Demo Sopir Mikrotrans Tak Boleh Ganggu Aktivitas Warga
JAKARTA - Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta kudu gerak cepat (gercep) mengatasi berbagai masalah di Mikrotrans. Jika berlarut-larut, dikhawatirkan mengganggu aktivitas masyarakat.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) akan memanggil Dishub Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, Direksi PT Transjakarta dan operator Mikrotrans. Kebon Sirih akan mendalami masalah di balik aksi demonstrasi ratusan sopir Mikrotrans, di depan Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Selasa (30/7/2024).
Para sopir Mikrotrans yang melakukan demonstrasi berasal dari delapan koperasi mitra operator Program Jaklingko Pemprov DKI Jakarta yang tergabung dalam Komunikasi Laskar Biru (FKLB). Dalam unjuk rasa, mereka menyampaikan dua tuntutan. Pertama, mengenai status angkutan armada reguler yang belum terdaftar dalam Jaklingko Mikrotrans. Kedua, meminta penghasilan sopir tidak mengacu pada jarak tempuh atau per kilometer (km).
“Kami akan mengagendakan pemanggilan Direksi PT Transjakarta, operator dan sopir Mikrotrans pekan depan,” kata Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Ismail, Selasa (30/7/2024).
Anggota Komisi B Gilbert Simanjuntak menuturkan, pemanggilan tersebut untuk mengetahui dan mendalami apa yang terjadi di Mikrotrans.
“Apakah tuntutan yang mereka sampaikan memang begitu adanya, atau hanya pengamatan sepihak. Kan kami nggak tahu,” ujarnya.
Gilbert memahami alasan tuntutan para sopir Mikrotrans terkait pembayaran upah per kilometer. Namun, pihaknya perlu mendalami apakah tuntutan tersebut bisa terpenuhi dengan nominal subsidi yang dianggarkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) lewat Public Service Obligation (PSO) kepada Transjakarta.
“Kita sudah memberikan PSO yang setiap tahun membengkak. Tetapi apakah kemudian kita mampu untuk mempertahankan itu? Kan nggak,” tegas Gilbert.
Anggota Komisi B lainnya, Desie Christyana Sari berharap, Pemprov DKI cepat menindaklanjuti demo tersebut. Dia khawatir, jika tidak ditanggapi dengan cepat akan menghambat aktivitas masyarakat.
“Jangan sampai masyarakat dirugikan oleh aksi demonstrasi para pengemudi. Karena mayoritas masyarakat menggunakan Jaklingko untuk beraktivitas bekerja atau bersekolah,” ingat Desie.
Tak hanya masyarakat, menurutnya, demo juga merugikan para sopir. Sebab, para sopir tak mendapatkan penghasilan.
“Apapun persoalan yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus menjadi perhatian khusus,” imbuhnya.
Demo sopir Mikrotrans, kata Desie, bukti kinerja direksi Transjakarta jauh dari harapan. Ironis, karena Transjakarta selalu bagus dalam memberikan laporan.
“Tapi pada kenyataanya ada masalah. Sopir dan operatornya malah mengeluh,” pungkasnya.
Pemprov Beri Kelonggaran
Ketua FKLB Berman Limbong mengungkapkan, pihaknya sudah melakukan audiensi dengan Kepala Dishub DKI Jakarta Syafrin Liputo dan jajaran direksi Transjakarta. Pihaknya menyampaikan dua tuntutan. Pertama, mengenai status angkutan armada reguler yang belum terdaftar dalam Jaklingko Mikrotrans.
Diungkap Berman, Pemprov DKI memberikan kelonggaran. Armada yang saat ini boleh terus beroperasi hingga satu tahun ke depan selama syarat-syarat terpenuhi, seperti melakukan uji pemeriksaan kendaraan (KIR). Kedua, pihaknya menuntut penghasilan sopir tidak mengacu pada jarak tempuh atau per km.
“Artinya, fixed cost, jangan dibuat per kilometer, capaian kilometer,” ucap Berman.
