Pemerintah Tak Kasih Ampun Pembuat Hoaks
JAKARTA - Pemerintah berjanji tetap menjaga tensi politik agar tidak berujung perpecahan di tengah masyarakat. Karena itu, Pemerintah bakal memberi efek jera bagi para pembuat dan penyebar hoaks.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, tahun politik seringkali memicu adanya informasi bohong alias hoaks yang menyebar di media sosial. Jika tidak ditindaklanjuti, kondisi tersebut rawan menimbulkan gesekan di level akar rumput.
Sejak jauh-jauh hari, Pemerintah sudah membuat banyak strategi yang sudah berjalan dalam menghadapi tahun politik. Mulai dari menyiapkan teknologi pelacak hoaks hingga penegakan hukum.
“Pemerintah sudah memiliki banyak alat canggih dalam menangani hoaks,” ujar Moeldoko kepada Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Group) dikutip Minggu (26/11/2023).
Alat canggih yang dimaksud berupa mesin pelacak (crawling) hoaks atau konten-konten negatif di internet. Semuanya dilakukan menggunakan teknologi hingga menelusuri sumbernya.
“Ini yang relatif bisa untuk memantau, memonitor pergerakan hoaks serta menurunkan kontennya,” jelas Moeldoko.
Baca juga : Pemda Se-Jabar Terapkan Penggunaan Kartu Kredit Indonesia
Dari mesin tersebut, masyarakat bisa mencari tahu benar atau tidaknya informasi provokatif yang beredar melalui website Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Pemerintah juga mendorong masyarakat tidak mudah percaya dengan informasi provokatif yang bersumber dari media sosial sebelum dipastikan kebenarannya.
Strategi selanjutnya, penguatan modal sosial masyarakat.
Eks Panglima TNI ini menerangkan, jika masyarakat sudah tidak mudah percaya hoaks, maka informasi palsu tidak mudah menyebar. Bahkan, masyarakat yang melaporkannya.
“Adanya modal sosial, Indonesia bisa menghadapi Covid-19. Ini karena modal sosial kita adalah gotong royong. Lalu, kohesivitas tentang kebersamaan. Ini modal sosial yang harus dikuatkan oleh semua, termasuk tokoh agama, para guru dan seterusnya,” paparnya.
Menurutnya, modal sosial ini harus terus terbangun dan dikuatkan. Jangan sampai hilang. Jurus jitu menghadapi Covid bisa diterapkan dalam melawan hoaks.
Langkah selanjutnya, pendekatan law enforcement atau penegakkan hukum.
Moeldoko berjanji, setiap pelaku pembuat hoaks akan dihukum agar menyebabkan efek jera.
“Artinya, tindak tegas saja pelaku tersebut. Ini demi kebaikan bersama agar tidak ada yang terhasut,” tegasnya.
“Jangan kasih ampun karena, kalau dikasih ampun dia bisa membuat hoaks lagi,” sambung Moeldoko.
Menurutnya, proses demokrasi di Indonesia dari waktu ke waktu sudah berjalan dengan baik.
Dia mengingatkan, jangan sampai proses demokrasi yang sudah semakin matang itu dikalahkan oleh hoaks, asumsi dan persepsi.
Moeldoko mengajak masyarakat ikut mengawasi netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI dan Polri pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Bahkan, dia meminta warga memviralkan pelanggaran netralitas ASN tersebut jika menemukan bukti dan data yang valid nantinya.
Pemerintah sudah memiliki instrumen untuk mengawasi dan memastikan aparatur negara netral dalam kontestasi politik melalui berbagai regulasi, baik berupa undang-undang maupun Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kemenkominfo Semuel Abrijani menambahkan, penyebar informasi tidak benar khususnya terkait Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 berpotensi dijerat hukum, apabila konten yang disebarkan mengandung narasi yang bisa memicu kerusuhan.
“Terkait dengan pidana, kami tidak akan mentolerir hoaks yang menimbulkan kerusuhan. Banyak kan terjadi 2019 dan kami ambil tindakan tegas,” tegasnya.
Dalam hal penanganan kasus hoaks selama Pemilu 2024, Kementerian Kominfo akan berkolaborasi dengan Kepolisian apabila ditemukan konten yang berpotensi menimbulkan perpecahan bahkan konflik di tengah masyarakat.
Menurut Semuel, jika ditemukan hoaks dengan memecah masyarakat, maka Pemerintah dapat menjerat pelaku pembuat dan penyebar hoaks tersebut dengan Undang Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016.
Isinya, tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“Regulasi ini mengatur soal penindakan terhadap kasus penyebaran berita bohong. Pelaku dapat terancam hukuman penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar,” tandasnya.
Nasional | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 17 jam yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Olahraga | 19 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu