “Ini yang amat kita sayangkan padahal itu tidak pernah kita atur,” kata Husni.
Husni lalu menyoroti laporan premi asuransi dan perlindungan haji 2023. Kemenag menyebutkan, premi asuransi jemaah haji sebesar Rp 2,14 miliar lebih pun baru dibayarkan ke pihak asuransi pada 31 Agustus 2023. “Padahal biasanya asuransi itu dibayar di depan,” katanya.
Dia juga mempersoalkan laporan jemaah haji meninggal sebanyak 750 orang. Namun, tidak disebutkan atau dicantumkan berapa nilai yang diterima para jemaah tersebut. Terakhir, soal temuan jemaah yang sakit namun tidak tertangani dengan baik di Mina.
Ini karena adanya miskomunikasi antara petugas haji dengan Maktab, atau kantor yang diberi kewenangan oleh Pemerintah Arab Saudi untuk mengurus penyiapan layanan jemaah haji, termasuk asal Indonesia
“Ternyata petugas kesehatan kita yang membawa jemaah sakit itu tidak pernah meminta ambulans. Padahal itu sudah disediakan oleh Maktab. Jadi ada miskomunikasi yang insya Allah bisa kita evaluasi,” katanya.
Sementara, Menag Yaqut Cholil Qoumas melaporkan operasional penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023 terdapat saldo akhir per 31 Austus 2023 sebesar Rp 1,21 triliun lebih.
Dari saldo ini akan digunakan untuk memenuhi kewajiban sebesar Rp 1,03 triliun, yang terdiri dari sisa pembayaran penerbangan Rp 927,4 miliar, premi asuransi dan perlindungan lain sebesar Rp 2,14 miliar.
Lalu, pembinaan jemaah sebesar Rp 9,6 miliar, pelayanan umum dalam negeri Rp 37,25 miliar, dan pengelolaan BPIH sebesar 27,15 miliar.
Dari jumlah kewajiban yang belum terbayar tersebut, sebagian sudah direalisasikan pembayarannya yaitu penerbangan, daftar kewajiban per 31 agustus Rp 927 miliar, realisasi sudah seusai kewajiban. Premi asuransi dan perlindungan lainnya Rp 2,14 miliar, realiasi per 31 Oktober Rp 2,08 miliar. “Masih ada sisa Rp 59 juta,” katanya.
Kemudian pembinaan jemaah Rp 9,66 miliar, sementara realisasi Rp 8,76 miliar, dan masih ada sisa Rp 899 juta lebih. Berikutnya, pelayanan umum dalam negeri Rp 37,25 miliar sebagai kewajiban, dan sudah terealisasi Rp 366,5 juta, sehingga masih ada sisa Rp 39,89 miliar.
“Sementara pengelolaan BPIH daftar kewajibannya Rp 27,15 miliar dan realisasi Rp 20,84 miliar, sehingga masih ada sisa Rp 6,3 miliar,” katanya.
Opini | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu