Waduh, Harga Beras Naik Lagi Di 116 Daerah
JAKARTA - Panen raya tak mampu menstabilkan harga beras dalam waktu yang cukup lama. Buktinya, setelah panen berakhir, harga beras kembali naik. Data naiknya beras ini ada di 116 daerah.
Plh Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), M Habibullah mengatakan, kenaikan harga beras terjadi setiap minggu sejak Juni 2024. Terbaru, pada minggu ketiga Juli, harga beras kembali naik 0,27 persen.
Kenaikan tersebut mejadikan rata-rata harga beras nasional menjadi Rp 15,078 per kilogram (kg). Bahkan, kenaikan ini terjadi di 116 kabupaten/kota. Fenomena ini terjadi setiap minggu sejak Juni 2024.
Rinciannya, Juni minggu ketiga jumlah kabupaten/kota yang mengalami kenaikan beras hanya 52 wilayah. Lalu, minggu keempatnya naik menjadi 72 wilayah. Minggu pertama Juli naik 109 wilayah. Kemudian bertambah menjadi 113 daerah di minggu berikutnya. Dan, minggu ketiga Juli ada 116 kabupaten/kota yang mengalami kenaikan harga beras.
Hal ini bisa terlihat dari jumlah produksi beras yang terus turun di periode Juni-Juli. “Itu bukan pada masa panen yang baik. Terlihat minus 0,40. Kami lihat lebih tinggi posisi produksi konsumsi,” beber Habibullah.
Menurut dia, luas panen posisi Juni-Juli dibandingkan tahun lalu mengalami penurunan dari sebelumnya 830 ratus hektare (ha) menjadi 750 ratus ha. Penurunan luasan panen juga berdampak pada produksi.
Produksi beras Juni untuk gabah kering giling (GKG) hanya 3,58 juta ton. Angka itu lebih rendah dari Mei menjadi 6,26 juta ton. Kemudian produksi GKG Juli disebut hanya mencapai 3,78 juta ton.
Meski begitu, kondisi luasan panen bulan depan diperkirakan akan meningkat. BPS memprediksi akan terjadi kenaikan produksi GKG pada Agustus menjadi 4,62 juta ton dan September 5,14 juta ton. “Namun di Agustus, September, ada potensi luas panen yang besar,” tutur Habibullah.
Plt Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian (Kementan), Dedi Nursyamsi mengakui, hasil panen saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional. Pada 2022 produksi padi nasional mencapai 31,5 juta ton, sementara 2023 hanya mencapai 30,2 juta ton. Sedangkan konsumsi beras dalam setahun nasional mencapai 31,2 juta ton.
“Kita kurang sekitar 1 juta ton, belum CBP (Cadangan Beras Pemerintah) Bulog setiap tahun menyerap beras untuk cadangan sekitar 2,5 juta ton,” ungkap Dedi.
Ketimbang mengambil instrumen impor, Kementan terus berupaya mendorong swasembada sebagai solusi persoalan beras di Indonesia. Mengingat, negara produsen beras seperti India, Vietnam, dan Myanmar tengah menghentikan ekspor beras.
“Karena mereka tidak tahu sampai kapan krisis pangan global ini berlangsung. Jadi mereka lebih mementingkan warganya sendiri untuk diamankan,” ungkap Dedi.
Artinya, sekalipun Indonesia punya uang untuk impor beras, belum tentu dapat. Sehingga solusinya adalah peningkatan produksi melalui peningkatan produktivitas dan peningkatan hasil persatuan luas.
Namun, dengan instrumen tersebut terlalu sulit dan terlalu lama. “Maka peningkatan beras kita lakukan melalui peningkatan area tanam dan peningkatan indeks pertanam, dari yang satu kali menjadi dua kali. Itulah yang kita sebut sebagai optimalisasi lahan rawa,” kata Dedi.
Untuk itu, Kementan mendorong peningkatan kompetensi SDM pertanian untuk meningkatkan produktivitas padi musim kemarau. Khususnya melalui Training Of Trainers (TOT).
“ToT ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman peserta terkait peningkatan produksi padi di musim kemarau dalam rangka mendukung peningkatan areal tanam sebagai upaya peningkatan produksi padi nasional,” tutur Dedi.
Sementara, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi meminta, Perum Bulog terus menyerap beras lokal. Catatan BPS, proyeksi produksi beras Agustus mencapai 2,66 juta ton, naik jadi 2,96 juta ton di September. Angka ini menunjukkan adanya tren eskalasi produksi. Pasalnya, pada proyeksi produksi beras di Juni masih berada di angka 2,06 juta ton, dan 2,18 juta ton di Juli.
“Kami memastikan stok Cadangan Pangan Pemerintah selalu terisi dan ditabung, terutama beras. Di sisi lain juga terus mengguyur intervensi ke pasar dan masyarakat supaya kestabilan pangan senantiasa terjaga,” tegas Arief, Selasa (23/7/2024).
Jumlah stok beras yang dikelola Perum Bulog saat ini masih aman, sebanyak 1,5 juta ton. Ada pula stok di Pasar Induk Beras Cipinang sebanyak 46.900 ton, dan yang disimpan sebagai Cadangan Pangan Pemerintah Daerah (CPPD) 7.300 ton.
Bapanas juga menjamin agar Nilai Tukar Petani (NTP) tetap terjaga. Pemerintah terus menjaga NTP subsektor tanaman pangan (NTPP) lebih dari 100. Menurut BPS, NTPP tertinggi dalam 18 bulan terakhir tercatat di Februari 2024 yang berada di 120,30 poin.
Di Juni 2024, indeks harga yang diterima petani tanaman pangan, khususnya kelompok padi, mengalami pencapaian signifikan yaitu di 130,74 poin. Sehingga, ketika terjadi kenaikan produksi, gairah petani untuk menanam juga meningkat.
“Satu faktor yang cukup penting adalah kebijakan penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Kita bersyukur dengan penetapan HPP yang efektif mampu menjaga NTP dan semangat petani nandur kembali menyala terus,” imbuh Arief.
Mendapati kenaikan harga beras ini, netizen hanya bisa pasrah. “Beras mahal, telor naik terus, ayam apalagi. Harga nggak stabil,” curhat @a_wankk.
“Gimana GenZ nggak pada mau terjun ke petani. Pengennya kerjaan kantoran semua. Harga beras stabil tinggi, tapi biaya nanam naik terus, gabah dibeli tengkulak murah. Yuk mikir yuk,” ajak @ari_bowo27.
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 4 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu