Kondisi Menyedihkan Di RS Al-Shifa
Oksigen Habis, Air Kosong, Pasien Di Gaza Memilukan
PALESTINA - Agresi militer yang dilakukan Israel ke Jalur Gaza, Palestina, telah menyebabkan ribuan korban tewas dan menghancurkan berbagai infrastruktur dan fasilitas publik seperti rumah sakit. Di RS Al Shifa, rumah sakit yang baru saja diserang militer Israel misalnya, pasokan oksigen dan air di sana sudah habis. Akibatnya, banyak pasien kehausan, dan pasien sekarat tak bisa diselamatkan.
Serangan militer Israel ke RS Al Shifa pada Selasa dini hari lalu, membuat rumah sakit terbesar di Gaza itu rusak parah. Dilansir BBC pada Jumat (17/11/2023), berbagai fasilitas di rumah telah hancur. Salah satunya adalah saluran air dan oksigen yang diledakkan pasukan Israel.
Direktur RS Al Shifa Muhammad Abu Salmiya mengatakan, saat ini rumah sakit sudah tidak memiliki pasokan air bersih dan oksigen. Para pasien pun kehausan. Sementara pasien yang dalam kondisi parah tak bisa lagi mendapat bantuan oksigen .
Abu Salmiya mengatakan, kondisi rumah sakit saat ini tragis, dengan lebih dari 650 pasien, 500 staf medis dan 5.000 pengungsi di dalamnya. Di sisi lain, tank-tank Israel masih mengepung dengan drone.
Kondisi di RS Indonesia (RSI) yang berada di Gaza utara, tak jauh berbeda. Rumah sakit yang berasal dari bantuan Indonesia itu terpaksa berhenti beroperasi lantaran sudah tidak ada pasokan obat-obatan dan membludaknya pasien.
Dari rekaman video yang dirilis Al Jazeera, Kamis (16/11/2023), terlihat warga yang terluka berbaris di lorong-lorong dan berbaring di lantai. Direktur RSI, Atef Al-Kahlout mengatakan, tempat tidur pasien sudah habis. "Kami sudah tidak dapat menawarkan layanan apa pun lagi, termasuk tempat tidur sekalipun," kata Atef.
Atef mengatakan, RSI memiliki kapasitas 140 pasien. Namun, saat ini terdapat sekitar 500 pasien berada di dalam rumah sakit. Dia mengatakan, 45 pasien memerlukan intervensi bedah segera.
Kondisi warga Palestina yang tragis ini mendapat sorotan dari berbagai belahan dunia. Para tokoh Indonesia pun ikutan berkomentar.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Prof Abdul Mu'ti mengatakan, tindakan Israel yang menyerang RS, sehingga menyebabkan jatuhnya korban perempuan dan anak-anak sudah tidak bisa dibenarkan. Kekejaman Israel harus dihentikan karena korban perempuan dan anak-anak .
Kata Mu'ti, jika benar Israel menarget anak-anak dan perempuan dan tanpa henti melakukan pengrusakan, sudah bisa dikatakan perbuatan Israel itu adalah aksi genosida. Dalam kaitan ini, kata dia, sudah pantas Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu dibawa ke pengadilan HAM karena telah melakukan kejahatan perang.
"Bukti dan data sudah sangat kuat. Indonesia bisa menyuarakan ini. Menyeret Netanyahu ke forum pengadilan HAM atau kejahatan perang," kata Mu'ti, saat menjadi pembicara diskusi bertajuk Konflik Palestina Israel: Peluang Penyelesaian, yang digelar Moya Institute secara online, Jumat (17/11/2023).
Pakar Hukum Internasional, Prof Hikmahanto Juwana mengatakan, apa yang dilakukan Netanyahu kepada Palestina sudah masuk dalam kejahatan perang. Kata dia, Netanyahu bisa saja diseret ke International Criminal Court (ICC). Hanya saja, lanjut dia, Israel bukan anggota statuta ICC. Jadi hanya anggota saja yang bisa diseret ke sana.
Sebenarnya, kata Hikmahanto, ada jalan lain yaitu lewat Dewan Keamanan PBB. Jadi bisa saja diajukan resolusi, nanti resolusi itu memandatkan ICC untuk melakukan proses hukum mengadili Netanyahu. Persoalannya, kalau melalui PBB, pasti akan ketemu Amerika Serikat. "Nah pasti diveto sama AS. Jadi PBB itu sudah seperti macan ompong," sindirnya.
Hikmahanto lalu mencontohkan saat Presiden Sudan Omar al-Bashir mau ditangkap karena melakukan pelanggaran HAM berat. Bashir tak bisa ditangkap karena tak ada polisi dunia. Kecuali kata dia, diserahkan oleh rakyatnya seperti mantan Presiden Serbia, Slobodan Milosevic. Rakyat Serbia dengan sukarela menyerahkan Milosevic.
Rektor Universitas Ahmad Yani ini mengatakan apa yang dihadapi dalam konflik Israel-Palestina ini bukan hanya menghadapi Israel saja. Tapi juga AS, yang memiliki kapal induk, dan nuklir.
Jadi bagaimana cara menghentikan kekerasan Israel ini? Salah satu caranya adalah dengan memegang teguh politik bebas aktif seperti yang dilakukan Presiden Jokowi menemui Presiden AS Joe Biden. Dalam pertemuan itu, Jokowi berani mengatakan apa yang terjadi di Palestina adalah bukan hak untuk membela diri, tapi aksi kekejaman. Bahkan Jokowi minta langsung ke Joe Biden untuk menghentikan aksi kekejaman di sana.
"Mana ada negara manapun berani mengatakan seperti itu kepada Presiden AS. Ini merupakan perbuatan yang sangat luar biasa. Jokowi presiden pertama yang berbicara seperti itu kepada Biden," ujarnya.
Kata Hikmahanto, Jokowi berani karena bukan hanya memegang mandat dari rakyat Indonesia. Namun, negara OKI dan negara di dunia. "Bukan tidak mungkin kita mendapat sanksi dari AS. Tapi kita berani melakukan itu," pungkasnya.
Lifestyle | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu