Duit APBN Dipakai Belanja Impor
Kata Presiden, Ini Bodoh Banget
JAKARTA - Presiden Jokowi kembali mengeluhkan perilaku pejabat yang masih doyan memakai duit APBN untuk belanja barang impor. Padahal, sudah berkali-kali kebiasaan impor itu dikritik presiden, tapi tetap saja dilakukan. Kata presiden, ini bodoh banget.
Unek-unek itu disampaikan Jokowi saat memberikan pengarahan kepada Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di TMII, Jakarta Timur, kemarin. Banyak pesan yang disampaikan Jokowi kepada para pengusaha agar memahami kondisi geopolitik global, dan bersama-sama mengerek perekonomian dalam negeri.
Dalam pidatonya, Jokowi menggambarkan kondisi ekonomi global semakin ruwet. Krisis bertubi-tubi menyerang. Mulai dari kesehatan, pangan, energi, dan krisis keuangan. Bahkan, lembaga dunia memprediksi akan ada 66 negara yang tumbang, dan satu per satu mulai terbukti.
Kondisi global makin parah imbas perang Rusia-Ukraina yang tak kunjung berhenti. Dampaknya, pasokan gandum dunia tergganggu. Krisis minyak dan gas di sejumlah negara Eropa.
Terkait permasalahan yang sedang terjadi itu, eks Gubernur DKI itu meminta dunia usaha tetap memaksimalkan peluang yang ada. Selain jualan pangan, hal yang harus dilakukan adalah substitusi impor. Supaya devisa negara tidak habis untuk membayar impor.
Belum lama ini, lanjut Jokowi, pemerintah berhasil melakukan swasembada beras dan mengekspor ke sejumlah negara. Bahkan, banyak negara yang juga sudah memesan beras dari Indonesia. China meminta 2,5 juta ton beras, dan Arab Saudi 100 ribu ton beras.
“Saat ini kita belum berani, sudah kita setop dulu, tapi begitu produksinya melompat karena bapak-ibu terjun ke situ, bisa saja melimpah dan bisa kita ekspor dengan harga yang sangat feasible, dengan harga yang sangat baik,” kata Jokowi.
Jokowi juga mengingatkan para pengusaha akan pentingnya hilirisasi tambang. Saat ini, pemerintah berupaya untuk menghentikan ekspor dalam bentuk tambang mentah. Makaya, pengusaha diminta mencari partner jika belum siap memproduksi barang jadi. Dengan menjual barang jadi, neraca dagang kita akan surplus sangat banyak.
Terakhir, Jokowi berharap Kadin Indonesia mengajak pelaku UMKM masuk ke sistem digital, termasuk e-katalog. Tak hanya itu, pengusaha juga harus berupaya untuk pembelian produk dalam negeri sebanyak-banyaknya. Khususnya, untuk proyek-proyek yang didanai dari APBN maupun BUMN.
“Sangat lucu sekali. APBN yang kita collect dari pajak, dari PNBP, dari royalti, masuk ke APBN, kemudian keluar sebagai belanja Pemerintah, tapi yang dibeli barang impor. Bodoh banget kita ini kalau terus-teruskan seperti itu,” beber.
Untuk diketahui, kritik Jokowi soal impor dengan duit negara bukan kali pertama disampaikan. Sepanjang tahun ini saja, sudah berkali-kali kepala negara menyinggung hal tersebut.
Terbaru, saat Jokowi menyampaikan sambutan di acara pembukaan Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2022, Selasa (14/6). Sampai 4 kali Jokowi menyebut kata “bodoh” terkait kebiasaan impor.
Anggota Komisi XI DPR, Hendrawan Supratikno mendukung sikap Presiden yang mengesampingkan impor. Menurutnya, jika sudah ada produk lokal dengan kualitas sebanding, tentu akan lebih baik jika belanja pemerintah pakai produk dalam negeri. Kecuali, produk berteknologi tinggi yang memang belum bisa kita produksi.
“Harus dibuat indeks kinerja yang jelas dan tegas. Imbauan demikian sudah ada berkali-kali, tapi realisasinya belum memuaskan,” ungkap kader banteng itu.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebut, dari dulu persoalannya tidak berubah. Jika masih ingat, tahun 2019 terjadi fenomena cangkul impor. Standarisasi barang lebih pro terhadap produk impor menjadi biang keladi persoalan ini.
Alasannya klasik, produsen lokal, apalagi UMKM dianggap tidak memiliki kualitas yang sesuai kriteria. Padahal seharusnya ada pendampingan dan bantuan untuk memenuhi standarisasi yang diharapkan. Peraturan soal serapan minimum produk UMKM dalam pengadaan barang memang ada, tapi tidak berjalan.
“Presiden idealnya membuka nama-nama menteri yang gagal meningkatkan konten lokal dalam pengadaan barang jasa. Bahkan untuk BUMN, bisa dikurangi PMN-nya jika tidak ada perbaikan signifikan dalam pengadaan barang dan jasa,” pungkasnya. (rm.id)
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Olahraga | 17 jam yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 7 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu