Insentif Pajak Untuk Indonesia Unggul
Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar negara. Berdasarkan data statistik Kementerian Keuangan per 31 Desember 2023, pajak Indonesia tahun 2023 mencapai Rp1.869,23 triliun, meningkat 8,9 persen dibandingkan tahun 2022 yang sebesar Rp1.716,77 triliun. Angka ini menginterpretasikan bahwa penerimaan pajak setara dengan 108,8 persen dari target Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun 2023 atau 102,8 persen dari target Perpres Nomor 75 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 130 Tahun 2022 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2023 (Perpres 75/2023).
Eskalasi penerimaan pajak di atas tentu bukan aji mumpung. Hal itu didasari atas keseriusan dan kerja keras pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak. Pembayaran atas pajak inilah yang kemudian dikelola untuk pembangunan di berbagai lini, baik ekonomi, pembangunan, infrastruktur, pendidikan dan lain sebagainya. Tujuannya hanya untuk kesejahteraan rakyat. Atas dasar itulah, kita sebagai warga negara harus taat pajak.
Sebagai salah satu sektor vital pemasukan negara, pemerintah terus berupaya melakukan berbagai cara untuk menggenjot penerimaan pajak. Selain itu, pemerintah juga intens membuat kebijakan agar badan usaha mendapatkan keringanan pajak, misalnya amnesti pajak (tax amnesty), dan insentif pajak. Insentif pajak dilakukan oleh pemerintah agar perusahaan-perusahaan bisa leluasa memanfaatkan sumber daya manusia secara mandiri sehingga daya saing pekerja Indonesia meningkat.
Hasil survei Institute for Management Development (IMD) 2021 menempatkan daya saing pekerja Indonesia pada peringkat 37 dari total 64 negara yang didata. Peringkat Indonesia di 2021 sedikit mengalami peningkatan dari posisi tahun 2019 di peringkat 40. Namun di level Asia Pasifik, Indonesia tetap berada pada posisi 11 dari 14 negara, di atas India dan Filipina. Naiknya peringkat Indonesia tidak sepenuhnya naiknya daya saing. Namun karena penurunan daya saing negara lain karena terjadi covid-19.
Naiknya peringkat daya saing Indonesia tentu tidak boleh membuat bangsa ini terbuai. Pasca covid-19 mereda, negara-negara lain tentu akan melakukan berbagai inovasi untuk meningkatkan daya saingnya. Tentu Indonesia harus lebih meningkatkan lagi agar daya saing pekerja Indonesia semakin diperhitungkan di kancah global. Sebab jika tidak, maka daya saing pekerja Indonesia akan kembali turun.
Jika menilik problem daya saing pekerja Indonesia, salah satu penyebabya adalah pendidikan yang rendah dan ketidaksesuaian antara pendidikan dengan kebutuhan dunia usaha. Fakta ini bisa dilihat dari data, hampir 60 persen tenaga kerja Indonesia berpendidikan sekolah menengah pertama (SMP) ke bawah. Belum lagi ketidaksesuaian pendidikan dengan kebutuhan di dunia kerja membuat persaingan semakin sulit ditingkatkan.
Padahal, pemerintah acap kali membuat strategi dengan melibatkan dunia usaha melalui kebijakan insentif pajak jumbo. Pada 2019 misalnya, pemerintah telah mengundangkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan (PP 45/2019). Regulasi itu didasarkan pada kebijakan yang dikenal publik dengan istilah ”insentif pajak super” (super deductible tax). Insentif tersebut diberikan dalam bentuk pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak (WP) yang melakukan kegiatan penanaman modal dengan kriteria tertentu. Diskon itu diperoleh dari pengurangan biaya dari penghasilan bruto, atau dari pengurangan PPh terutang.
Mencontoh China
China merupakan salah satu negara yang getol menerapkan insentif pajak bagi perusahaan-perusahaan besar untuk mendorong investasi dan inovasi. Di China, perusahaan didorong untuk meningkatkan penelitian dan pengembangan (research and development/R&D). Bagi perusahaan yang memenuhi kriteria penelitian dasar, penelitian terapan, pengembangan inovasi terapan dan teknologi, maka insentif pajak menjadi ganjarannya. Oleh sebab itu, China memberikan kelonggaran kepada perusahaan yang memenuhi kriteria tersebut untuk mengajukan insentif pajak.
Lalu bagaimana di Indonesia? Insentif pajak sudah pernah dilakukan beberapa kali di Indonesia. Namun insentif pajak tersebut belum sepenuhnya menyentuh aspek pengembangan dan inovasi, terutama dalam inovasi dan riset. Bagi Indonesia, cara China tidak perlu diduplikasi sepenuhnya. Sebab skema pengembangan sumber daya dan kebutuhan di masyarakat berbeda. Oleh sebab itu, insentif pajak bisa dilakukan dengan memprioritaskan aspek pengembangan sumber daya manusia. Tujuannya agar daya saing SDM Indonesia semakin baik dan mampu bersaing dengan negara-negara ASEAN.
Dalam model pengembangan ini, ada beberapa aspek yang bisa dilakukan pemerintah agar insentif pajak benar-benar efektif untuk meningkatkan SDM kita. Pertama, insentif pajak harus memenuhi kriteria khusus yang bertujuan untuk meningkatkan lembaga pendidikan. Pemerintah dapat memberikan syarat khusus perusahaan-perusahaan yang berafiliasi dengan dunia pendidikan. Sudah banyak perusahaan yang fokus pada pengembangan pendidikan dengan menjadi donatur tetap untuk lembaga pendidikan.
Kedua, mengintensifkan kembali kebijakan pemerintah terhadap pengembangan riset. Pengembangan riset diatur dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.010/2020, kepada wajib pajak yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia, dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto (super tax deduction) paling tinggi 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan Penelitian dan Pengembangan tertentu di Indonesia yang dibebankan dalam jangka waktu tertentu
Pengembangan riset ini sebenarnya merupakan lanjutan dari konsiderans PP 45/2019, pemerintah bahwa insentif PPh ini merupakan bentuk dukungan pemerintah untuk mendorong dunia usaha dan industri dalam melakukan kegiatan riset dan pengembangan (Nugroho, 2019). Secara konseptual, insentif PPh merupakan bentuk dukungan tak langsung pemerintah terhadap kegiatan riset dan pengembangan, di samping dukungan langsung berupa pendanaan riset (Abdellatif: 2009, 138).
Sebagai konsekuensi, insentif pajak untuk riset ini harus menjangkau lembaga pendidikan. Perusahaan dapat berkolaborasi dengan lembaga pendidikan yang fokus pada pengembangan penelitian, dan inovasi. Selain itu, perusahaan juga bisa bekerja sama dengan pemerintah melalui program pengelolaan Beasiswa lembaga pengelola dana Pendidikan (LPDP). Perusahaan bisa mengambil peran dalam penyaluran beasiswa khusus penelitian dan inovasi bagi mahasiswa yang memperoleh LPDP. Dengan begitu, pembiayaan untuk riset dan inovasi benar-benar tercapai. Sehingga integrasi perusahaan dan pendidikan dapat terjalin dengan baik. Dengan begitu, perusahaan dapat mengambil hikmah dari hasil penelitian dan inovasi tersebut. Pada akhirnya, manfaat pajak benar-benar dirasakan dengan lahirnya peneliti-peneliti handal untuk menyongsong Indonesia unggul.
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 22 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 19 jam yang lalu
Pendidikan | 17 jam yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu