TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers

Rawan Penyelewengan Di Tahun Politik

Awasi Penggunaan Dana Desa

Reporter: AY
Editor: admin
Jumat, 17 November 2023 | 14:24 WIB
Jaksa Agung ST Burhanuddin saat di Gedung DPR. Foto : Ist
Jaksa Agung ST Burhanuddin saat di Gedung DPR. Foto : Ist

JAKARTA - Senayan meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pengawalan terhadap penggunaan dana desa di daerah. Hal ini guna mencegah jangan sampai dana desa disalahgunakan untuk kepentingan pemilu.

Anggota Komisi III DPR Wihadi Wiyanto mengatakan, sebenarnya kinerja Kejagung dalam penanganan kasus-kasus korupsi saat ini sudah sangat baik. Bahkan Kejagung kini telah menjadi tumpuan baik di tingkat pusat maupun daerah dalam penanggulangan maupun pencegahan kasus-kasus korupsi.

"Cuma yang kita lihat di sini adalah permasalahan korupsi yang tetap berjalan menyang­kut kepala desa," kata Wihadi dalam rapat kerja Komisi III DPR bersama Jaksa Agung ST Burhanuddin di Gedung Parle­men, Jakarta, kemarin.

Wihadi menuturkan, desa menerima banyak bantuan baik dalam bentuk dana desa yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan maupun dari Anggaran Pen­dapatan dan Belanja Daerah (APBD). "Dan untuk pemilu saat ini, dana itu sangat rawan. Baik itu pemberian-pemberian dana desa atau pemberian-pemberian bantuan kepada desa dari kepala daerah yang mempunyai maksud-maksud tertentu," sambung dia.

Tentu menyikapi situasi terse­but, politisi Fraksi Gerindra ini meminta Kejagung melalui Kejak­saan negeri (Kejari) memperkuat pendampingan kepara para kepala desa. Sebab di tahun pemilu ini, ada sejumlah kepala desa yang mem­peroleh bantuan hingga Rp 4-5 miliar di luar dari dana desa yang diberikan oleh Pemerintah pusat.

"Ini ada apa dengan desa-desa yang diberikan cukup besar dengan bantuan-bantuan itu, kemudian penggunaannya seperti apa, dan apa yang harus dilakukan oleh desa-desa itu. Ini perlu ada pendampingan dan juga perlu yang namanya penyelidikan lebih lanjut peng­gunaan dana tersebut," usulnya.

Untuk itu, dia meminta Kejari mendampingi dan mengawasi dana desa dan berbagai bantuan lainnya agar tidak sampai terjadi penyelewengan-penyelewengan. "Saya kira ini merupakan lang­kah preventif yang bisa dilaku­kan Kejaksaan untuk mem­berikan suasana pemilu yang jujur, adil dan langsung berjalan dengan aman," tambahnya.

Hal senada dilontarkan ang­gota Komisi III DPR Syarifud­din Sudding. Sudding menilai penanganan dan pencegahan kasus-kasus korupsi di Kejagung sudah jauh lebih baik. Karena itu, tidak mengherankan jika Kejaksaan menerima banyak penghargaan dari berbagai kelom­pok masyarakat dan insan pers.

"Ini patut kita berbangga dan (fraksi) PAN memberikan peng­hargaan dan apresiasi atas kinerja yang sangat membanggakan ini. Apalagi tingkat kepercayaan publik terhadap jajaran kejaksan terus meningkat, dan kini be­rada di angka 75 persen sekian," ujarnya.

Karena itu, Sudding menilai, Kejaksaan saat ini benar-benar berada di era keemasan. Sebab penanganan kasus-kasus korupsi yang dilakukan Jaksa Agung dan jajaran, benar-benar berjalan efektif dan tanpa pandang bulu. "Semua diproses dalam konteks penegakan hukum secara adil. Kita berharap jajaran Kejaksaan ke depan dapat menjadi role model pemberantasan tindak pidana korupsi," harapnya.

Namun dia berharap, restora­tif justice juga benar-benar dijalankan dengan baik dan berkeadilan. Terutama kasus penggunaan dana desa dimana banyak kepala desa yang diseret ke muka hukum karena keti­daktahuan. Tidak memahami betul bagaimana dan peruntukan penggunaan dana desa ini.

"Kita meminta Jaksa Agung menginstruksikan kepada ja­jarannya ke bawah supaya ada pendampingan, edukasi. Supaya para kepala desa dalam peng­gunaan dana desa tidak terjerat dalam persoalan hukum karena ketidaktahuan," katanya.

Makanya, dia meminta kepada Jaksa Agung mengeluarkan in­struksi yang jelas kepada jajaran­nya terkait mekanisme restoratif justice terhadap kasus dana desa tertentu. Misalnya, ketika ada pe­nyalahgunaan dana desa di bawah Rp 100 juta, maka bisa ditempuh mekanisme restoratif justice, dengan syarat ada pengembalian kerugian negara. Sebab, masih ada kepala desa yang tetap di­perkarakan padahal kepala desa tersebut sudah mengembalikan kerugian negara.

"Tapi masih saja dipanggil bolak-balik dan sebagainya. Dan ada upaya-upaya seperti dalam tanda kutip masuk dalam kualifikasi pemerasan. Dalam hal tindakan-tindakan seperti ini, harap ditertibkan Pak Jaksa Agung," wantinya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit