Penonaktifan NIK Kudu Dikaji Ulang, Banyak Warga Miskin Tidak Dapat Bansos
JAKARTA - Banyak warga miskin atau Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) tidak kebagian bantuan sosial (bansos) karena terdampak program penonaktifan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Padahal mereka masih tinggal di Jakarta, hanya pindah alamat kontrakan.
Sekretaris Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Dwi Rio Sambodo meminta Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) lebih cermat dan teliti dalam penonaktifan NIK.
Rio mendesak Dukcapil melakukan pemeriksaan secara berlapis sebelum menghapus NIK warga yang terindikasi sudah tidak berdomisili di Jakarta.
Anggota Komisi A ini mengaku banyak menerima keluhan warga yang tidak bisa menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) karena terdampak penataan NIK.
“Harus dicek, diidentifikasi dan diverifikasi, apakah mereka tidak punya hubungan lagi dengan daerah tempat asalnya,” kata Rio dalam keterangannya dikutip Minggu (7/7/2024).
Rio mengaku tidak mempersoalkan kebijakan penghapusan NIK. Tapi, dia mewanti-wanti agar program tersebut tidak merugikan warga.
“Kalau memang tidak ada KK (Kartu keluarga) atau RT (Rukun Tetangga) mengakui mereka, oke kita delete. Namun kalau orang tua atau keluarganya masih di situ tapi tidak punya aset, terus kita delete, ini perlu dicek lagi,” ujarnya.
Selain itu, akibat dari penonaktifan NIK, warga tidak dapat mengakses hak sebagai penerima bantuan sosial (bansos). Di antaranya, Kartu Jakarta Pintar (KJP), Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) dan sebagainya.
Banyak warga yang terdampak masih berdomisili di Jakarta. Hanya berpindah rumah sewa/kontrakan ke RT atau Rukun Warga (RW) lain yang masih dalam satu wilayah kelurahan yang sama.
“Hal ini harus digarisbawahi bahwa warga Jakarta yang hanya pindah alamat jangan sampai terkena dampak,” imbau Rio.
Dia juga menyayangkan penonaktifan NIK yang salah sasaran. Padahal bansos itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Karena itu, Rio meminta kebijakan penertiban NIK dikaji ulang. Sebab, banyak dampak sosial yang muncul setelah kebijakan berjalan beberapa waktu belakangan ini.
Kepala Dinas Dukcapil DKI Jakarta Budi Awaluddin mengatakan, sampai saat ini penonaktifan NIK baru menyasar warga Jakarta yang telah wafat.
“Saat ini baru masuk dalam daftar warning saja. Setelah dinonaktifkan terus nggak bisa ngapa-ngapain, mereka masih bisa menyanggah ke kami,” ucap Budi.
Dalam akun Instagram resmi @dukcapiljakarta, Dukcapil DKI Jakarta mengimbau warga yang NIK-nya masuk dalam penataan dan penertiban dokumen kependudukan sesuai domisili, tidak panik. Warga bisa menyanggah dan mengajukan pengaktifan NIK.
“Tenang. Caranya gampang banget kok,” tulis @dukcapiljakarta.
Dijelaskan @dukcapiljakarta, untuk warga yang sudah tidak tinggal di Jakarta tapi masih memiliki KTP Jakarta, cukup mengajukan surat pindah di kelurahan sesuai domisili KTP dengan membawa KTP dan KK untuk mengajukan Surat Keterangan Pindah (SKP).
Jika alamat masih sesuai dengan di KTP, maka ada beberapa langkah yang harus dilakukan.
Pertama, langsung datang ke Kelurahan untuk meminta formulir Berita Acara Verifikasi atau Survei Lapangan Pengaktifan Kembali NIK.
Kemudian, isi data dan kembali formulir ke Kelurahan yang sudah dilengkapi tanda tangan RT & RW, dan dibubuhi materai. Jangan lupa membawa persyaratan fotokopi Kartu Keluarga, fotokopi KTP-el dan dokumen pendukung lainnya (sertifikat rumah & surat keterangan dari rumah sakit).
Setelah melakukan pengajuan, pihak Dukcapil akan melakukan survei ke tempat tinggal untuk melakukan verifikasi, apakah tinggal sesuai alamat KTP-el atau tidak.
Apabila sudah sesuai, maka NIK kembali aktif dan dikeluarkan dari penataan NIK.
Jika hasil survei menyatakan domisili tidak sesuai dengan KTP-el, maka harus mengajukan permohonan Surat Keterangan Pindah (SKP),” jelas @dukcapiljakarta.
Unggahan tersebut pun menuai banyak komentar dari netizen.
“Gampang banget emang pak/bu kalau ngetik caption mah. Enak dah pokoknya jadi pembuat aturan. Ya kali pengontrak harus gonta-ganti KTP, emang demen nyusahin rakyat. Apa itu gunanya KTP elektronik,” tulis @agustinautam.
“Hallooooo… saya tinggal di rumah sesuai alamat KTP tapi malah dimasukin ke daftar dinonaktifkan, kacau amat sih. Nyusahin orang aja suruh urusin ginian,” keluh @meinakwok.
“Saya sudah pengajuan aktivasi sudah sebulan nggak diproses,” kata @putri_zavara.
“Bikin ribet warga aja, tambah lagi pakai surat keterangan dari rumah sakit, gunanya apa coba. Kalau mudah kenapa dipersulit!!!,” ketus @realzeals.
“Bagi yang ngontrak tapi domisilinya masih di DKI bagaimana? Sedangkan domisili sama kontrakan sekarang hanya beda RW, syaratnya tetap ribet. Tolonglah kasihan yang ngontrak harus bikin KTP baru syarat yang menyulitkan. Ini Pemprov DKI mau buat warganya stateless ya?” ujar @ivan_aruan_.
“Saya sudah ke kelurahan dari Mei, terakhir lihat masih dalam penertiban karena kerja di daerah Jaksel. Jadi ngekos di sana, masa harus pindah domisili? Padahal itu rumah ortu dan saya salah satu pewarisnya,” ungkap @ina_siahaan.
“Ribet karena kelalaian dukcapil tapi warga yang harus datang. Turun ke lapangan, jangan suruh warga datang. Warga sibuk, harus rela cuti buat melakukan sesuatu yang nggak perlu dan harusnya tanggung jawab dukcapil,” tandas @dinirisman.
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 20 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu