TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Jika Kotak Kosong Kalahkan Paslon Tunggal, Akankah Pilkada Ulang, Atau Ada Opsi Lain?

Oleh: Farhan
Selasa, 03 September 2024 | 09:36 WIB
Ilustrsi. Foto : Ist
Ilustrsi. Foto : Ist

JAKARTA - Ada fenomena kotak kosong dalam Pilkada Serentak 2024. Dari 545 daerah, ada 48 pasang calon (Paslon) tunggal melawan kotak kosong. Lantas, bagaimana mekanismenya jika kotak kosong yang menang?

Pengajar Hukum Pemilu Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini berpandangan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus menjadwalkan Pilkada ulang pada 2025, jika yang menang kotak kosong. 

Menurut Titi, jika Pilkada ulang dilaksanakan pada 2029, akan menghambat proses pembangunan di daerah tersebut. 

“Memiliki pemimpin daerah definitif, adalah hak rakyat yang harus dipenuhi negara, difasilitasi KPU,” katanya, Minggu (1/9/2024).

Titi mendorong suatu daerah dipimpin pejabat definitif. Sebab, menurutnya, Penjabat sementara memiliki keterbatasan dalam implementasi pembangunan.

“Penjabat memiliki kewenangan yang terbatas dalam implementasinya, bila dibandingkan dengan kepala daerah definitif hasil Pilkada,” tandasnya.

Dia khawatir, masyarakat akan menyikapi hal ini secara pragmatis. Misalnya, dengan memilih calon tunggal saja ketimbang daerah dipimpin Penjabat selama lima tahun.

“Hal itu sangat merugikan hak pilih warga, dan sangat bertentangan dengan semangat Pilkada langsung dan konsep kedaulatan rakyat," imbuh Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) ini.

Komisioner KPU Idham Holik belum bisa menjawab secara tegas, apa yang akan dilakukan KPU jika kotak kosong yang menang. KPU, lanjutnya, akan mengkonsultasikannya terlebih dahulu dengan DPR.

Untuk membahas topik ini lebih lanjut, berikut wawancara dengan Idham Holik.

Menurut pengajar Hukum Pemilu UI Titi Anggraini, jika Pilkada dimenangkan kotak kosong, maka pelaksanaan Pilkada ulang pada 2025. Bukan lima tahun kemudian. Tanggapan Anda?

Terkait ketentuan tersebut, ada dua alternatif. Pertama, diulang pada tahun berikutnya. Ini tentunya memberikan kesempatan daerah segera memiliki kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih, tanpa menunggu terlalu lama, sebagaimana salah satu tujuan diadakannya Pilkada, yaitu aktualisasi kedaulatan rakyat dalam memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung.

Waktu lainnya?

Dilaksanakan sesuai jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan. 

Perundang-undangannya bagaimana?

Alternatif kedua ini, merujuk Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, yakni pemilihan/Pilkada dilaksanakan setiap 5 tahun sekali, secara serentak. Alternatif kedua ini, mengedepankan desain keserentakan penyelenggaraan pemilihan/Pilkada. 

Jika alternatif kedua menjadi pilihan, pemerintahan daerahnya dipimpin siapa?

Selama waktu menunggu dilaksanakannya Pilkada lima tahun mendatang, daerah akan dipimpin penjabat sementara.

Apakah aturannya seperti itu?

Itu merujuk Pasal 3 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015. Alternatif ini tentunya menunda keinginan pemilih atau rakyat memiliki kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dipilih secara langsung. 

Aturan mana yang akan digunakan KPU?

KPU akan berkomunikasi dengan pembentuk undang undang, untuk menyampaikan permohonan konsultasi, berkenaan dengan norma yang terdapat dalam Pasal 54D ayat (3) Undang-Undang Pilkada.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo