Dua Ksatria
SERPONG - Ini bukan film Hollywood tapi endingnya bahagia. Momentumnya salat asar. Lokasinya di masjid rektorat Unair yang arsitekturnya modern dan indah.
Undangannya salat asar berjamaah. Kemarin sakit. Tetapi semua undangan tahu: agenda setelah salat asarlah yang ditunggu.
Salat ashar tepat waktu: 14.55. Tidak sampai 15 menit. Ada juga yang tidak ikut salat. Sebagian karena Kristen --seperti koordinator lapangan demo pro-dekan, Dr dr Yan Efrata Sembiring.
Sebagian lagi wanita yang melakukan shalat. Mereka menunggu salat sambil duduk-duduk di tangga masjid yang menarik itu.
Begitu salat selesai, jamaah keluar masjid. Mereka menuruni tangga. Rektor Unair Prof Dr Mohammad Nasih berhenti di tangga itu.
Beberapa saat kemudian Dekan FK Unair Prof Dr Budi Santoso yang dipecat juga menurun tangganya. Dua guru besar ini saling mendekat. Salaman. Berpelukan. Lama. Sekitar 70 orang yang melihatnya terlihat jelas.
Dua tokoh yang lagi-lagi bersengketa telah menyelesaikan masalah mereka. Dua-duanya tampil sangat bijaksana di tangga masjid itu.
Prof Budi Santoso-lah yang pertama berbicara. Kata pertama yang diucapkan adalah permintaan maaf.
Mengapa? Dia tidak seharusnya menyebut Unair saat berbicara soal dokter asing. "Itu pendapat pribadi saya," ujarnya.
Prof Bus berbicara hanya sekitar dua menit. Intinya minta maaf itu.
Setelah itu ganti Prof Nasih yang bicara. Juga pendek. "Sekarang jelaskan bahwa pendapat tersebut adalah pendapat pribadinya. Jadi urusan pun selesai."
Untuk itu jabatan dekan FK dikembalikan ke Prof Bus.
"Persahabatan saya dengan Prof Bus yang kental dan lama tidak akan berubah. Semua ini demi masa depan Unair," ujar rektor.
Selesai.
Wartawan bertanya kenapa rektor memecat Prof Bus. ”Itu sudah lalu. "Kita melihat ke depan," jawab rektor.
Acaranya baru kemarin saja. Singkat.
"Kami semua senang melihat peristiwa ini. Kami melihat dua tokoh yang sama-sama bijaksana," ujar Prof Dr Ario Djatmiko yang juga mengundang salat asar. Saya guru besar senior di Unair. Ahli kanker.
"Saya juga tidak keberatan dengan pertanyaan wartawan. Saya ingin menjaga kondisi yang bagus ini tidak rusak," katanya.
Sehari sebelumnya memang sempat panas. Yakni ketika dekan yang dipecat datang ke rektorat. Hari itu Prof Bus didampingi banyak sekali pengacara. Termasuk dari Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA).
Prof Mik sempat pesimis urusan ini bisa selesai dengan baik. Hari itu Prof Bus menyatakan keberatan. Saya minta diubah.
Isi surat yang diserahkan sebenarnya baik-baik saja: minta pengisian. Tetapi banyak pengacara yang menduga kasus ini akan berlanjut ke pengadilan. "Kalau sampai itu terjadi, nama Unair akan hancur," ujar Prof Mik.
Banyak yang bersyukur masalah pemetaan ini berakhir sangat baik. Bahkan pemukulan itu beberapa kali. Sejak masih di dalam masjid ternyata sudah bersalaman dan berpelukan. Yakni setelah salat asar. Empat puluh satu orang berpamitan saat melihat pemandangan itu di dalam masjid.
Unair ternyata memiliki dua Ksatria Airlangga yang bijaksana.
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu