Mardani Maming Disebut KPK Terima Uang Rp 104.3 M
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi menyebut, mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming menerima uang sebesar Rp 104,3 miliar dari pengendali PT PCN (Prolindo Cipta Nusantara) Henry Soetio.
"Uang diduga diterima dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dalam kurun waktu 2014 sampai 2020," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, dalam konferensi pers, di Gedung KPK, Jl. Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (28/7) malam.
Perkara ini bermula ketika Henry meminta Mardani Maming untuk mengalihkan persetujuan izin usaha pertambangan operasi dan produksi (IUP OP) milik PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) seluas 370 ha yang berlokasi di Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, ke PT PCN.
"Menanggapi keinginan Henry Soetio tersebut, di awal tahun 2011, MM (Mardani Maming) diduga mempertemukan Henry Soetio dengan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo yang saat itu menjabat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu," ungkapnya.
Dalam pertemuan tersebut, Mardani diduga memerintahkan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo agar membantu dan memperlancar pengajuan IUP OP dari Henry Soetio.
Selanjutnya di bulan Juni 2011, Surat Keputusan Mardani Maming selaku Bupati tentang IUP OP terkait peralihan dari PT BKPL ke PT PCN ditandatangani.
"Diduga ada beberapa kelengkapan administrasi dokumen yang sengaja di-backdate (dibuat tanggal mundur) dan tanpa bubuhan paraf dari beberapa pejabat yang berwenang," ungkapnya.
Peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN diduga melanggar ketentuan pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, yang berbunyi "Pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain”.
Selain itu, Alex menambahkan, Mardani Maming juga meminta Henry Soetio agar mengajukan pengurusan perizinan pelabuhan untuk menunjang aktivitas operasional pertambangan dan usaha pengelolaan pelabuhan, yang dimonopoli PT Angsana Terminal Utama (ATU), diduga merupakan perusahaan milik Mardani Maming.
"Diduga PT ATU dan beberapa perusahaan yang melakukan aktivitas pertambangan adalah perusahaan fiktif yang sengaja dibentuk MM untuk mengolah dan melakukan usaha pertambangan hingga membangun pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu," beber Alex.
Adapun perusahan-perusahaan tersebut susunan direksi dan pemegang sahamnya masih berafiliasi dan dikelola pihak keluarga Maming. Kendali perusahaannya tetap dilakukan Maming.
"Pada tahun 2012, PT ATU mulai melaksanakan operasional usaha membangun pelabuhan dalam kurun waktu 2012-2014 dengan sumber uang seluruhnya dari Henry Soetio dimana pemberiannya melalui permodalan dan pembiayaan operasional PT ATU," ungkap dia
Diduga terjadi beberapa kali pemberian sejumlah uang dari Henry Soetio melalui beberapa perantaraan orang kepercayaannya dan atau beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Mardani Maming.
"Kemudian dalam aktivitasnya dibungkus dalam formalisme perjanjian kerjasama underlying guna memayungi adanya dugaan aliran uang dari PT PCN melalui beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan MM tersebut," tandasnya.
Atas perbuatannya, Mardani Maming disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1). (rm id)
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Galeri | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Ekonomi Bisnis | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu