TangselCity

Ibadah Haji 2024

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Plus Minus Pilkada Langsung

Laporan: AY
Kamis, 13 Juni 2024 | 08:40 WIB
Foto ,: Ist
Foto ,: Ist

JAKARTA - Rapat kerja Komisi II DPR dengan Mendagri Tito Karnavian soal evaluasi Penjabat (Pj) Kepala Daerah jadi buah bibir. Dalam rapat tersebut, Menteri Tito membeberkan plus minus kepala daerah hasil pilkada langsung dengan penunjukan langsung. Kata Tito, salah satu minus pilkada langsung ialah menghambat pembangunan. Gara-gara omongan itu, polemik soal Pilkada langsung menghangat kembali. 

Rapat Kerja Komisi II DPR dengan Mendagri digelar di Ruang Rapat Komisi II, Gedung DPR, Jakarta, Senin (10/6/2024). Rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang itu, dimulai pukul 15.30 Wib. Agendanya adalah Evaluasi PJ Kepala Daerah dan Rencana Desain Besar Penataan Daerah. Rapat ini juga disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube Channel Komisi II DPR. 

Setelah rapat dibuka, Junimart langsung mempersilakan kepada Tito menyampaikan pemaparan. Tito mengawali pemaparan dengan menjelaskan data jumlah Pj Kepala Daerah dan proses pengusulan Pj Kepala Daerah. Kata Tito, hingga 9 Juni 2024 terdapat total 271 Pj Kepala Daerah. Rinciannya, 27 Pj Gubernur, 189 PJ Bupati, dan 55 Pj Wali Kota 

Tito menegaskan, setiap tiga bulan sekali pihaknya rutin melakukan evaluasi para Pj Kepala Daerah. Evaluasi dilakukan karena ia tidak ingin mengambil risiko. Menurut dia, tanggung jawab penunjukan penjabat tidak hanya berdampak pada rakyat, tetapi juga menjadi pertaruhan bagi presiden dan dirinya sebagai Mendagri yang menunjuk para Pj Kepala Daerah. 

Dengan evaluasi rutin dan pembatasan masa jabatan ini, diharapkan kinerja pejabat publik akan semakin baik dan akuntabel. Sehingga dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat.

Nah, Tito lalu membandingkan hasil kepala daerah dari pilkada dengan penunjukan langsung. 

Tito menilai momentum pemilihan kepala daerah lewat penunjukan ini digunakan untuk menyelesaikan pembangunan tanpa hambatan politik. Menurut dia, selama ini, sering terjadi hubungan yang kurang harmonis antara gubernur dan bupati/wali kota, terutama jika partai mereka berbeda. Bahkan, dalam partai yang sama pun bisa terjadi rivalitas. Apalagi jika berasal dari parpol yang berbeda. 

"Ada hambatan politis di sana, ini mengganggu pembangunan untuk rakyat," kata Tito. 

Sisi positif yang lain, kata Tito, tidak ada biaya politik dalam penunjukan Pj Kepala Daerah. Tidak ada transaksi politik atau biaya politik yang harus dikeluarkan. Pj Kepala Daerah juga tidak perlu mengeluarkan biaya politik seperti yang harus dilakukan dalam pilkada. 

"Mereka tidak perlu bermain-main untuk mengembalikan biaya politik. Ini memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan baik," ungkapnya. 

Selain itu, kata Tito, Pj Kepala Daerah diangkat bukan dari kalangan politisi. Sehingga mereka tidak memiliki beban politik yang bisa mengganggu kinerja mereka. Fokus mereka murni pada tugas administratif dan pengelolaan pemerintahan.

Terakhir, kata dia, Pj Kepala daerah biasanya diambil dari pejabat struktural dengan jabatan pimpinan tinggi madya dan pratama. Mereka memiliki pengalaman dan pengetahuan yang mendalam dalam tata kelola pemerintahan, administrasi keuangan, penyusunan anggaran, serta penyusunan APBD.

Meski begitu, Tito memahami, Pj Kepala Daerah memiliki kekurangan. Pertama, legitimasi publik lemah, karena tidak dipilih langsung oleh rakyat. Kedua, lanjut Tito, Pj Kepala Daerah kurang inovatif. Pj Kepala Daerah kurang berani mengambil terobosan-terobosan kreatif. Mereka seringkali berpikir dalam kerangka rutinitas dan aturan normatif. 

Sementara, menurut Tito, kepala daerah hasil pilkada memiliki legitimasi yang kuat dan menciptakan iklim demokrasi yang sehat. Dengan begitu, calon-calon dapat muncul dari berbagai kalangan, sehingga kader-kader bangsa yang bagus memiliki kesempatan untuk menjadi pemimpin daerah. 

Dari data itu, Tito mengatakan, pihaknya ingin melakukan studi perbandingan antara kepala daerah yang diangkat melalui penugasan dan yang dipilih melalui pilkada. Kajian ini akan melibatkan ahli untuk melihat dari segi kuantitatif dan kualitatif mana yang lebih baik. Dengan jumlah yang hampir sama, 270 Kepala Daerah hasil pilkada 2020 dan 271 Kepala Daerah hasil penugasan. Menurut Tito, ini adalah momentum yang bagus untuk melakukan perbandingan.

"Setelah itu, kami akan memberikan hasil kajian kepada publik, DPR, dan partai politik. Apapun hasilnya, jika kepala daerah hasil pilkada lebih baik, maka ini akan memperkuat sistem rekrutmen melalui pilkada. Jika kepala daerah hasil penugasan lebih baik, maka ini juga perlu dipertimbangkan," papar Tito. 

Menanggapi pemaparan tersebut, Anggota Komisi II DPR, Guspardi Gaus mengapresiasi, laporan dari Tito. Namun, politisi PAN ini mengingatkan bahwa konteks penunjukan langsung kepala daerah harus dalam bingkai pilkada langsung. Jadi, meski pilkada langsung memiliki kelemahan dan penunjukan langsung memiliki banyak kelebihan, semua pihak harus memastikan bahwa pilkada adalah proses yang demokratis.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo