Ketua KPU Jangan Buat Kesalahan Lagi. Sekali Lagi Salah, Bisa Diberhentikan
JAKARTA - Posisi Ketua KPU Hasyim Asy'ari sudah di ujung tanduk. Sekali lagi melakukan kesalahan, Hasyim bisa diberhentikan. Untuk itu, Hasyim diimbau jangan ngawur dalam penyelenggaraan Pemilu.
Hasyim dan enam Komisioner KPU lainnya, mendapatkan sanksi peringatan keras dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena dianggap melanggar etik dalam tata kelola kepemiluan saat menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres. Khusus untuk Hasyim, dia mendapatkan peringatan keras dan terakhir. Artinya, dia tidak boleh melakukan kesalahan lagi.
Dosen Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menyatakan, jika Hasyim kembali melakukan pelanggaran etik, DKPP bisa mencopotnya. Sebab, sebelumnya Hasyim sudah melanggar etik tiga kali.
Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) ini membeberkan tiga pelanggaran etik yang dilakukan Hasyim. Pertama, Hasyim jalan bareng dengan Ketua Umum Partai Republik Satu, Hasnaeni Moein alias Wanita Emas, ke Yogyakarta. Hasyim lalu dijatuhi sanksi keras oleh DKPP pada 3 April 2023.
"Pada putusan di perkara Hasnaeni, Hasyim juga sudah mendapat peringatan keras terakhir," terang Titi, kepada Redaksi, Selasa (6/2/2024).
Kedua, Hasyim dianggap melanggar etik terkait Peraturan KPU (PKPU) tentang Keterwakilan Perempuan dalam Pencalonan Pileg 2024. Hasyim lalu dijatuhi sanksi peringatan keras oleh DKPP pada 25 Oktober 2023.
Ketiga atau yang terbaru, Hasyim dan enam Komisioner KPU lainnya dianggap melanggar etik karena menerima pencalonan Gibran sebagai Cawapres tanpa lebih dulu merevisi PKPU mengenai batas usia minimun Capres-Cawapres. Hasyim dijatuhi sanksi peringatan keras dan terakhir pada 5 Februari 2024.
Titi menyebut, berulangnya sanksi teguran keras kepada Hasyim mengkonfirmasi karut marutnya kepastian dan tertib hukum Pemilu 2024 serta problem profesionalitas penyelenggara yang mengkhawatirkan. Dengan pelanggaran yang sudah terjadi, menurut Titi, harusnya Hasyim sudah diberhentikan. Sayangnya, DKPP tidak tegas dan solid dalam menjatuhi hukuman itu.
Ia melanjutkan, putusan DKPP juga menjadi koreksi bagi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang luput dalam melakukan pengawasan atas kepastian hukum dan profesionalitas tata kelola administrasi tahapan Pemilu.
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati mengaku miris dengan pelanggaran etik berulang yang dilakukan Hasyim. Dia khawatir, kondisi ini akan mengikis kepercayaan publik ke KPU.
Jika penyelenggara Pemilu terus melanggar etik, sangat dikhawatirkan terjadi distrust dari masyarakat kepada penyelenggara dan mendelegitimasi proses Pemilu yang sedang berjalan,” ungkap Neni, Selasa (6/2/2024).
Neni melanjutkan, Hasyim juga semestinya memiliki rasa malu hal ini. dia pun menyarankan agar Hasyim mundur saja.
“DEEP Indonesia meminta agar Ketua KPU menyadari pelanggaran etiknya dan dapat mundur dari jabatannya. Sebab sudah sepatutnya tidak perlu dilanjutkan lagi karena terbukti ada pelanggaran etik. Terlalu sering pelanggaran etik terjadi. Jika tidak bisa membenahi moral, integritas, dan mengembalikan kepercayaan publik, maka lebih baik mundur,” sarannya.
Sebelumnya, Cawapres nomor urut 3, Mahfud MD, juga mengingatkan agar KPU ke depannya menjalankan tugas dengan benar dan profesional. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini juga mengingatkan, Hasyim bisa diberhentikan jika kembali melakukan pelanggaran etik.
Kalau terjadi sekali lagi, dia harus diberhentikan dari KPU. Oleh sebab itu, KPU hati-hati dari sekarang," saran Mahfud, dalam acara Tabrak, Prof! di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (5/2/2024).
Bagaimana sikap Hasyim? Dia belum berkomentar lagi. Sebelumnya, Hasyim mengaku menghormati apa pun putusan DKPP. Ia memastikan bakal mematuhi putusan itu. “Sebagai pihak teradu kami tidak akan komentar terhadap putusan tersebut,” ucapnya, di sela rapat dengan Komisi II DPR, di Senayan, Jakarta, Senin (5/2).
Tanggapan terbaru disampaikan Komisioner KPU Idham Kholik. Dia memastikan, KPU tunduk pada putusan DKPP. Namun, dia menegaskan, dalam Putusan DKPP halaman 188, disebutkan bahwa KPU sudah menjalankan atau melaksanakan tugas konstitusional. Pertimbangan DKPP tersebut berbunyi, KPU selaku pihak teradu memiliki kewajiban untuk melaksanakan Putusan MK Nomor 90.
Idham menjelaskan, berdasarkan Pasal 10 Ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2011, putusan MK bersifat final dan langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan MK dalam Undang-Undang ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding).
Dia menyebut, KPU telah mematuhi segala peraturan yang berlaku. Meski belakangan justru diberikan sanksi.
"Dalam pertimbangan putusan tersebut DKPP telah menegaskan bahwa apa yang dilakukan oleh KPU sudah sesuai dengan konstitusi, khususnya dalam proses pencalonan presiden dan wakil presiden," ujar Idham kepada Redaksi.
TangselCity | 2 hari yang lalu
Lifestyle | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 18 jam yang lalu
Pos Tangerang | 19 jam yang lalu
Pos Tangerang | 18 jam yang lalu