Dibeberkan dia, selama ini para sopir Mikrotrans digaji sesuai kilometer. Jika ingin mendapat gaji sesuai Upah Minimum Provinsi (UMP) Rp 5.068.000, sopir harus menempuh 100 km per hari selama 28 hari.
“Artinya dalam sebulan dia harus mencapai 2.800 km,” imbuh dia.
Berman bilang, target capaian jarak ini sulit dipenuhi karena sering muncul kendala di lapangan, salah satunya kemacetan. Selain itu, sopir sering dikenakan denda karena dinilai melakukan kesalahan oleh operator Transjakarta. Salah satunya, tidak berhenti di bus stop.
“Denda ini terkesan mengada-ada karena jumlahnya yang variatif, berkisar antara Rp 25.000-150.000. Denda tersebut membuat para sopir semakin sulit mendapatkan pendapatan yang layak,” ucap dia.
Selain itu, pihaknya meminta seluruh direksi Transjakarta diganti. Karena, mereka sewenang-wenang.
“Jika 14 hari setelah aksi ini tidak ada jawaban terkait dengan tuntutan kami, maka kami akan melakukan aksi yang lebih besar lagi,” tegasnya.
Koordinator Lapangan FKLB Fahrul Fatah curiga ada kongkalikong antara direksi Transjakarta dengan oknum Anggota DPRD DKI Jakarta terkait pembagian jatah kuota atas penyerapan angkot reguler ke dalam program Jaklingko.
“Direksi Transjakarta menganak-emaskan satu operator tertentu, karena ketua dari operator tersebut adalah Anggota DPRD Jakarta,” tuding Fahrul.
Karena itu, dia mendesak Pemprov DKI segera menghentikan politisasi program Jaklingko tersebut. Diungkap Fahrul, saat ini ada 11 operator Mikrotrans yang bekerja sama dengan Transjakarta untuk menyuplai 2.795 armada Jaklingko. Namun dari jumlah itu, sebanyak 1.435 unit dikuasai operator milik anggota DPRD. Sedangkan sisanya, 1.357 unit Jaklingko dibagi untuk sepuluh operator lainnya.
“Padahal anggota kami yang mengoperasikan angkutan reguler juga sebetulnya mau bergabung ke dalam program Jaklingko, namun tak kunjung bisa karena kuotanya sangat-sangat terbatas,” curhatnya.
Kepala Dishub DKI Jakarta, Syafrin Liputo menuturkan, operator dan sopir Mikrotrans unjuk rasa menuntut kelonggaran soal batas usia angkot. Karena Pemprov akan melakukan penertiban terhadap kendaraan umum atau angkot yang sudah berusia 10 tahun.
“Kami sudah melakukan sosialisasi pembatasan usia kendaraan sejak 2017,” kata Syafrin.
Permintaan sopir lainnya, papar Syafrin, soal penghasilan agar tidak mengacu ke perhitungan per km. Menurut dia, permintaan itu akan dibahas dan disepakati bersama.
Dalam tuntutannya, lanjut Syafrin, para sopir menuding ada praktik monopoli yang dilakukan oleh salah satu operator dengan melakukan kongkalikong bersama Transjakarta dan anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta.
Soal ini, Syafrin menjelaskan, jumlah armada setiap operator berbeda-beda. Selain itu, ada masalah administrasi kerja sama.
Syafrin mengungkapkan, Dishub menemukan ada pemalsuan dokumen kartu pengawasan, yang menjadi salah satu syarat administrasi yang harus dipenuhi oleh operator yang bekerja sama dengan Transjakarta.
Beberapa operator terindikasi tidak melakukan pengurusan kartu pengawasan.
“Misalnya, mereka punya izin pengawasan hanya 5 kendaraan. Tapi kontrak dengan Transjakarta 20 kendaraan, maka 15 kendaraan lain kartunya palsu,” tuturnya.
Syafrin bilang, dari 2.795 unit Mikrotrans yang beroperasi, ada sekitar 160 kendaraan yang kartu pengawasannya dipalsukan.
TangselCity | 15 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 19 jam yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 7 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu