Presiden Tak Pernah Intervensi KPK
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwatta membeberkan kondisi KPK saat ini. Yang pertama ditegaskan Alex adalah dalam setiap mengusut kasus hukum, KPK tak pernah mendapat intervensi dari Presiden Jokowi.
Hal tersebut disampaikan Alex dalam diskusi bertajuk Mencari Pemberantasan Korupsi: Menjaga Independensi, Menolak Politisasi, di Jakarta Selatan, Jumat (21/6/2024). Acara ini diselenggarakan Perhim- punan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) dan Transparency International Indonesia (TII).
Meskipun KPK sekarang berada di rumpun eksekutif, Alex bilang, KPK tetap bekerja independen. Hal Itu sesuai ketentuan Pasal 3 UU No.19 tahun 2019 tentang KPK.
"Saya sampaikan sama sekali presiden tidak pernah mengintervensi penanganan perkara di KPK,” tegas Alex.
Apa buktinya? Alex lantas mencontohkan beberapa kasus korupsi yang melibatkan menteri di kabinet. Seperti mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang terjerat kasus korupsi ekspor benih lobster. Lalu, mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara yang terlibat kasus korupsi bantuan sosial Covid-19.
"Itu lebih banyak dibanding periode sebelumnya loh, kalau terkait dengan penindakan terhadap pejabat negara setingkat menteri, lebih banyak. Apakah ada intervensi? Sama sekali enggak pernah,” ungkap Alex.
Dia juga menegaskan, dalam waktu hampir lima tahun ini, dirinya selaku pimpinan KPK merasa tidak pernah mendapatkan intervensi penguasa. Bahkan, Alex juga mengklaim, selama itu pula tidak pernah dipanggil atau diundang Presiden ke Istana bersama jajaran pimpinan lain untuk membahas penanganan perkara.
"Kalau terkait dengan (intervensi) itu tadi, saya sampaikan di luar itu terlalu banyak rumor sebetulnya,” tandas Alex.
Lebih lanjut, Alex menjelaskan, ketika pimpinan KPK dilantik, pengucapan sumpah bukan diambil oleh Presiden Jokowi. Hanya diucapkan di hadapan Kepala Negara dan jajaran kabinetnya. Dengan demikian, Alex menekankan bahwa presiden tidak bisa asal-asalan memberhentikan pimpinan KPK. Sebab, pimpinan KPK hanya bisa berhenti karena mengundurkan diri, terlibat kasus hukum, atau berhalangan untuk menjalankan tugas secara tetap. "Jadi, pimpinan itu independen dalam pelaksanakan tugas," tegasnya.
Lebih lanjut, Alex menjelaskan, ketika pimpinan KPK dilantik, pengucapan sumpah bukan diambil oleh Presiden Jokowi. Hanya diucapkan di hadapan Kepala Negara dan jajaran kabinetnya. Dengan demikian, Alex menekankan bahwa presiden tidak bisa asal-asalan memberhentikan pimpinan KPK. Sebab, pimpinan KPK hanya bisa berhenti karena mengundurkan diri, terlibat kasus hukum, atau berhalangan untuk menjalankan tugas secara tetap. "Jadi, pimpinan itu independen dalam pelaksanakan tugas," tegasnya.
Pakar pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai memang sudah seharusnya KPK bebas dari intervensi penguasa agar kerjanya bisa independen. Mengingat, dua instansi penegak hukum lainnya yakni Polisi dan Kejaksaan sudah berada di bawah Presiden.
"Karena itu KPK dilahirkan sebagai lembaga independen yang tidak di bawah kekuasaan manapun. Baik eksekutif, legislatif atau yudikatif," ujarnya, semalam.
Hanya saja, nilai Fickar, pasca Undang-undang KPK direvisi, lembaga antirasuah masuk dalam rumpun eksekutif. Dengan demikian, bisa saja banyak pihak yang menjustifikasi KPK sebagai lembaga eksekutif.
"Tetapi sebagai penyidik dan sebagai penuntut umun, KPK harus tetap in- dependen. Berdasarkan sejarah la- hirnya, KPK dilahirkan karena lembaga penegak hukum korupsi yang lain dianggap lemah dan rentan intervensi," ujarnya.
Bebasnya KPK dari intervensi, kata Fickar, bisa dibuktikan dengan banyak- nya Operasi Tangkap Tangan (OTT) ter- hadap menteri-menteri di kabinet Jokowi.
Ia pun menilai OTT merupakan senjata paling ampuh buat KPK yang perlu dipertahankan. Meskipun belakangan ini, ada pihak yang menganggap OTT itu kampungan dan jadi penghambat investasi.
"OTT sangat diperlukan karena sulit menangkap pelaku korupsi kalau harus melalui perhitungan atau audit yang teliti dan butuh waktu panjang," sebutnya.
Menurutnya, OTT menjadi relevan terhadap perbuatan koruptor yang merugikan negara. Meski kerap kali nilainya tidak besar, upaya ini cukup mencegah kebocoran duit negara yang jauh lebih banyak. Serta menjadi jalan masuk membongkar perkara korupsi yang lebih besar dan sistemik.
"Jika OTT tidak dilakukan, semua koruptor bisa menyelamatkan diri melalui audit yang panjang, yang pos-pos pengeluarannya dapat direkayasa, tapi memenuhi syarat formal auditing," pungkasnya.
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 20 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 17 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu